Analisis Pengaruh Penambahan Massa Magnetic Biochar Dari Limbah Ampas Kopi Terhadap Sifat Adsorpsi Komposit ZnFe2O4/Magnetic Biochar Sebagai Adsorben Logam Berat Cd2+ dan Pb 2+

Sebagai negara penghasil kopi terbesar kedua di kawasan Asia-Pasifik, Produksi kopi pada tahun 2020-2024 di Indonesia terus meningkat. Seiring dengan peningkatan produksi, konsumsi kopi di dalam negeri juga ikut meningkat secara signifikan. Namun, dibalik pertumbuhan industri kopi ini, terdapat masalah lingkungan akibat limbah ampas kopi yang menumpuk. Namun, limbah ampas kopi ini memiliki potensi besar untuk diolah menjadi biochar, sebuah material yang ramah lingkungan dan juga efektif dalam mengurangi pencemaran logam berat Cd2+ dan Pb2+ di perairan dengan metode adsorpsi. Namun, produk biochar masih memiliki keterbatasan dalam melakukan adsorpsi limbah logam berat. Sehingga perlu dilakukan modifikasi menjadi magnetic biochar. Karena pada magnetic biochar ada ikatan Fe-O, maka secara signifikan dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi dari biochar. Selain itu, pada penelitian ini juga ditambahkan Zn karena kandungan Zn adalah agen modifikasi yang efektif dan berbiaya rendah untuk meningkatkan gugus fungsi sehingga dapat meningkatkan kinerja adsorpsi logam berat. Metode penelitian ini adalah eksperimen, terdiri dari sintesis magnetic biochar, sintesis komposit ZnFe2O4/MB dengan variasi penambahan massa magnetic biochar 2, 3, dan 4 gram. Kemudian dilakukan pengujian karakterisasi material meliputi uji analisis proximate, XRD, FTIR, SEM/EDX, BET, dan performa adsorpsi menggunakan AAS. Berdasarkan hasil pengujian karakterisasi menunjukkan bahwa komposit ZnFe2O4/Magnetic biochar berhasil disintesis. Pada hasil pengujian XRD terdapat beberapa puncak pada 2θ = 18°, 30°, 35°, 56°, 62°, dan 74°. Adanya pola difraksi ini menunjukan adanya senyawa ZnFe2O4 pada material magnetic biochar. Pada hasil pengujian FTIR terdapat beberapa gugus fungsi yang terbentuk selama proses sintesis komposit ZnFe2O4/MB yaitu gugus fungsi -OH, -CH, CC, C=O, C=C, C-O, Fe-O, dan Zn-O. Selanjutnya, pada hasil pengujian SEM didapatkan data gambar morfologi dari material komposit ZnFe2O4/MB yang menunjukan adanya perubahan struktur permukaan kasar dan berpori. Hasil pengujian EDX didapatkan unsur-unsur utama penyusun material komposit seperti C, O, Fe, dan Zn yang mengindikasikan komposit ZnFe2O4/MB. Pada hasil pengujian BET diperoleh nilai surface area magnetic biochar yaitu sebesar 382.564 m2/g dengan ukuran pori sebesar 1.746 nm yang termasuk jenis mikropori. Berdasarkan hasil uji AAS didapatkan data bahwa komposit ZnFe2O4/Magnetic biochar dengan penambahan massa 4 gram memiliki tingkat efisiensi adsorpsi logam berat Cd2+ dan Pb2+ berturut-turut sebesar 43.5% dan 49.3% ================================================================================================================================ As the second largest coffee producing country in the Asia-Pacific region, coffee production in 2020-2024 in Indonesia continues to increase. Along with the increase in production, domestic coffee consumption has also increased significantly. However, behind the growth of the coffee industry, there are environmental problems due to the accumulation of coffee grounds waste. However, this coffee grounds waste has great potential to be processed into biochar, an environmentally friendly material that is also effective in reducing Cd2+ and Pb2+ heavy metal pollution in waters by adsorption method. However, biochar products still have limitations in adsorbing heavy metal waste. So it is necessary to modify it into magnetic biochar. Because there is Fe-O bond in magnetic biochar, it can significantly increase the adsorption capacity of biochar. In addition, in this study also added Zn because Zn content is an effective and low-cost modification agent to increase functional groups so as to improve heavy metal adsorption performance. This research method is experimental, consisting of magnetic biochar synthesis, ZnFe2O4/MB composite synthesis with variation of magnetic biochar mass addition of 2 , 3 , and 4 gram. Then material characterization testing was carried out including proximate analysis, XRD, FTIR, SEM/EDX, BET, and adsorption performance using AAS. Based on the results of characterization testing, it shows that the ZnFe2O4/MB composite was successfully synthesized. In the XRD test results there are several peaks at 2θ = 18°, 30°, 35°, 56°, 62°, and 74°. The existence of this diffraction pattern indicates the presence of ZnFe2O4 compounds in magnetic biochar material. In the FTIR test results, there are several functional groups formed during the synthesis process of the ZnFe2O4/MB composite, namely the -OH, -CH, CC, C=O, C=C, C-O, Fe-O, and Zn-O functional groups. Furthermore, the SEM test results obtained morphological image data from the ZnFe2O4/MB composite material which shows a change in the rough and porous surface structure. EDX test results obtained the main elements of the composite material such as C, O, Fe, and Zn which indicate the ZnFe2O4/MB composite. In the BET test results, the surface area value of magnetic biochar is 382.564 m2/g with a pore size of 1,746 nm which includes micropores. Based on the results of the AAS test, it was found that the ZnFe2O4/MB composite with a mass addition of 4 grams had a heavy metal adsorption efficiency level of Cd2+ and Pb2+ of 43.5% and 49.3%, respectively

