Jurnal Fitopatologi Indonesia
Not a member yet
    380 research outputs found

    Begomovirus Associated with Yellow Mosaic Symptom on Eggplant Plant in Bengkulu: Begomovirus Associated with Yellow Mosaic Symptom on Eggplant Plant in Bengkulu

    No full text
    Eggplant (Solanum melongena) is a horticultural crop that has high economic value and is widely cultivated. One of the obstacles to eggplant cultivation is virus infection that causes diseases. In several eggplant fields in Bengkulu, systemic symptoms of yellow mosaic were found which were similar to Begomovirus infection in chilies. Research was conducted to detect and identify Begomovirus as the causal agent of yellow mosaic symptoms on eggplant plants in Bengkulu and its association with betasatellites. Samples were taken by purposive sampling from eggplant fields in Bengkulu City, Central Bengkulu Regency, North Bengkulu Regency, Kepahiang Regency, and Rejang Lebong Regency. Virus detection was carried out by PCR method using Begomovirus universal primers and betasatellite specific primers followed by confirmation of virus identity by DNA sequencing. PCR using universal Begomovirus and betasatellite primers was successfully amplified DNA fragments measuring ±912 bp and ±1300 bp, respectively from leaf samples with symptoms of yellow mosaic, leaf malformation and thickening of leaf veins. Based on DNA sequencing, samples from North Bengkulu and Kepahiang showed the highest homology 99% with Tomato yellow leaf curl Kanchanaburi virus (TYLCKaV) from Indonesia, Malaysia and Thailand. These findings are the first reports of TYLCKaV infection and its association with Begomovirus betasatellites on eggplant in Bengkulu.Terung (Solanum melongena) merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan dibudidayakan secara luas. Salah satu kendala budi daya tanaman terung ialah adanya infeksi virus yang menyebabkan penyakit. Pada beberapa pertanaman terung di Bengkulu ditemukan gejala sistemik mosaik kuning yang mirip dengan infeksi Begomovirus pada cabai. Penelitian bertujuan mendeteksi dan mengidentifikasi penyebab gejala mosaik kuning pada tanaman terung di Bengkulu yang diduga disebabkan oleh Begomovirus dan berasosiasi dengan betasatelit. Sampel diambil secara purposive dari pertanaman terung di Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Kepahiang, dan Kabupaten Rejang Lebong. Deteksi virus dilakukan dengan metode PCR menggunakan primer universal Begomovirus dan primer spesifik betasatelit serta identitas virus dikonfirmasi dengan perunutan sikuen DNA. PCR dengan primer universal Begomovirus dan betasatelit berhasil mengamplifikasi DNA berturut-turut berukuran ±912 pb dan ±1300 pb dari sampel daun yang bergejala mosaik kuning, malformasi daun, dan penebalan tulang daun. Berdasarkan hasil perunutan DNA sampel dari Bengkulu Utara dan Kepahiang menunjukkan homologi tertinggi berkisar 99% dengan Tomato yellow leaf curl Kanchanaburi virus (TYLCKaV) asal Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Hasil deteksi dan identifikasi ini merupakan laporan pertama infeksi TYLCKaV dan asosiasinya dengan betasatelit Begomovirus pada terung di Bengkulu

    Perlakuan Panas Kering dan Ekstrak Rimpang Lengkuas terhadap Benih Kedelai Terinfeksi Xanthomonas axonopodis: Dry Heat Treatment and Galangal Rhizome Extract on Soybean Seeds Infected with Xanthomonas axonopodis

