179 research outputs found

    Penguatan Pemolisian Demokratis dalam Perspektif Pendidikan Kewarganegaraan: Sebuah Analisis Konseptual

    Get PDF
    One effort to strengthen the idea of democratic policing is through civic education. This research has the main aim of analyzing the conceptual aspects contained in civic education in order to provide strengthening ideas for democratic policing. This research also attempts to outline the challenges of democratic policing as viewed from the perspective of civic education in Indonesia. This article uses Gary Goertz's three-level conceptual analysis framework to dissect the conceptual dimensions in civic education that are useful for strengthening democratic policing. Qualitatively, data was obtained using literature studies from various books, journal articles, report documents, and other literature. This study shows that civic education, which is integrated with democracy, politics, law, human rights, anti-corruption, and peace education, can be a vehicle for conceptually strengthening the idea of democratic policing. In addition, this study found a number of challenges for civic education in strengthening democratic policing efforts in Indonesia. The main challenges are the problems that occur in the police institution, including not yet fully supporting democratic culture and spaces for citizens, the issue of police neutrality in political life, the practice of violations of law and human rights by police officers, the existence of corrupt behavior, and the fact that the police has not yet fully become a humanist and non-violent institution. This study requires further research to see to what extent the implementation of the concept of civic education can strengthen democratic policing efforts that are oriented to the citizenship dimension.Salah satu upaya untuk memperkuat gagasan pemolisian demokratis ialah melalui pendidikan kewarganegaraan. Penelitian ini memiliki tujuan utama yakni menganalisis aspek-aspek konseptual yang terdapat dalam pendidikan kewarganegaraan guna memberikan gagasan penguatan bagi pemolisian demokratis. Penelitian ini pun berupaya menguraikan tantangan pemolisian demokratis yang ditinjau dalam perspektif pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Artikel ini menggunakan kerangka analisis konseptual tiga tingkat dari Gary Goertz, guna membedah dimensi konseptual dalam pendidikan kewarganegaraan yang berguna bagi penguatan pemolisian demokratis. Secara kualitatif, data diperoleh dengan menggunakan studi literatur dari berbagai buku, artikel jurnal, dan dokumen laporan-laporan serta literatur lainya. Studi ini menunjukkan bahwa pendidikan kewarganegaraan yang terintegrasi dengan pendidikan demokrasi, politik, hukum, hak asasi manusia, antikorupsi, dan kedamaian, dapat menjadi wahana untuk memperkuat gagasan pemolisian demokratis secara konseptual. Selain itu, studi ini menemukan sejumlah tantangan bagi pendidikan kewarganegaraan dalam memperkuat upaya pemolisian demokratis di Indonesia. Tantangan utamanya ialah adanya problematika yang terjadi di institusi kepolisian meliputi belum sepenuhnya mendukung budaya dan ruang-ruang demokrasi bagi warga negara, isu netralitas kepolisian dalam kehidupan politik, terjadinya praktik pelanggaran hukum dan hak asasi manusia oleh oknum kepolisian, masih adanya perilaku koruptif, dan kepolisian belum sepenuhnya menjadi lembaga yang humanis dan antikekerasan. Studi ini membutuhkan penelitian lebih lanjut guna melihat sejauh mana implementasi konsep pendidikan kewarganegaraan yang dapat memperkuat upaya pemolisian demokratis yang berorientasi pada dimensi kewargaan

    Peranan Lembaga Adat dan Kearifan Lokal dalam Upaya Pencegahan dan Penyelesaian Konflik Horizontal di Provinsi Jambi