Analisis Pengaruh Penambahan Massa Carbon Sphere (Cs) Dari Tuak Pada Komposite Bi2O3/ZEOLITE/CARBON SPHERE (CS) Untuk Degradasi Limbah Methylene Blue

Methylene blue adalah pewarna sintetis yang merupakan hasil limbah industri tekstil. Jika limbah air dari industri tekstil tersebut mengandung sebanyak 95% methylene blue maka dapat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia. Salah satunya mengakibatkan kerusakan kulit akibat iritasi. Dalam upaya mengatasi permasalahan ini, dikembangkan komposit Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) yang disintesis melalui proses hidrotermal. Pada penelitian ini CS dari air tuak dipilih karena kandungan glukosa yang tinggi, ramah lingkungan, ekonomis, dan bisa dikonversikan ke CS yang memiliki luas permukaan yang tinggi, sehingga meningkatkan jumlah situs aktif untuk adsorpsi methylene blue dan meningkatkan transfer elektron selama proses fotokatalisis. Metode penelitian ini terdiri dari dari sintesis Bi₂O₃/Zeolite, sintesos Carbon Sphere (CS), dan sintesis komposit Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) dengan penambahan massa 0,1gr, 0,2gr, dan 0,3gr. Karakterisasi yang dilakukan meliputi XRD, FTIR, SEM-EDX, BET, dan UV-Vis. Pengujian fotokatalis juga dilakukan untuk mengetahui performa dari komposit Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS). Komposit Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) dengan penambahan massa carbon sphere (CS) 0,1gr, 0,2gr, dan 0,3gr, variasi penambahan massa 0,3gr yang paling optimum berhasil mendegradasi limbah methylene blue selama satu jam dengan persen degradasi sebesar 77,14%. ======================================================================================================================== Methylene blue is a synthetic dye that is a waste product of the textile industry. If the waste water from the textile industry contains as much as 95% methylene blue, it can have a negative impact on human health. One of them causes skin damage due to irritation. In an effort to overcome this problem, a Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) composite was synthesized through a hydrothermal process. In this study, carbon sphere from tuak water was chosen because of its high glucose content, environmentally friendly, economical, and has a high surface area, thus increasing the number of active sites for methylene blue adsorption and increasing electron transfer during the photocatalysis process. This research method consists of synthesizing Bi₂O₃/Zeolite, synthesizing Carbon Sphere (CS), and synthesizing Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) composites with mass additions of 0,1gr, 0,2gr, and 0,3gr. Characterizations performed include XRD, FTIR, SEM-EDX, BET, and UV-Vis. Photocatalyst testing was also carried out to determine the performance of the Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) composite. The Bi₂O₃/Zeolite/Carbon Sphere (CS) composite with the addition of carbon sphere (CS) masses of 0,1gr, 0,2gr, and 0,3gr, the variation of mass addition of 0,3gr is the most optimal and successfully degrades methylene blue waste for one hour with a degradation percent of 77,14%

Potensi Biokonversi Sampah Sisa Makanan dan Sampah Sisa Bahan Makanan dengan Larva Black Soldier Fly