    Get PDF
    Dry Heat Treatment and Galangal Rhizome Extract on Soybean Seeds Infected with Xanthomonas axonopodis Soybean (Glycine max) is one of the sources of vegetable protein whose demand continues to increase. One of the main obstacles in soybean cultivation is the bacterial pustule seed-borne disease caused by Xanthomonas axonopodis pv. glycine. This study aimed to evaluate dry heat treatment and galangal rhizome extract on the suppression of X. axonopodis pv. glycine population and vigor of soybean seeds infected with the bacteria. The study was arranged in a completely randomized design. The first experiment was dry heat treatment at 45 ℃ with heating times of 6, 12, and 24 hours, and control without heating. The second experiment was soaking the seeds for one hour in galangal rhizome extract with concentrations of 25%, 20%, and 15%, and the control (water). The variables observed were bacterial population, germination, vigor, and viability of the seeds. The results showed that heat treatment and galangal rhizome extract had a significant effect on reducing the population of X. axonopodis carried by soybean seeds. Treatment of soybean seeds with dry heat for 24 hours caused the seeds to be free of X. axonopodis, but seed germination and vigor decreased. While seed treatment with 25% galangal rhizome extract caused the X. axonopodis population to decrease to 7.0 × 102 cfu mL-1, while not affecting soybean vigor and viability. The results indicate that dry heat treatment has better potential than galangal rhizome extract in eliminating X. axonopodis in soybean seeds. However, because heat treatment has a negative impact on seed germination, it is necessary to find the optimal heating temperature and time to suppress X. axonopodis populations without reducing seed viability.Kedelai (Glycine max) adalah salah satu sumber protein nabati yang kebutuhannya terus meningkat. Salah satu kendala utama pada budi daya kedelai ialah penyakit tular benih membisul oleh bakteri Xanthomonas axonopodis pv. glycine. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi perlakuan panas kering dan ekstrak rimpang lengkuas terhadap penekanan populasi X. axonopodis pv. glycine dan vigor benih kedelai yang terinfeksi bakteri. Penelitian disusun dalam rancangan acak lengkap. Percobaan pertama ialah perlakuan panas kering pada suhu 45 ℃ dengan waktu pemanasan 6, 12, dan 24 jam, serta kontrol tanpa pemanasan. Percobaan kedua ialah perendaman biji selama satu jam di dalam ekstrak rimpang lengkuas dengan konsentrasi 25%, 20%, dan 15%, serta kontrol (air). Peubah yang diamati ialah jumlah populasi bakteri, daya kecambah, vigor, dan viabilitas benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan panas dan ekstrak rimpang lengkuas berpengaruh nyata terhadap penurunan populasi X. axonopodis terbawa benih kedelai. Perlakuan benih kedelai dengan panas kering selama 24 jam menyebabkan benih bebas dari X. axonopodis, tetapi perkecambahan dan vigor benih mengalami penurunan. Sementara perlakuan benih dengan ekstrak rimpang lengkuas 25% menyebabkan populasi X. axonopodis menurun hingga 7.0 × 102 cfu mL-1, dengan tidak memengaruhi vigor dan viabilitas kedelai. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa perlakuan panas kering memiliki potensi lebih baik dibandingkan dengan ekstrak rimpang lengkuas dalam mengeleminasi X. axonopodis dalam benih kedelai. Namun, karena perlakuan panas memiliki dampak negatif terhadap perkecambahan benih maka perlu dicari  suhu dan waktu pemanasan yang optimal untuk menekan populasi X. axonopodis tanpa mengurangi viabilitas benih

    Keefektifan Senyawa Bioaktif Klon Pustaka Metagenomik sebagai Biokontrol Meloidogyne incognita dan Pemacu Pertumbuhan Tanaman: Effectiveness of the Bioactive Compound from Metagenomic Library Clones as Biocontrol of Meloidogyne incognita and Plant Growth Promoter