    Get PDF
    Conflict between people or between groups of people is a situation that shall always exist in every social interaction. Customary institutions (Lembaga Adat) and local knowledge as part of the structure of a society play a role in influencing conflict attitude and behavior, which may potentially amount to violence. The existence of customary institutions and local knowledge has become one of the community robustness pillars that are expected to overcome any social problems, or to switch people's violent behavior into a positive one without injuring others or the community at large. The role of traditional institutions, based on the functioning of the community in general, is as a common body whenever a situation requires a traditional affirmative action in the society. Traditional institution, as a component of society, is thus essential for the integrity of the structure of society itself, without which a community could lose its identity as a civilized society along with local wisdom within.Konflik antar manusia atau antar kelompok masyarakat adalah suatu situasi yang akan selalu ada dalam interaksi sosial. Lembaga adat dan kearifan lokal sebagai bagian dari struktur masyarakat mempunyai peranan dalam mempengaruhi sikap dan perilaku konflik terutama yang berpotensi terhadap terjadinya kekerasan. Keberadaan lembaga adat dan kearifan lokal ini menjadi salah satu pilar kekokohan masyarakat yang diharapkan mampu mengatasi persoalan-persoalan kemasyarakatan atau mengubah perilaku kekerasan masyarakat menjadi perilaku positif dan tidak merugikan satu dengan yang lainnya atau masyarakat pada umumnya. Peran lembaga adat sesuai dengan fungsi kemasyarakatan secara umum adalah harapan bersama ketika suatu situasi menghendaki perilaku aktif dari lembaga adat di dalam masyarakat. Lembaga adat sebagai salah satu komponen masyarakat adalah struktur yang penting bagi keutuhan masyarakat itu sendiri. Tanpa keberadaan dan perannya, suatu masyarakat bisa kehilangan jati diri sebagai suatu masyarakat yang berbudaya dengan nilai-nilai kebaikan yang dimilikinya

    Aksi Kewargaan Membela Hak Ekologi Warga Trenggalek: Analisis Ideologis, Lingkungan, dan Teologis

    Get PDF
    The background of this research aims to publish two reasons. First, to show a new perspective of common opinion about the social movement that is based on the class struggle. In this research, the environmental movement is run by the ecological ideology, spirituality, and theology motives. Second, the protests to reject the mining exploitation agenda are not to fight the state nor hinder the development agenda. However, these are the acts of citizenship as a part of participation in a democratic country. Based on the two points above, the research adapts two concepts those are the acts of citizenship from Engin Isin and humanistic Islam from Anna Gade. The data mining process uses ethnographic or observational participatory method that has done in the field of movement as become part of them. The discussion divides the actors of movement into three categories, two of them are Islamic-based organization and the left one is Javanese spiritual group. Each of them works on their own way to defend the ecological rights, but they all have the similar objectives of movement that is ecological sustainability. To develop the study of human rights movement in Indonesia, the approach of ethnography study needs to be deepened and doubled so that the local perspective about their own construction about rights could be mapped.Penelitian ini dilatarbelakangi dan bertujuan atas dua hal. Pertama, menunjukkan hal baru dari  pandangan umum yang menganggap bahwa gerakan-gerakan menolak pembangunan pemerintah hanya dilandasi alasan ekonomi daripada ideologi lingkungan, spiritualitas, dan teologi. Kedua, aksi-aksi protes ini bukan untuk melawan negara dan menghambat rencana pembangunan, tetapi ini merupakan aksi kewargaan dalam sistem demokrasi. Berdasarkan dua poin di atas, penelitian ini meminjam konsep aksi kewargaan dari Engin Isin dan humanisme Islam dari Anna Gade. Pengambilan datanya dilakukan memakai metode observasi partisipatif dengan terjun langsung menjadi bagian dari anggota gerakan lingkungan. Pembahasan dalam penelitian dilakukan dengan membedah dua organisasi Islam dan satu kelompok spiritual sebagai pelaku dari aksi kewargaan. Masing-masing dari ketiganya menunjukkan cara perjuangan hak lingkungan yang berbeda namun punya tujuan serupa bagi keberlanjutan ekologi. Pembacaan gerakan perjuangan hak asasi manusia menggunakan pendekatan etnografis perlu diperdalam dan diperbanyak supaya perspektif lokal dapat muncul ke permukaan

    Proses Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung yang Berdampak pada Perilaku Masyarakat dalam Rangka Pemenuhan Hak Berpolitik Warga Negara di Provinsi Sumatera Utara