Indonesia berada pada urutan kedua di dunia untuk penghasil food loss dan food waste. Dalam 1 tahun, sampah makanan di Indonesia mencapai 48 juta ton. Tingginya jumlah sampah makanan di Indonesia menjadi masalah penting yang perlu ditangani dengan baik. Salah satu metode yang dapat diterapkan untuk mengolah sampah makanan adalah dengan biokonversi menggunakan larva Black Soldier Fly (BSF). Tujuan dari penelitian ini antara lain mengidentifikasi komposisi sampah sisa makanan dan sampah sisa bahan makanan dari rumah tangga, menentukan pengaruh jenis substrat dan frekuensi feeding terhadap tingkat pertumbuhan, karakteristik larva BSF, dan tingkat reduksi sampah, serta mengidentifikasi potensi biokonversi sampah sisa makanan dan sampah sisa bahan makanan. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemetaan terhadap sampah sisa makanan dan sampah sisa bahan makanan dari rumah tangga dengan tujuan mengidentifikasi komposisinya. Penelitian dilanjutkan dengan pembudidayaan larva BSF. Dalam penelitian ini digunakan larva BSF 5-DOL. Sebanyak 283 ekor larva diletakkan di reaktor dengan feeding rate 20 mg/larva.hari dan kepadatan 2,5 larva/cm2. Variabel penelitian meliputi jenis sampah dan frekuensi feeding. Jenis substrat yang diberikan adalah sampah sisa makanan dan sampah sisa bahan makanan. Frekuensi feeding yang digunakan adalah sekali dalam sehari, sekali dalam 3 hari, dan sekali dalam 5 hari. Pengembakbiakan dilakukan selama 17 hari. Dari hasil penelitian didapatkan laju timbulan sampah sisa makanan dan sampah sisa bahan makanan adalah 0,074 kg/orang.hari dan 0,090 kg/orang.hari. Komposisi sampah sisa makanan terbesar terdiri dari nasi (43,3%), makanan tercampur (11,39%), dan sayur (4,90%). Komposisi sampah sisa bahan makanan terbesar terdiri dari buah/kulit/biji buah (42,90%), sayur (38,68%), dan lainnya (5,13%). Jenis substrat berpengaruh signifikan terhadap berat larva, karakteristik larva, WRI (Waste Reduction Index), ECD (Efficiency of Conversion of Digesteed Feed), dan BCR (Bioconversion Rate). Jenis substrat sampah sisa makanan menghasilkan berat larva, WRI, ECD, dan BCR yang lebih tinggi dibandingkan substrat sampah sisa bahan makanan. Jenis substrat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap survival rate larva. Frekuensi feeding tidak berpengaruh secara signifikan terhadap berat larva, survival rate, WRI, ECD, dan BCR. Nilai rata-rata BCR sampah sisa makanan dan sampah sisa bahan makanan diperoleh 18,22% – 22,51% dan 12,52% – 14,37%. ================================================================================================================================= Indonesia ranks second in the world for food loss and food waste. Annualy, food loss and waste in Indonesia reaches 48 million tons. The high amount of food loss and waste in Indonesia is an important problem that needs to be handled properly. One method that can be applied to process food loss and waste is bioconversion using Black Soldier Fly (BSF) larvae. The objectives of this research include identifying the composition of food loss and food waste from households, determining the effect of substrate type and feeding frequency on the growth rate and characteristics of BSF larvae, and determining the ability of BSF larvae to reduce food loss and food waste. This research was conducted by mapping food loss and food waste from households to identify their composition. The research was then continued with the cultivation of BSF larvae. In this study, 5-DOL BSF larvae were used. A total of 283 larvae were placed in one reactor with a feeding rate of 20 mg/larvae and a larvae density of 2,5 larvae/cm². The research variables included waste type and feeding frequency. The types of substrate provided were food loss and food waste. The feeding frequencies used were once a day, once every 3 days, and once every 5 days. The breeding process was conducted for 17 days. From the results of the study, it was found that the generation rate of food waste and food loss was 0,074 kg person.day and 0,090 kg/person.day. The largest composition of food waste consists of rice (43,3%), mixed food (11,39%), and vegetables (4,90%). The largest composition of food loss consisted of fruit/peel/fruit seeds (42,90%), vegetables (38,68%), and others (5,13%). Substrate type had a significant effect on larval weight, larval characteristics, WRI (Waste Reduction Index), ECD (Efficiency of Conversion of Digesteed Feed), dan BCR (Bioconversion rate) WRI (Waste Reduction Index), ECD (Efficiency of Conversion of Digesteed Feed), and BCR (Bioconversion Rate). Food waste substrate produced higher larval weight, WRI, ECD, and BCR than food loss substrate. Substrate type had no significant effect on larval survival rate. Feeding frequency had no significant effect on larval weight, survival rate, WRI, ECD, and BCR. The average BCR of food waste and food loss was 18,22% – 22,51% and 12,52% – 14,37%

Modifikasi Aspal Pen 60/70 Menjadi PG 70 dan PG 82 dengan Penambahan Getah Pinus dalam Campuran Biopolimer