    Get PDF
    Metagenomik merupakan teknik untuk mengeksplorasi sumber daya kekayaan genetik mikrob pada suatu lingkungan, termasuk mikrob yang dapat berperan sebagai agens biokontrol. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh isolat klon pustaka metagenomik asal kakao (PMP7, PMC8, PMS14, PMC3, PMC13, PMC14, dan PMS11) sebagai agens pengendalian nematoda puru akar Meloidogyne incognita dan pemacu pertumbuhan tanaman. Pengujian in vitro dilakukan menggunakan filtrat senyawa bioaktif dari tujuh klon pustaka metagenomik terhadap juvenil 2 nematoda pada cawan petri. Nematoda yang diberi perlakuan senyawa bioaktif diinkubasikan pada suhu 27 ℃ dan diamati mortalitasnya pada 24 jam setelah perlakuan. Karakterisasi fisiologi yang dilakukan terhadap isolat adalah pengujian produksi HCN, enzim kitinase, dan enzim protease. Pengujian secara in planta dilakukan pada pada tanaman mentimun var. Kitoh yang ditanam pada polibag. Nematoda juvenil 2 diinfestasikan pada masing-masing polibag dan perlakuan senyawa bioaktif diberikan dengan menyiramkan suspensi pada 14 dan 30 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan setiap minggu hingga puru terbentuk pada perakaran tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh isolat klon pustaka metagenomik memiliki kemampuan nematisidal dengan tingkat mortalitas in vitro mencapai 96%–100% dan mampu memproduksi enzim protease dengan indeks proteolitik mencapai 0.13-0.6. Pada uji in planta isolat PMS11 mampu menekan keparahan puru akar dengan keefektifan penekanan mencapai 54.63%. Dua isolat, yaitu PMC8 dan PMS14 memiliki kemampuan memacu pertumbuhan tanaman yang terbaik.Effectiveness of the Bioactive Compound from Metagenomic Library Clones as Biocontrol of Meloidogyne incognita and Plant Growth Promoter Metagenomics is a technique for exploring the genetic diversity of microbes in an environment, including those that can act as biocontrol agents. This research aims to determine the effectiveness of bioactive compounds produced by the isolates of metagenomic library clones from cocoa (PMP7, PMC8, PMS14, PMC3, PMC13, PMC14, and PMS11) as agents for controlling root knot nematode Meloidogyne incognita and promoting plant growth. In vitro testing was carried out using filtrates of bioactive compounds from seven metagenomic library clones on juvenile 2 nematodes in petri dishes. Nematodes treated with bioactive compounds were incubated at 27 ℃ and their mortality was observed 24 hours after treatment. The physiological characterization carried out on the clone isolates involved the production of HCN, chitinase and protease enzymes. In planta testing was carried out on cucumber plants var. Kitoh which were planted in polybags. Juvenile 2 nematodes were infested in each polybag and bioactive compound was given by watering the suspension at 14 and 30 days after planting. Observations were conducted every week until galls were formed on the plant roots. The results showed that seven isolates of metagenomic library clones had nematicidal effect with an in vitro mortality rate of 96%–100% and were able to produce protease enzymes with a proteolytic index of 0.13–0.6. In the in planta test, PMS11 isolate was able to suppress the severity of root knots with suppression effectiveness reaching 54.63%. Two isolates, i.e. PMC8 and PMS14, showed the best ability to stimulate plant growth

    Cover Jurnal Fitopatologi Vol. 20 No. 1, Januari 2024: Cover Jurnal Fitopatologi Vol. 20 No. 1, Januari 2024

    No full text
    This editorial contains the front cover, editorial page, and back cover of the Jurnal Fitopatologi Vol. 20 No. 1, Januari 2024.This editorial contains the front cover, editorial page, and back cover of the Jurnal Fitopatologi Vol. 20 No. 1, Januari 2024

    Isolasi Bakteri Filosfer Berpotensi sebagai Penambat Nitrogen dan Deteksi in Vitro Kemampuannya dalam Menghambat Pertumbuhan Colletotrichum : Isolation of Potential Nitrogen-Fixing Phylloplane Bacteria and in Vitro Detection of Their Ability to Inhibit the Growth of Colletotrichum