    Get PDF
    Direct local elections is an illustration form of the democratic process that is realized by the government’s seriousness implemented at all levels of government. Implementation of the local elections have a purpose to carry out the implementation of a democratic system at the local level which is an extension of the central government, furthermore also a moment for the community to voicing their political rights as citizens. In practice, direct election conducted in some areas not yet in spite of the existence of violations to cause conflict between the members. The problem is how to practice the local elections directly in the province of North Sumatra; How is the behavior of the people of North Sumatra to direct the election process have been implemented. Methods This study used a qualitative approach which is descriptive study. Then conducted a qualitative analysis of the substance, the context, and the relationship between the perpetrators of the campaign with an audience from the aspect of human rights. Based on field data, direct election practices still use transactional practice, discrimination against particular groups, the lack of availability of facilities for the group of disabled tools, election fraud, organizers are still in favor of one candidate, the high cost elections, prone to horizontal conflict as a result of people’s behavior, and the function of political education are not optimal.Pemilihan kepala daerah secara langsung (Pilkada) merupakan sebuah gambaran dari bentuk proses demokrasi yang diwujudkan oleh keseriusan pemerintah yang dilaksanakan disemua tingkat pemerintahan. Pelaksanaan Pilkada bertujuan untuk melakukan penyelenggaraan sistem demokrasi ditingkat lokal yang merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, selain itu juga merupakan momentum bagi masyarakat dalam menyuarakan hak berpolitik sebagai warga negara. Pada praktiknya, pilkada secara langsung yang dilakukan di beberapa daerah belum terlepas dari adanya pelanggaran-pelanggaran hingga menimbulkan konflik antar sesama. Persoalannya adalah bagaimana praktik pemilihan kepala daerah secara langsung di Provinsi Sumatera Utara; Bagaimanakah perilaku masyarakat Sumatera Utara terhadap proses pilkada secara langsung yang telah dilaksanakan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Kemudian dilakukan analisis secara kualitatif terhadap substansi, konteks, dan relasi antara pelaku kampanye dari aspek HAM. Berdasarkan data lapangan, praktik pilkada secara langsung masih menggunakan praktik transaksional, diskriminasi terhadap golongan khusus, minimnya fasilitas alat bantu bagi golongan disable, kecurangan pilkada, penyelenggara yang masih berpihak pada salah satu calon, pilkada yang berbiaya mahal, rawan konflik horizontal akibat perilaku masyarakat, dan fungsi pendidikan politik yang belum optimal

    Tren Riset Pelanggaran HAM Berat: Analisis Bibliometrik dan Agenda Riset Masa Depan

    Get PDF
    This study aims to analyze research trends related to human rights, identify countries, organizations, and authors who contribute significantly to the aforementioned research. Furthermore, this paper identifies related articles that strongly influence these scientific publications. VosViewer collects data from Scopus Database Journal and analyzes it using bibliometric analysis. As a result of the study, the United States has the highest number of publications. Furthermore, the Department of Epidemiology at the Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health in Baltimore, Maryland, is the organization that has focused the most attention and influence on the issue of resolving gross human rights violations. Aside from that, Professor C. Beyrer of the United States is the most prolific and influential researcher on the topic of resolving gross human rights violations. Bibliometric analysis and content analysis show that the trend of resolving gross human rights violations in several countries since 2015 has been more toward resolution with non-judicial mechanisms. However, the results of the research show that several relevant articles do not provide a clear definition of gross human rights violations. Therefore, further research from other databases, such as the Web of Science, is required.Studi ini bertujuan untuk menganalisis tren penelitian terkait hak asasi manusia, mengidentifikasi negara, organisasi, dan penulis yang berkontribusi signifikan terhadap penelitian tersebut. Selanjutnya, tulisan ini mengidentifikasi artikel-artikel terkait yang berpengaruh kuat terhadap publikasi ilmiah tersebut. VosViewer mengumpulkan data dari Database Journal Scopus dan menganalisisnya menggunakan analisis bibliometrik. Penelitian tersebut menunjukkan Amerika Serikat memiliki jumlah publikasi tertinggi. Selanjutnya, Departemen Epidemiologi di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Baltimore, Maryland, adalah organisasi yang paling memusatkan perhatian dan pengaruhnya pada masalah penyelesaian pelanggaran HAM berat. Selain itu, Profesor C. Beyrer dari Amerika Serikat adalah peneliti paling produktif dan berpengaruh dalam topik penyelesaian pelanggaran HAM berat. Analisis bibliometrik dan analisis isi menunjukkan bahwa kecenderungan penyelesaian pelanggaran HAM berat di beberapa negara sejak tahun 2015 lebih mengarah pada penyelesaian dengan mekanisme non-yudisial. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasal yang relevan tidak memberikan definisi yang jelas tentang pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dari database lain, seperti Web of Science