Di negara yang beriklim tropis seperti Indonesia, aspal lebih mudah mengalami penuaan akibat paparan sinar matahari. Aspal PG 70 dan PG 82 memiliki kualitas lebih baik karena lebih tahan terhadap temperatur tinggi dibandingkan dengan aspal pen 60/70 yang umum digunakan di Indonesia. Sampai saat ini, produksi aspal PG 70 dan PG 82 masih terbatas jumlahnya sehingga harus diimpor dari luar negeri. Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, dibuat aspal modifikasi dengan kualitas yang memenuhi standar aspal PG 70 dan PG 82. Polimer yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah styrofoam dan limbah high density polyethylene (HDPE), sedangkan getah pinus digunakan untuk mengatasi permasalahan incompatibility (ketidaksesuaian) antara aspal pen 60/70 dan polimer. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan aspal biopolimer yang terbuat dari aspal pen 60/70, getah pinus, limbah styrofoam dan limbah HDPE yang memenuhi standar aspal PG 70 dan PG 82. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja aspal biopolimer PG 70 sebagai bahan pengikat agregat pada campuran perkerasan lentur jalan raya dan kinerja aspal biopolimer PG 82 sebagai pengikat agregat pada campuran perkerasan lentur bandar udara. Pengujian yang dilakukan meliputi uji Fourier Transform Infrared (FTIR), Scanning Electron Microscope (SEM), Energy Dispersive X-Ray (EDX), penetrasi, titik lembek, titik nyala, daktilitas, berat jenis, kehilangan berat, Dynamic Shear Rheometer (DSR), Marshall, Marshall immersion, indirect tensile strength, Cantabro loss dan uji kualitas air hujan akibat kontak dengan aspal modifikasi tersebut. Pengujian FTIR dan SEM menunjukkan bahwa getah pinus mengandung komponen aromatik dan meningkatkan compatibility antara aspal dan polimer karena aspal modifikasi yang dihasilkan dapat bercampur secara homogen. Aspal biopolimer mempunyai titik lembek lebih tinggi sehingga lebih tahan terhadap paparan sinar matahari. Berdasarkan hasil uji DSR, aspal biopolimer yang menggunakan getah pinus sebesar 3% dan limbah styrofoam sebesar 6% atau 8% menghasilkan aspal dengan kualitas setara PG 70 sedangkan penggunaan getah pinus sebesar 3% dan limbah HDPE sebesar 7% menghasilkan aspal dengan kualitas setara PG 82. Penggunaan aspal biopolimer sebagai pengikat agregat meningkatkan kepadatan, kemampuan memikul beban, dan kekakuan campuran. Aspal biopolimer juga lebih tahan terhadap rendaman air dibandingkan dengan aspal pen 60/70. Kualitas air hujan setelah terkena perendaman aspal biopolimer PG 70 dan PG 82 yang dihasilkan dari penelitian ini memenuhi standar baku mutu air limbah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Kata kunci: aspal 60/70, getah pinus, styrofoam, HDPE, PG 70, PG 82. =================================================================================================================================== In tropical countries, such as Indonesia, asphalt is more susceptible to aging due to exposure to sunlight. Asphalt of PG 70 and PG 82 have better quality because they are more resistant to high temperatures compared to 60/70 penetration-grade asphalt, which is commonly used in Indonesia. To date, the production of PG 70 and PG 82 asphalt has been limited and must be imported from abroad. To overcome the limited amount of PG 70 and PG 82, in this study, modified asphalt was composed to produce the binders that fulfilled PG 70 and PG 82 requirements. The polymers used in this study were waste polystyrene and high-density polyethylene (HDPE). Pine resin has been used to overcome the incompatibility problems between 60/70 penetration-grade asphalt and polymers. This study aims to obtain modified asphalt that meets the PG 70 and PG 82 asphalt standards and determine the performance of PG 70 as a binder of flexible pavements for highways and the performance of PG 82 as a binder of flexible pavements for airports. A series of tests was conducted, including FTIR, SEM, EDX, penetration, softening point, flash point, ductility, specific gravity, mass loss, DSR, Marshall, Marshall immersion, indirect tensile strength, Cantabro loss and rainwater quality due to contact with modified asphalt. FTIR and SEM tests showed that pine resin contains aromatic compounds and increases the compatibility between asphalt and polymer because biopolymer-modified asphalt can be mixed homogeneously. Compared with 60/70 penetration-grade asphalt, biopolymer-modified asphalt has a higher softening point, which makes it more resistant to high temperatures. Based on the DSR test results, biopolymer-modified asphalt using 3% pine resin and 6% or 8% waste polystyrene produced an asphalt binder equal to PG 70, whereas the use of 3% pine resin and 7% waste HDPE produced an asphalt binder equal to PG 82. The use of biopolymer-modified asphalt as a binder for the aggregate increases the density, load-bearing ability, and stiffness of the mixture. Biopolymer-modified asphalt is also more resistant to water immersion than 60/70 penetration grade asphalt. The quality of rainwater exposed to PG 70 and PG 82 in this study fulfills wastewater requirements and does not cause negative environmental impacts. Key words: 60/70 penetration-grade asphalt, pine resin, polystyrene, HDPE, PG 70, PG 82

Analisis Perbandingan Faktor yang Memengaruhi Upgrade Pengguna Dasar dan Retensi Pengguna Premium pada Layanan Streaming Musik Menggunakan Partial Least Square – Structural Equation Modelling

Digitalisasi telah mengubah industri musik, dengan layanan streaming seperti Spotify mendominasi pasar dan fokus pada konversi pengguna gratis ke premium serta retensi pengguna premium. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pengguna untuk meningkatkan langganan dari layanan dasar ke premium serta mempertahankan langganan premium. Metode penelitian menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) dan Multi-Group Analysis dengan data dari kuesioner daring yang melibatkan 219 pengguna Spotify berusia 15–34 tahun. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel enjoyment dan price value memiliki pengaruh positif terhadap intensi pengguna dasar untuk meng-upgrade ke premium. Sebaliknya, variabel ubiquity, social connectivity, dan music affinity menjadi faktor utama yang memengaruhi retensi pengguna premium. Variabel discovery of new content tidak menunjukkan pengaruh signifikan terhadap kedua keputusan tersebut. Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa jenis langganan memoderasi hubungan antara price value dan enjoyment, dengan hubungan yang lebih kuat pada pengguna dasar. Secara keseluruhan, penelitian ini mengungkap bahwa keputusan untuk mempertahankan langganan premium lebih dipengaruhi oleh penilaian terhadap fitur tertentu dan faktor personal, sementara keputusan untuk meningkatkan langganan lebih didorong oleh manfaat langsung dari layanan premium. Temuan ini memberikan wawasan strategis bagi penyedia layanan streaming musik untuk meningkatkan konversi dan retensi pengguna ================================================================================================================================= Digitalization has transformed the music industry, with streaming services like Spotify dominating the market and focusing on converting free users to premium subscribers as well as retaining premium users. This study aims to analyze the factors influencing users' decisions to upgrade their subscriptions from basic to premium services and to maintain premium subscriptions. The research employs Structural Equation Modeling (SEM) and Multi-Group Analysis using data from an online survey involving 219 Spotify users aged 15–34. The analysis reveals that the variables enjoyment and price value positively influence free users’ intentions to upgrade to premium. On the other hand, ubiquity, social connectivity, and music affinity are the primary factors affecting premium user retention. Interestingly, the variable discovery of new content does not show a significant effect on either decision. Additionally, the study finds that the type of subscription moderates the relationship between price value and enjoyment, with a stronger relationship observed among free users. Overall, the findings indicate that the decision to maintain a premium subscription is more influenced by evaluations of specific features and personal factors, while the decision to upgrade is primarily driven by the direct benefits of premium services. These insights provide strategic guidance for music streaming service providers to enhance user conversion and retention efforts