    Get PDF
    Isolation of Potential Nitrogen-Fixing Phylloplane Bacteria and in Vitro Detection of Their Ability to Inhibit the Growth of Colletotrichum Anthracnose is one of the significant diseases in chili plants caused by Colletotrichum spp., with potential yield losses of up to 100%. The negative impact of fungicide use forces the search for biocontrol agents as part of environmentally friendly disease management. One of the sources where these biocontrol agents can be found is in the phyllosphere. This experiment aimed to obtain antagonistic bacteria from the phyllosphere of healthy chili plants that have the potential to be developed as biocontrol agents and potentially increase the nutrition uptake through nitrogen-fixation. Healthy chili plants were obtained from red chili plantations in Cijambu Village and Nanggerang Village, Sumedang Regency, West Java. Isolation using Nitrogen-free media and screening for antagonistic activity resulted in the isolation of eight bacterial strains, namely strains CJB1, CJB2, CJB3, CJB4, CJB5, NGR1, NGR2, and NGR3. The antagonistic tests on these eight bacterial strains were then conducted against various Colletotrichum spp. strains from different chili cultivation centers in Garut, Lembang, Sumedang, and Jatinangor. The testing was carried out using a dual-culture method followed by the examination of volatile compound activity using the double compartment method. The results showed that phyllosphere bacteria NGR1, CJB1, and CJB5 consistently demonstrated abilities to inhibit the growth of four Colletotrichum spp. strains, both directly through antagonistic tests and based on the volatile anticendawan compound activity produced by these bacterial strains. Malformations in the mycelium of Colletotrichum spp. were also detected when the pathogen was directly exposed to phyllosphere bacteria or their volatile compounds. This experiment indicates that phyllosphere bacteria that potentially capable of fixing nitrogen also have the potential to be developed as biocontrol agents for Colletotrichum spp.Antraknosa merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman cabai yang disebabkan oleh Colletotrichum spp. dengan tingkat kehilangan hasil yang dapat mencapai 100%. Dampak negatif penggunaan fungisida menyebabkan diperlukannya pencarian agens biokontrol sebagai bagian dari pengendalian penyakit yang ramah lingkungan. Salah satu sumber ialah agens biokontrol dari bagian filosfer. Percobaan ini bertujuan mendapatkan bakteri antagonis asal filosfer daun tanaman cabai sehat yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens biokontrol sekaligus berpotensi meningkatkan perolehan nutrisi bagi tanaman melalui fiksasi nitrogen. Tanaman cabai sehat diperoleh dari pertanaman cabai merah di Desa Cijambu dan Desa Nanggerang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Hasil isolasi menggunakan medium bebas nitrogen dan hasil skrining aktivitas antagonisme diperoleh delapan galur bakteri, yaitu CJB1, CJB2, CJB3, CJB4, CJB5, NGR1, NGR2, dan NGR3. Delapan galur bakteri tersebut diuji dengan beberapa galur Colletotrichum spp. asal beberapa sentra pertanaman cabai di Garut, Lembang, Sumedang dan Jatinangor. Pengujian dilakukan menggunakan metode biakan ganda yang dilanjutkan dengan pengujian aktivitas senyawa volatil dengan metode double compartment. Hasil percobaan menunjukkan diperolehnya bakteri filosfer NGR1, CJB1, dan CJB5 yang secara konsisten menunjukkan kemampuan yang baik dalam menghambat pertumbuhan empat galur Colletotrichum spp., baik secara langsung melalui uji antagonis maupun berdasarkan uji aktivitas anticendawan senyawa volatil yang dihasilkan galurnya. Malformasi pada miselium Colletotrichum spp. juga terdeteksi ketika patogen dihadapkan secara langsung dengan bakteri filosfer maupun oleh senyawa volatil yang dihasilkannya. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa bakteri filosfer yang berpotensi dapat memfiksasi N ini juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens biokontrol Colletotrichum spp