    Pelayanan Akta Kelahiran Anak di Wilayah Perbatasan Provinsi Nusa Tenggara Timur

    Get PDF
    There are only 55% of Indonesian childs who already have birth certificate until the end of December 2009 according to Indonesian Child Protection Commission. Child birth certificate service is running slow, because most of the local governments still make the issuance of birth certificates as a source of local revenue, and there are only 250 districts/ cities that already provide free birth certificate issuance policy for its citizens. Several factors that affect the low birth registration including: the lack of information to the public, the costs are very high in case of late registration, and the low quality of access management in the district/city level. The problem in this paper is to describe on how the government policy in providing service of child birth certificate in the border region of East Nusa Tenggara; and also to describe on how the child birth certificate services in the border region of East Nusa Tenggara. The scope of analysis taken is limited to the policies of central and local governments and their implementation in the issuance of child birth certificate in the border region of East Nusa Tenggara. The method of study used is qualitative approach, while the source of data consists of primary and secondary data. The results shows that every Indonesian citizen has the right to identity in the form of citizen legal document.Anak Indonesia yang telah memiliki akta kelahiran sampai akhir Desember 2009 baru 55% menurut catatan akhir Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Pelayanan akta kelahiran anak berjalan lambat, karena sebagian besar pemerintah daerah, masih menjadikan penerbitan akta kelahiran sebagai sumber pendapatan asli daerah dan hanya ada 250 Kabupaten/Kota yang telah memiliki kebijakan penerbitan akta kelahiran gratis bagi warganya. Namun hak itu harus diperoleh dengan cara yang aktif, sesuai dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Peraturan pelaksanaan dibawahnya termasuk didalamnya peraturan daerah, sebagian besar berinisiatif merubah sifat pendaftaran penduduk, dari stelsel aktif menjadi stelsel pasif, dengan melakukan kegiatan pendaftaran secara kolektif guna kepemilikan akta kelahiran. Daerah perbatasan merupakan kawasan khusus sehingga dalam penanganannya memerlukan pendekatan yang khusus pula. Permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimana kebijakan pemerintah daerah dalam pelayanan akta kelahiran anak di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur; dan bagaimana pelayanan akta kelahiran anak di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur. Tujuan penulisan untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah dalam pelayanan akta kelahiran anak di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur; dan mengetahui pelayanan akta kelahiran anak di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur. Ruang lingkupnya dibatasi pada kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah dan implementasinya dalam pembuatan akta kelahiran anak di wilayah perbatasan Nusa Tenggara Timur. Metode Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, sumber data terdiri dari data primer dan sekunder. Hasilnya menunjukkan bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk memperoleh identitas diri dalam bentuk dokumen kependudukan

    Perspektif Hak Asasi Manusia dalam Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Masyarakat Adat

    Get PDF
    These days a lot of intellectual properties in the form of traditional knowledge and traditional cultural expressions, which are created or originated from indigenous peoples, have become popular around the world, for example: works of art and medicine, and internationally traded that worth up to multibillion dollar U.S. each year. Most of the revenue from the trade is eventually in the hands of companies outside the area of origin of the intellectual property, and more often in the hands of foreign companies. This research uses a qualitative approach, while the data collection conducted at eight locations: West Java, Yogyakarta , Central Sulawesi, South Kalimantan, Bali, North Sumatra, South Sumatra , East Nusa Tenggara. In terms of legality, the state has not provided adequate legislations to protect intellectual property such as traditional knowledge and traditional cultural expressions. Arguably, Article 10 paragraph (2) of the Law No. 19/2002 on Copyright is not entirely appropriate (or compatible) with the characteristics of traditional knowledge and traditional cultural expressions. Hence, the Indonesian government ought to take progressive steps by regulating traditional knowledge and traditional cultural expressions into a separate law (sui generis).Dewasa ini banyak kekayaan intelektual pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional, yang diciptakan atau berasal dari masyarakat adat, berupa karya seni maupun obat-obatan, dan diperdagangkan secara internasional bernilai milyaran US Dolar. Pendapatan dari penjualan ini akhirnya berada di tangan perusahaan-perusahaan asing dari luar daerah asal kekayaan intelektual tersebut. Hal ini mengindikasi gagalnya Negara memberi perlindungan kekayaan intelektual yang dimiliki Masyarakat Adat. Penelitian bertujuan memberikan gambaran perlindungan kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional Masyarakat Adat di Indonesia;mengidentifikasi tantangan Pemerintah serta peluang Masyarakat Adat dalam memperoleh perlindungan kekayaan intelektual tersebut dalam sistem hukum nasional. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, informan diperoleh dengan accidental purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan upaya mendapatkan perlindungan hukum kekayaan intelektual terbentur proses perlindungan hukum dari rezim hak kekayaan intelektual yang berlaku tidak mampu mengakomodir kebutuhan masyarakat adat, belum ada lembaga/institusi yang memiliki kewenangan menetapkan klaim atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang dimiliki masyarakat adat, adanya kebutuhan atas perlindungan hukum yang memadai, pada umumnya informan belum memiliki pemahaman kekayaan intelektual atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Kementerian Hukum dan HAM, terutama Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual perlu segera menyusun format aturan hukum yang mengakomodir karakteristik pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional di Indonesia