Kajian Kemampuan Permeable Reactive Barrier (PRB) Berbahan Biochar Tempurung Kelapa Menggunakan Perekat Gypsum Casting dan Tanah Liat dalam Penyisihan Logam Berat Timbal (Pb)

Penggunaan berbagai jenis perekat pada konstruksi Permeable Reactive Barrier (PRB) beberapa kali telah digunakan untuk memulihkan air yang terkontaminasi, terutama kontaminan jenis logam berat timbal (Pb). Penggunaan berbagai variasi jenis perekat pada PRB biochar tempurung kelapa menghasilkan daya kuat dan efisiensi penyisihan yang berbeda. Penelitian pendahuluan mencakup uji karakteristik fisik biochar dan uji trial and error komposisi perekat gypsum dan tanah liat 15%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, dan 100%. Komposisi yang lolos trial and error dilanjutkan ke penelitian utama, yaitu uji adsorpsi di reaktor mengandung larutan Pb 89,37 mg/L dengan variasi jenis perekat gypsum dan tanah liat, dan komposisi 50%, 60%, 70%, dan 100% pada masing-masing perekat. Pengambilan sampel pada waktu kontak 3, 6, 12, 24 jam. Dilakukan analisis kandungan Pb, pH, suhu, dan EC pada sampel larutan. Sampel PRB dianalisis kadar perlindiannya melalui uji TCLP dan uji kuat tekan. Analisis seluruh parameter bertujuan untuk mengetahui jenis dan komposisi perekat yang paling efektif. Jenis dan komposisi perekat mempengaruhi kemampuan adsorpsi Pb oleh PRB. Selain itu, efisiensi penyisihan juga dipengaruhi oleh pH, suhu, dan EC. pH yang semakin tinggi mempengaruhi peningkatan efisiensi penyisihan karena ion Pb+ berikatan dengan OH-. Komposisi dan jenis perekat paling efektif ditinjau dari karakteristik efisiensi penyisihan tinggi, kadar TCLP rendah, biaya terjangkau, dan kebutuhan energi rendah serta potensi penerapan jangka panjang. Hasil analisis skoring menunjukkan bahwa komposisi dan jenis perekat paling efektif adalah gypsum 60% pada waktu kontak 24 jam mampu mencapai efisiensi penyisihan 61,94%, kadar TCLP Pb 0,419 – 0,824 mg/L. Daya kuat tekan jenis perekat gypsum komposisi 50% adalah 1,702 Mpa. ================================================================================================================================= The use of various types of adhesives in the construction of Permeable Reactive Barrier (PRB) has been used several times to recover contaminated water, especially lead heavy metal (Pb) type contaminants. The use of different types of adhesives in coconut shell biochar PRB results in different strength and allowance efficiency. The preliminary research includes a test of the physical characteristics of biochar and a trial-and-error test of the composition of gypsum adhesive and clay of 15%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, and 100%. The composition that passed trial and error continued to the main study, namely the adsorption test in the reactor containing a Pb solution of 89.37 mg/L with variations in the types of gypsum and clay adhesives, and the composition of 50%, 60%, 70%, and 100% on each adhesive. Sampling at contact time 3, 6, 12, 24 hours. Analysis of Pb, pH, temperature, and EC content was carried out on the solution samples. The PRB samples were analyzed for their protection level through TCLP test and compressive strength test. The analysis of all parameters aims to find out the most effective type and composition of adhesives. The type and composition of the adhesive affect the adsorption ability of Pb by PRB. In addition, the efficiency of removal is also affected by pH, temperature, and EC. Higher pH affects the increase in removal efficiency because Pb+ ions bind to OH-. The type and composition of the adhesive affect the adsorption ability of Pb by PRB. In addition, the efficiency of the allowance is also affected by pH, temperature, and EC. Higher pH affects the increase in allowance efficiency as Pb+ ions bind to OH-. The composition and type of the most effective adhesives are reviewed from the characteristics of high clearance efficiency, low TCLP levels, affordable cost, and low energy requirements as well as long-term application potential. The results of the scoring analysis showed that the composition and type of the most effective adhesive was gypsum 60% at 24-hour contact time was able to achieve an allowance efficiency of 61.94%, TCLP Pb level of 0.419 – 0.824 mg/L. The compressive strength of the 50% composition gypsum adhesive type was 1.702 Mpa

In-Situ Growth Dan Deposisi Nanokomposit CuO/TiO₂ Pada Titanium Foil: Pendekatan Baru Untuk Meningkatkan Reaksi Evolusi Hidrogen.