    ERRATUM: ERRATUM

    Get PDF
    Erratum pada artikel: Hartati S, Meliansyah R, Mayanti T. 2024. Potensi Senyawa Volatil dari Khamir untuk Mengendalikan Cercospora coffeicola. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):1-16. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.1-14. Fauziyah Q, Ramdan EP, Risnawati R, Yulianti F. 2024. Perlakuan Panas Kering dan Ekstrak Rimpang Lengkuas terhadap Benih Kedelai Terinfeksi Xanthomonas axonopodis. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):17-25. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.15-23. Kurniawati F, Supramana, Hidayat SH, Tondok ET, Syafutra H. 2024. Perbanyakan Nematoda Daun Aphelenchoides fragariae pada Biakan Cendawan. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):26-33. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.24-31.   Pada versi asli artikel ini, gaya selingkung untuk judul dan keterangan pada tabel dan gambar hanya tertulis dalam bahasa Indonesia. Perubahan gaya selingkung telah dilakukan pada seluruh tabel dan gambar, yaitu dengan judul dan keterangan dalam bahasa Inggris. Selain itu, terdapat perubahan nomor halaman terhadap tiga artikel di atas, yaitu: Nomor halaman untuk artikel Hartati S, Meliansyah R, Mayanti T. 2024. Potensi Senyawa Volatil dari Khamir untuk Mengendalikan Cercospora coffeicola. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):1-16. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.1-14 tertulis “1-14” diubah menjadi “1-16’. Nomor halaman untuk artikel Fauziyah Q, Ramdan EP, Risnawati R, Yulianti F. 2024. Perlakuan Panas Kering dan Ekstrak Rimpang Lengkuas terhadap Benih Kedelai Terinfeksi Xanthomonas axonopodis. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):17-25. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.15-23 tertulis “15-23” diubah menjadi “17-25”. Nomor halaman untuk artikel Kurniawati F, Supramana, Hidayat SH, Tondok ET, Syafutra H. 2024. Perbanyakan Nematoda Daun Aphelenchoides fragariae pada Biakan Cendawan. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):26-33. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.24-31 tertulis “24-31” diubah menjadi “26-33” Perbaikan telah dilakukan di situs web dan versi artikel PDF.Erratum to: Hartati S, Meliansyah R, Mayanti T. 2024. Potensi Senyawa Volatil dari Khamir untuk Mengendalikan Cercospora coffeicola. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):1-16. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.1-14. Fauziyah Q, Ramdan EP, Risnawati R, Yulianti F. 2024. Perlakuan Panas Kering dan Ekstrak Rimpang Lengkuas terhadap Benih Kedelai Terinfeksi Xanthomonas axonopodis. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):17-25. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.15-23. Kurniawati F, Supramana, Hidayat SH, Tondok ET, Syafutra H. 2024. Perbanyakan Nematoda Daun Aphelenchoides fragariae pada Biakan Cendawan. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):26-33. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.24-31.   In the original version of this article, the title and caption for tables and figures were only in written Indonesian. A change of style has been made to all tables and figures, with adding a titles and captions in English. Furthermore, there are changes to the page numbers as follows: The page number for the article Hartati S, Meliansyah R, Mayanti T. 2024. Potensi Senyawa Volatil dari Khamir untuk Mengendalikan Cercospora coffeicola. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):1-16. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.1-14 written "1-14" is changed to "1-16". The page number for the article Fauziyah Q, Ramdan EP, Risnawati R, Yulianti F. 2024. Perlakuan Panas Kering dan Ekstrak Rimpang Lengkuas terhadap Benih Kedelai Terinfeksi Xanthomonas axonopodis. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):17-25. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.15-23 written “15-23” is changed to “17-25”. The page number for the article Kurniawati F, Supramana, Hidayat SH, Tondok ET, Syafutra H. 2024. Perbanyakan Nematoda Daun Aphelenchoides fragariae pada Biakan Cendawan. Jurnal Fitopatologi Indonesia. 20(1):26-33. DOI: https://doi.org/10.14692/jfi.20.1.24-31 written “24-31” is changed to “26-33” The correction has been made on the website and in the PDF version of the article

    Khamir Filoplan pada Kakao dan Kemampuannya Menghambat Phytophthora palmivora In Vitro : Khamir Filoplan pada Kakao dan Kemampuannya Menghambat Phytophthora palmivora In Vitro