    Kesamaan Kesempatan Kerja bagi Penyandang Cacat di Sektor Swasta

    Get PDF
    National survey data (NSES) in 2003, the number of disabled people in Indonesia as many as 1.67 million people, or 0.8 percent of the entire population of Indonesia. With disabilities as members of society and as citizens of their existence is less well cared for by fellow members of society and government. Of Law. 39 Year 1999 on Human Rights, namely Article 41 paragraph (2) Any claim with disabilities, the elderly, pregnant women, and children, are entitled to obtain facilities and special treatment. Article 42 which states every citizen who are elderly, physically disabled or mentally disabled and entitled to special care, education, training and assistance at the expense of the state, to ensure decent life with dignity, enhance self-confidence and ability to participate in the life society, nation and state. Problem is how to get the right people with disabilities equal opportunity in employment in the private sector? The purpose of this study was to determine the right of persons with disabilities equal opportunity to obtain employment in the private sector.Data survey nasional (susenas) tahun 2003, jumlah penyandang cacat di Indonesia sebanyak 1,67 juta orang, atau 0,8 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Penyandang cacat sebagai anggota masyarakat dan sebagai warga negara keberadaannya kurang dipedulikan baik oleh sesama anggota masyarakat maupun oleh pemerintah. Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yaitu pasal 41 ayat (2) menyatakan Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil, dan anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus. Pasal 42 yang menyatakan Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan,pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Permasalahan adalah bagaimana hak penyandang cacat untuk mendapatkan kesamaan kesempatan kerja di di sektor swasta? Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hak penyandang cacat untuk mendapatkan kesamaan kesempatan kerja di sektor swasta

    Konstitusionalisasi Perlindungan Konsumen Perspektif Hukum Hak Asasi Manusia dan Hukum Profetik Islam

    No full text
    People are ipso facto consumers. People, as consumers, have rights that must be protected by law. As human beings, consumers have rights that must be protected, respected, fulfilled, and advanced by the state. However, current consumer protection could be more effective and stronger, as evidenced by many consumer complaints to the National Consumer Protection Agency. (BPKN). This is also due to the weak legal instruments of consumer protection that need to be burned into the country’s constitution. Based on this, the study aims to analyze the urgency of constitutionalizing consumer protection from the perspective of human rights and prophetic Islamic law. The research method used is the study of doctrinal law with conceptual and legislative approaches. The data used is secondary data, i.e., primary, secondary, and tertiary legal materials obtained through the study of libraries and online searching (internet searching), surfing, and downloading, and subsequently analysed qualitatively. As for the results of this study, the first constitutionalization of consumer protection from a human rights perspective can guarantee the fulfillment of the right to life as a fundamental human right and can be an instrumentation of the fulfillment of a right to a decent and safe standard of living to be consumed. Second, from the perspective of prophetic law, the constitutionalization of protection can empower public authorities to fulfill, respect, implement, and enforce consumer protection, thus realizing the liberation and humanization of consumers from unfair and fraudulent trade.Manusia, warganegara ipso facto konsumen. Manusia sebagai konsumen memiliki hak yang harus dilindungi oleh hukum. Konsumen sebagai manusia memiliki hak asasi yang harus dilindungi, dihormati, dipenuhi dan dimajukan oleh negara. Namun perlindungan konsumen saat ini belum efektif dan lemah, buktinya banyak pengaduan konsumen pada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Ini juga disebabkan instrumen hukum pelindungan konsumen lemah sehingga perlu pengakaran dalam konstitusi negara. Berdasarkan hal ini, bertujuan penelitian untuk menganalisis urgensi konstitusionalisasi perlindungan konsumen perspektif hak asasi manusia dan hukum profetik Islam. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang didapat melalui studi pustaka dan penelusuran secara online (internet searching), surfing dan dowloading, selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian ini, pertama konstitusionalisasi perlindungan konsumen perspektif hak asasi manusia dapat menjamin terpenuhinya hak untuk hidup sebagai hak dasar manusia, dan dapat menjadi instrumentasi terpenuhinya hak atas standar hidup yang layak dan aman untuk dikonsumsi. Kedua dalam perspektif hukum profetik, konstitusionalisasi perlindungan dapat memberdayakan otoritas publik dalam pemenuhan, penghormatan, pelaksanaan dan penegakan perlindungan konsumen, sehingga terealisasi liberasi dan humanisasi konsumen dari perdagangan yang tidak adil dan curang.

    Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dalam Perspektif Hak Asasi Manusia (Studi Kasus di Provinsi Kalimantan Barat)

    Get PDF
    Election is the momentum for the community to voice communication rights are implemented through political campaigns. Politics in the election campaign is one important step in the implementation of procedural democracy . In practice, political campaigns are conducted in some areas yet despite the sentiments which tend to be discriminatory . Issues raised in this study is how the picture of the practice of regional head election campaigns (elections ) in West Kalimantan; picture of how the election campaign nuanced pattern of human rights; how the efforts of the government and election organizers in addressing and preventing practices that are not nuanced human rights campaign . The purpose of research is to describe the practice of election campaigns that occurred in the province of West Kalimantan and the factors supporting the election campaign nuanced discrimination ; obtain a pattern of human rights nuanced election campaign ; know the government’s efforts in addressing and organizing election campaign practices are not nuanced human rights . As for the substance of human rights that the boundaries in this study include : the right not to be treated in a discriminatory manner in the course of the campaign . The method used in this study using a qualitative approach to the descriptive nature of the research . Techniques of data analysis and information gathered from informants and interviewees then performed a qualitative analysis of the substance , context , and the relationship between the audience campaigners from the aspect of human rights. Based on field data still use the election campaign practices of political identities (ethnic , religious , and regional) as a strategy in the campaign . Elements of the campaign include dilakuakan substance , context , and relationships in the campaign was marred by discrimination regionalism , ethnicity , and religion to seek public sympathy.Pemilu merupakan momentum bagi masyarakat dalam menyuarakan hak-hak komunikasinya yang diterapkan melalui kampanye politik. Kampanye politik dalam pemilu merupakan salah satu tahapan penting dalam pelaksanaan demokrasi prosedural. Pada praktiknya, kampanye politik yang dilakukan di beberapa daerah belum terlepas dari adanya sentimen- sentimen yang cenderung bersifat diskriminatif. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran praktik kampanye pemilu kepala daerah (Pilkada) di Provinsi Kalimantan Barat; bagaimanakah gambaran pola kampanye pilkada yang bernuansa HAM; bagaimanakah upaya pemerintah dan penyelenggara pilkada dalam mengatasi dan mencegah praktik-praktik kampanye yang tidak bernuansa HAM. Tujuan penelitiannya adalah untuk mengetahui gambaran praktik kampanye pilkada yang terjadi di Provinsi Kalimantan Barat dan faktor pendukung terjadinya kampanye pilkada yang bernuansa diskriminasi; memperoleh gambaran pola kampanye pilkada yang bernuansa HAM; mengetahui upaya pemerintah dan penyelenggara pilkada dalam mengatasi praktik-praktik kampanye yang tidak bernuansa HAM. Adapun substansi HAM yang menjadi batasan dalam penelitian ini meliputi: hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif pada saat pelaksanaan kampanye. Metode yang dipakai dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan sifat penelitian deskriptif. Teknik analisa data dan informasi yang dikumpulkan dari informan dan narasumber kemudian dilakukan analisis secara kualitatif terhadap substansi, konteks, dan relasi antara pelaku kampanye dengan audiens dari aspek HAM. Berdasarkan data lapangan praktik kampanye pilkada masih menggunakan politik identitas (suku, agama, dan kedaerahan) sebagai strategi dalam berkampanye. Unsur kampanye yang dilakukan meliputi substansi, konteks, dan relasi dalam kampanye masih diwarnai dengan diskriminasi kedaerahan, kesukuan, dan agama untuk mencari simpati masyarakat

    168

    full texts

    179

    metadata records
    Updated in last 30 days.
    Jurnal HAM
    Access Repository Dashboard
    Do you manage Open Research Online? Become a CORE Member to access insider analytics, issue reports and manage access to outputs from your repository in the CORE Repository Dashboard! 👇