Produksi hidrogen melalui reaksi evolusi hidrogen (HER) dianggap sebagai kandidat kuat sebagai pembawa energi di masa depan karena hidrogen memiliki kerapatan energi tinggi dan ramah lingkungan. Meskipun demikian, efisiensi produksi dan biaya masih menjadi tantangan utama. TiO₂ telah muncul sebagai material fotokatalitik yang unggul, dengan Ti-foil sebagai sumber yang memungkinkan sintesis TiO₂ berkualitas tinggi. Namun, TiO₂ memiliki keterbatasan dalam aplikasi fotokatalitik karena konduktivitas rendah dan celah pita optik yang lebar. Penggabungan CuO dengan TiO₂ bertujuan untuk mengatasi masalah ini, memanfaatkan bandgap CuO yang lebih rendah untuk memperluas penyerapan cahaya dan meningkatkan pemisahan muatan. Penelitian ini berfokus pada sintesis komposit CuO/TiO₂ melalui metode in-situ growth dan deposisi dari Ti-foil, dengan tujuan mengoptimalkan aktivitas fotokatalitik untuk aplikasi HER. Karakterisasi yang dilakukan dengan teknik XRD, FESEM, EDX, FTIR, XPS dan UV-DRS mengonfirmasi pembentukan komposit CuO/TiO₂. Dalam aplikasi reaksi evolusi hidrogen, bentuk pelat membuat pemisahan residu dalam aplikasi reaksi evolusi hidrogen (HER) tidak diperlukan, sehingga material fotokatalis dapat digunakan kembali dengan mudah dan efisien. Komposit CuO/TiO₂ yang menggunakan variasi konsentrasi Cu(NO3)2.6H2O 0.5 M tanpa kalsinasi menunjukkan kinerja terbaik dengan produksi hidrogen 6.409 µmol/cm² lebih tinggi daripada TiO₂ ataupun Cu(NO3)2.6H2O dengan kalsinasi yaitu 1.808 µmol/cm² dan 1.274 µmol/cm². ================================================================================================================================= Hydrogen production through the hydrogen evolution reaction (HER) is recognized as a strong candidate for future energy carriers due to its high energy density and eco-friendly characteristics. However, despite its promise as an energy carrier, challenges related to efficiency and production costs remain significant hurdles. Titanium dioxide (TiO₂) has gained attention as an excellent photocatalytic material, with titanium foil serving as a substrate that aids in the synthesis of high-quality TiO₂. Yet, TiO₂ suffers from drawbacks in photocatalytic applications, including poor electrical conductivity and a wide optical bandgap. To mitigate these limitations, copper oxide (CuO) is incorporated into TiO₂, leveraging CuO’s narrower bandgap to improve light absorption and enhance charge separation efficiency. This research focuses on the fabrication of CuO/TiO₂ composites through in-situ growth and deposition using titanium foil as the base material. The goal is to optimize the composite’s photocatalytic performance for HER applications. Various characterization techniques, such as X-ray diffraction (XRD), field emission scanning electron microscopy (FESEM), energy-dispersive X-ray spectroscopy (EDX), Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), X-ray photoelectron spectroscopy (XPS), and ultraviolet-visible diffuse reflectance spectroscopy (UV-DRS), confirmed the successful synthesis of the CuO/TiO₂ composite. In HER applications, the flat plate structure eliminates the need for separating residues, allowing the photocatalytic material to be reused efficiently without additional processing. Among the synthesized composites, the CuO/TiO₂ sample prepared using a 0.5 M Cu(NO3)2·6H2O precursor without calcination demonstrated the highest hydrogen production rate, achieving 6.409 µmol/cm². This performance significantly exceeded that of pure TiO₂ (1.808 µmol/cm²) and the calcined 0.5 M Cu(NO3)2·6H2O composite (1.274 µmol/cm²)

Analisi Tekno-Ekonomi dan Performa Penangkapan CO2 Menggunakan Supersonic Separator dan Methyldiethanolamine-Based Natural Gas Sweetening