    No full text
    Cocoa is an economically valuable plantation commodity, but its cultivation often faces a significant challenge, which is caused by the Phytophthora palmivora. Phylloplane yeast has an important role in protecting plant surfaces from pathogen infection. The aim of the study was to assess the diversity of phylloplane yeasts found on cocoa fruits, and determine them as biological control agents for P. palmivora. The metode include isolating yeasts from young, old and rotten cocoa pods and testing them as antagonists against P. palmivora. The findings of this study yielded eight yeast isolates that were significant in inhibiting the growth of P. palmivora. These isolates spanned across six genera, including Debaryomyces sp., Metschnikowia sp., Zygosaccharomyces sp., Candida sp., Wickerhamomyces sp., and Cryptococcus sp. Candida sp.2 and Wickerhamomyces sp. as particularly promising species species that had a consistently resistant level of inhibitory effect, achieved percentage inhibition of 36.26% (10.8 mm) and 34.44% (9.6 mm), respectively.Kakao merupakan komoditas perkebunan yang bernilai ekonomis, namun dalam pembudidayaannya sering kali menghadapi tantangan yang cukup besar yaitu penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora. Khamir filoplan memiliki peran yang penting dalam melindungi permukaan tanaman dari infeksi patogen. Tujuan penelitian ini ialah mengisolasi khamir filoplan pada buah kakao dan menentukan sebagai agens pengendali hayati untuk mengendalikan P. palmivora. Kegiatan meliputi isolasi khamir dari buah kakao muda, tua, dan busuk dan mengujinya sebagai antagonis P. palmivora. Temuan penelitian ini menghasilkan delapan isolat khamir yang signifikan dalam menghambat pertumbuhan P. palmivora, yaitu Debaryomyces sp, Metschnikowia sp, Zygosaccharomyces sp, Candida sp, Wickerhamomyces sp, dan Cryptococcus sp. Khamir Candida sp.2 dan Wickerhamomyces sp. sebagai spesies yang memiliki tingkat efek penghambatan yang resisten secara konsisten, mencapai persentase penghambatan masing-masing 36.26% (10.8 mm) dan 34.44% (9.6 mm)

    Streptomyces spp. as Biocontrol Agents of Fusarium Basal Rot on Shallots: Streptomyces spp. as Biocontrol Agents of Fusarium Basal Rot on Shallots

    No full text
    Streptomyces spp. as Biocontrol Agents of Fusarium Basal Rot on Shallots Streptomyces spp. have been widely studied as biological control agents of plant diseases because of their ability to produce various types of antibiotics, especially anti-fungal compounds. Its application to control Fusarium oxysporum f. sp. cepae causes fusarium basal rot disease on shallots in Indonesia has not been explored. The tests carried out included testing the effectiveness of Streptomyces spp. on shallot growth and fusarium basal rot disease incidence, as well as analyzing the compounds produced by Streptomyces spp. The test results show that Streptomyces spp. could not increase the growth parameters. Meanwhile, the application of Streptomyces spp. able to suppress the incidence of fusarium basal rot disease and prolong the incubation period of the pathogen. Analysis of the crude extract of S. lydicus ABF 59 showed that five dominant compounds are antifungal, namely, d-limonene, tridecane, o-cymene, 2,4-di-tert-butylphenol (2,4-DTBP), and hexadecanoic acid, methyl ester.Streptomyces spp. telah banyak diteliti sebagai agens pengendali hayati penyakit tanaman karena kemampuannya dalam menghasilkan berbagai jenis antibiotik, terutama senyawa-senyawa anticendawan. Aplikasinya untuk pengendalian Fusarium oxysporum f. sp. cepae penyebab penyakit busuk fusarium pada bawang merah di Indonesia belum dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi efektivitas Streptomyces spp. dalam mengendalikan F. oxysporum f. sp. cepae serta senyawa apa saja yang dihasilkan. Pengujian yang dilakukan meliputi uji efektivitas Streptomyces spp. terhadap pertumbuhan bawang merah dan insidensi penyakit busuk fusarium, serta analisis senyawa yang dihasilkan oleh Streptomyces spp. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Streptomyces spp. tidak dapat meningkatkan parameter pertumbuhan. Sementara itu, pemberian Streptomyces spp. mampu menekan insidensi penyakit busuk fusarium dan memperpanjang masa inkubasi patogen. Analisis ekstrak kasar S. lydicus ABF 59 menunjukkan terdapat lima senyawa dominan yang bersifat anticendawan yaitu, d-limonene, tridecane, o-cymene, 2,4-di-tert-butylphenol (2,4-DTBP), dan hexadecanoic acid, methyl ester

    Potensi Senyawa Volatil dari Khamir untuk Mengendalikan Cercospora coffeicola : Potency of Yeast’s Volatile Compounds to Control Cercospora coffeicola

    Get PDF
    Potency of Yeast’s Volatile Compounds to Control Cercospora coffeicola Cercospora leaf spot caused by Cercospora coffeicola is a major disease on coffee plants. Antifungal volatiles produced by some antagonistic agents can be useful in biological control approach of this pathogen. Some yeasts have been reported to produce antifungal volatiles and may have the potency as antagonistic agents against fungal pathogens. This research was aimed to determine the morphological characteristics of the yeast isolates and their ability to suppress C. coffeicola by producing antifungal volatiles. The yeasts were isolated from coffee leaves and berries grown in several location at Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung and Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. The research was started by isolation of yeasts and followed by morphological characterization of yeasts’ colony. The potency of the volatiles produced by the antagonistic isolates were tested in vitro using double dish system. As many as 52 yeast isolates were obtained. The dominant colors of the yeasts colonies on PDA were white, cream, and orange, with smooth, serrated, and filamentous edges. The colony shapes were round to irregular. The microscopic observation showed that the cells were round, ovate, and elongated, with the size ranged around 2.59-18.13 × 1.23-7.77 µm. Those yeasts isolates were able to suppress the growth of C. coffeicola by the activity of antifungal volatile compound, with the inhibition level of 11.85% to 79.26%. The results showed that all the isolates were capable to inhibit the in vitro growth of C. coffeicola.Penyakit bercak daun cercospora yang disebabkan oleh Cercospora coffeicola merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman kopi. Di antara metode alternatif untuk mengendalikan penyakit tanaman ialah dengan memanfaatkan senyawa volatil anticendawan yang dihasilkan oleh agens antagonis. Khamir merupakan salah satu agens yang berperan dan berpotensi menghasilkan senyawa volatil anticendawan. Penelitian ini bertujuan menentukan karakter morfologi khamir dan kemampuannya menghasilkan senyawa volatil yang bersifat anticendawan terhadap C. coffeicola. Isolasi khamir dilakukan dari tanaman kopi di beberapa lokasi di Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung dan Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Tahapan penelitian yang dilakukan terdiri atas isolasi khamir dari daun dan buah kopi, karakterisasi koloni dan sel khamir secara morfologi, dan uji kemampuan anticendawan senyawa volatil khamir secara in vitro dengan metode double dish system. Hasil penelitian didapatkan sebanyak 52 isolat khamir. Karakteristik koloni isolat khamir yang didapatkan didominasi oleh warna putih, krem, dan oranye, memiliki tepian yang rata, bergerigi hingga berfilamen serta memiliki bentuk koloni bulat hingga tidak beraturan. Karakteristik mikroskopis dari isolat khamir yang didapatkan menunjukkan bentuk yang bervariasi, yaitu bulat, bundar telur, jorong, bulat telur, serta memanjang dengan ukuran berkisar 2.59-18.13 × 1.23-7.77 µm. Seluruh isolat khamir yang didapatkan mampu menghambat pertumbuhan C. coffeicola melalui aktivitas senyawa volatil anticendawan dengan tingkat penghambatan berkisar antara 11.85% dan 79.26%.&nbsp

    Nanopartikel Kitosan dan Ekstrak Daun Bugenvil: Karakterisasi dan Aplikasinya untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus strain Blackeye Cowpea