Studi ini meneliti kinerja dan kelayakan ekonomi teknologi CCUS, dengan fokus pada model Chemical Absorption (CA) yang umum digunakan dalam proses natural gas sweetening untuk menangkap CO₂ di berbagai sektor industri. Mengingat bahwa biaya penangkapan CO₂ mencapai 70-80% dari total biaya CCUS, analisis tekno-ekonomi dilakukan untuk mengoptimalkan proses dan mengurangi pengeluaran. Proses CA yang menggunakan pelarut MDEA dibandingkan dengan model Supersonic Separator (SS) untuk menilai kinerja, efisiensi, dan kelayakan ekonominya. Validasi model menunjukkan kesesuaian yang baik, di mana CA memiliki total duty tertinggi yaitu 64,39 MW, menjadikannya lebih boros energi, sedangkan SS beroperasi dengan beban jauh lebih rendah yaitu 18,99 MW, menunjukkan efisiensi energi yang lebih baik. Dari segi efisiensi exergy, SS secara umum lebih unggul dibandingkan CA dalam gas alam yang kaya CO₂, dengan efisiensi maksimum 74,01%, karena tidak memerlukan proses regenerasi pelarut. Namun, pada gas alam yang memiliki karakteristik komposisi kaya metana, tekanan tinggi yaitu 51,34 bar, dan molar flow yang besar yaitu 50 MMSCFD, CA justru mencapai tingkat penghilangan CO₂ yang tinggi sebesar 85,13%, sehingga lebih efektif dalam kondisi spesifik ini. Konsentrasi CO₂ dalam gas alam sangat mempengaruhi kinerja SS. Pada kadar CO₂ yang lebih tinggi, temperatur titik embun meningkat, memungkinkan kondensasi pada kondisi yang lebih ringan, sehingga transisi fasa dan efisiensi pemisahan meningkat. Selain itu, konsentrasi CO₂ yang lebih tinggi mendorong pembentukan droplet yang lebih besar, yang lebih mudah dipisahkan melalui gaya sentrifugal. Sebaliknya, pada gas alam dengan kadar CO₂ rendah, jumlah inti kondensasi lebih sedikit, sehingga efisiensi pemisahan berkurang dan kinerja SS menjadi kurang optimal. Analisis ekonomi menunjukkan bahwa CA memberikan pengembalian investasi lebih cepat (payback period: 4 tahun, IRR: 25,66%, NPV: $51.996.220), sehingga lebih cocok untuk operasi jangka pendek yang sensitif terhadap biaya. Sementara itu, SS, meskipun memiliki periode pengembalian lebih lama yaitu 5 tahun, menawarkan profitabilitas lebih tinggi (NPV:$176.773.577, penjualan tahunan: $72.488.729), menjadikannya pilihan yang lebih ideal untuk proyek skala besar jangka panjang. Secara keseluruhan, SS lebih efektif dalam menangani gas alam dengan kadar CO₂ tinggi, sementara CA tetap menjadi pilihan unggul untuk gas kaya metana dengan tekanan dan molar flow tinggi. ============================================================================================================================ This study investigates the performance and economic feasibility of CCUS technologies, focusing on the widely used Chemical Absorption (CA) model in natural gas sweetening for CO₂ capture across various industrial sectors. Given that CO₂ capture accounts for 70-80$51,996,220), making it suitable for cost-sensitive, short-term operations. In contrast, SS, despite a longer payback period of 5 years, offers higher profitability (NPV: $176,773,577, annual sales:$72,488,729), making it ideal for long-term, large-scale projects. Ultimately, SS is most effective in high-CO₂ natural gas streams, while CA remains advantageous in methane-rich fields with high pressure and molar flow

Manajemen Risiko Rantai Pasok Industri Konstruksi Pada Studi Kasus Proyek Pembangunan Bandara: Identifikasi, Dampak, Dan Strategi Mitigasi

Sektor konstruksi dikenal dengan tingkat kompleksitas yang tinggi dan tantangan dalam menjaga kinerja terkait waktu, biaya, dan kualitas. Identifikasi risiko sejak tahap awal menjadi langkah penting untuk memitigasi dampak negatif terhadap proyek. Penelitian ini menganalisis risiko rantai pasok dalam proyek pembangunan Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) di Bandara X dengan menggunakan metode FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) dan melengkapi keterbatasannya dengan metode WASPAS (Weighted Aggregated Sum Product Assessment). Metode FMEA digunakan untuk menghitung Risk Priority Number (RPN) berdasarkan parameter severity, occurrence, dan detection, sementara metode WASPAS diterapkan untuk meningkatkan akurasi analisis dengan memberikan bobot berbeda pada tiap parameter setelah itu langkah mitigasi diusulkan berupa pengurangan dan transfer risiko untuk meminimalkan dampaknya terhadap proyek. Studi ini menunjukkan efektivitas integrasi metode FMEA dan WASPAS dalam memberikan analisis risiko yang lebih akurat dan mendukung pengambilan keputusan mitigasi risiko yang optimal. Dari 31 risiko didapatkan 4 risiko yang termasuk dalam kategori high risk yaitu Perubahan desain Teknik dari konsultan saat material sudah dipesan, Perubahan waktu pekerjaan di lapangan yang tidak sesuai rencana, pengiriman ulang material akibat perbedaan gambar dan spesifikasi dan kesalahan manajemen waktu atau sumber daya oleh subkontraktor yang menghambat progres. Sebagai contoh rekomendasi mitigasi dari risiko perubahan desain teknik saat dalam pemesanan yaitu melakukan audit desain menyeluruh sebelum pemesanan dengan verifikasi dari konsultan teknik dan pengawas. =================================================================================================================================== The construction sector is known for its high level of complexity and challenges in maintaining performance related to time, cost, and quality. Identifying risks from an early stage is an important step to mitigate negative impacts on the project. This research analyzes supply chain risks in the construction project of the Aircraft Refueling Depot (DPPU) at X Airport using the FMEA (Failure Modes and Effects Analysis) method and complements its limitations with the WASPAS (Weighted Aggregated Sum Product Assessment) method. The FMEA method is used to calculate the Risk Priority Number (RPN) based on severity, occurrence, and detection parameters, while the WASPAS method is applied to improve the accuracy of the analysis by assigning different weights to each parameter after which mitigation measures are proposed in the form of risk reduction and transfer to minimize their impact on the project. This study demonstrates the effectiveness of the integration of FMEA and WASPAS methods in providing more accurate risk analysis and supporting optimal risk mitigation decision making. Of the 31 risks, 4 risks were found to be in the high risk category, namely changes in engineering design from consultants when materials have been ordered, changes in the time of work in the field that are not according to plan, resubmission of materials due to differences in drawings and specifications and mismanagement of time or resources by subcontractors that hinder progress. As an example of mitigation recommendations from the risk of changes in engineering design when ordering, namely conducting a thorough design audit before ordering with verification from engineering consultants and supervisors