    Get PDF
    Kitosan dan ekstrak kasar daun bugenvil diketahui mampu mengendalikan beberapa virus tanaman termasuk Bean common mosaic virus strain Blackeye Cowpea (BCMV-BlC). Untuk mengurangi penggunaan bahan baku dan peningkatan keefektifan juga stabilitasnya, kedua bahan perlu disintesis menggunakan teknologi nanpopartikel (NP). Penelitian bertujuan menyintesis nanopartikel kitosan, ekstrak daun bugenvil, dan kombinasinya menggunakan modifikasi metode gelasi ionik, mengarakterisasi NP dan mengevaluasi potensi NP untuk mengendalikan BCMV-BlC pada tanaman indikator Chenopodium amaranticolor. Nanopartikel kitosan (Kit-NP), ekstrak daun bugenvil (EDB-NP), dan kombinasinya (KEDB-NP) berhasil disintesis dengan rata-rata ukuran partikel berturut-turut sebesar 99.72, 163.68, dan 221.42 nm berdasarkan pengamatan di bawah transmission electron microscope (TEM) dan berbentuk bola (sferis) berdasarkan hasil analisis scanning electron microscope (SEM). Hasil analisis fourier transform infrared (FTIR), KEDB-NP menunjukkan gugus fungsi berturut-turut hidroksil, alkena, amina, cincin aromatik, dan senyawa alifatik organohalogen. Daun C. amaranticolor yang diberi perlakuan Kit-NP, EDB-NP, KEDB-NP dan juga non-NP pada konsentrasi 100-800 ppm sebelum inokulasi virus menunjukkan jumlah rata-rata lesio lokal nekrotik (LLN) nyata lebih rendah dibandingkan kontrol tanaman sakit tanpa perlakuan dan tidak berbeda nyata antarkonsentrasi. Perlakuan NP dan non-NP sebelum inokulasi virus secara nyata memperpanjang periode inkubasi dan menekan pembentukan LLN dengan keefektifan 67.5%–100% dibandingkan dengan aplikasi setelah inokulasi virus. Di antara konsentrasi yang diuji, konsentrasi NP antara 100 dan 300 ppm yang diaplikasikan sebelum penularan virus menunjukkan paling efektif dalam menghambat pembentukan LLN. Sintesis EDB-NP, Kit-NP, dan KEDB-NP menggunakan sangat sedikit bahan baku, namun keefektifannya sebanding dengan bentuk non-NPnya dalam mengendalikan infeksi BCMV.Nanoparticles of Chitosan and Bougainvillea Leaf Extract: Characterization and Its Application to Control Bean common mosaic virus strain Blackeye Cowpea Chitosan and bougainvillea crude leaf extract is known able to control viruses including Bean common mosaic virus strain Blackeye Cowpea (BCMV-BlC). To reduce the raw material usage and to increase their effectiveness and stability, it is necessary to formulate them using nanoparticle (NP) technology. The research aimed to synthesize nanoparticles of chitosan (Kit-NP), bougainvillea leaf extract (EDB-NP), and their combination (KEDB-NP) using modified ionic gelation method, characterized and evaluated the potential of NPs in controling BCMV-BlC on indicator plant Chenopodium amaranticolor. Kit-NP, EDB-NP, and KEDB-NP were successfully synthesized, with characteristic average particle sizes of 99.72, 163.68, and 221.42 nm, respectively under TEM and have a spherical form under SEM. The FTIR analysis showed that KEDB-NP functional groups were hydroxyl, alkene, amine, aromatic ring, and organohalogen aliphatic compounds. Chenopodium amaranticolor leaves sprayed by those of NPs, as well as their non-NP treatment at a concentration of 100–800 ppm before virus inoculation showed an average number of necrotic local lesion (NLL) significantly lower than untreated control and was not significantly different among concentrations. Those treatments before virus inoculation significantly prolong the incubation period and reduced NLL formation with effectiveness ranging 67.5%–100% in compared with application after virus inoculation. The NPs concentrations between 100 and 300 ppm which is applied before virus inoculation showed the best effectiveness in inhibiting NLL formation. Those of NPs synthesized using greatly less amount of their bulk materials, but their effectiveness are comparable to their non-NP forms in controlling BCMV

    339

    full texts

    380

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal Fitopatologi Indonesia
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