Formulasi Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan (KKBK) Bandar Udara Internasional Juanda di Sidoarjo

KKBK secara teori disebut Public Safety Zone (PSZ) adalah area di sekitar landasan pacu di mana pembangunan sipil dan industri dibatasi untuk menahan risiko orang yang tinggal di dekat bandara terkena dampak kecelakaan pesawat (Davies, P. A., and D. J. Quinn:2004). Bandar udara Internasional Juanda perlu mengantisipasi perkembangan kota agar tidak engokupasi area riskan tersebut. Karenanya penelitian ini bertujuan untuk menyusun formulasi pengendalian pemanfaatan ruang di area Kawasan Kemungkinan Bahaya Kecelakaan (KKBK). Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengumpulan primer dan sekunder. Sedangkan metode nalisisnya berupa content analysis, overlay GIS dan delphi. Kesimpulan, pertama, analisis ketentuan KKBK menunjukkan ketentuan eksisting (Kode ED/EM/EL) berupa bersyarat/terbatas. Zona dalam (Kode ZD) merupakan area yang restricted dan sangat membatasi bangunan, yang diperbolehkan adalah penggunaan transportasi yang menunjang aktivitas kebandarudaraan, serta yang sifatnya tanah lapang dan terbuka. Untuk zona menengah (Kode ZM) adalah zona yang dinamis, terdapat aktivitas yang B/T ataupun X. Sedangkan di zona luar (Kode ZL) umumnya B/T dan I. Kedua, terdapat ketidaksesuaian pada penilaian penggunaan lahan eksisting dengan teori ketentuan rencana KKBK, Penilaian rencana pola ruang dengan teori ketentuan rencana KKBK pada zona 600-1500 meter, 1500-3000 meter dan 0-1100 meter. Ketiga, hasil ITBX pada masing-masing zona. Pada zona 600-1500 dan 0-1100 meter yang melarang fasilitas pendidikan, fasilitas peribadatan, kantor kelembagaan, kos dan hotel. Sedangkan yang dilarang di semua zona adalah pertamini.SPBU, selebihnya Bersyarat/Terbatas. Sedangkan strategi implementasi ketentuan KKBK yaitu: perlakuan terhadap eksisting yang tidak sesuai ketentuan KKBK, penyusunan dokumen rencana tata ruang, penerapan insentif dan disinsteif, sosialisasi dan kampanye, edukasi, pengawasan dan monitoring, kerjasama antar stakeholder, dukungan teknologi inoformasi peta spasial. Diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dan secara praktis bermanfaat oleh stakeholder terkait. ================================================================================================================================== KKBK is theoretically called a Public Safety Zone (PSZ) which is an area around a runway where civil and industrial development is restricted to contain the risk of people living near the airport being affected by a plane crash (Davies, P. A., and D. J. Quinn: 2004). Juanda International Airport needs to anticipate city development so as not to occupy this risky area. Therefore, this research aims to develop a formulation for controlling space utilization in the Possible Accident Hazard Area (KKBK) area. The data collection methods used in this research are primary and secondary collection. Meanwhile, the analysis methods are content analysis, GIS overlay and Delphi. Conclusion, first, analysis of the KKBK provisions shows that the existing provisions (ED/EM/EL Codes) are conditional/limited. The inner zone (Code ZD) is a restricted area and strictly limits buildings, what is permitted is the use of transportation that supports airport activities, as well as those that are open and open land. The middle zone (ZM Code) is a dynamic zone, there are activities that are B/T or , Assessment of spatial pattern plans using the theory of KKBK plan provisions in the 600-1500 meter, 1500-3000 meter and 0-1100 meter zones. Third, ITBX results in each zone. In the 600-1500 and 0-1100 meter zones, educational facilities, worship facilities, institutional offices, boarding houses and hotels are prohibited. Meanwhile, what is prohibited in all zones is pertamini.SPBU, the rest are Conditional / Limited. Meanwhile, the strategy for implementing KKBK provisions is: treatment of existing properties that do not comply with KKBK provisions, preparation of spatial planning documents, implementation of incentives and disinsteives, outreach and campaigns, education, supervision and monitoring, collaboration between stakeholders, support for spatial map information technology. It is hoped that this research can add knowledge and be practically useful for relevant stakeholders