Jurnal Keperawatan Indonesia (JKI)
Not a member yet
569 research outputs found
Sort by
Correlation Between Family Support and Depression Among Pre-Elderly Individuals with HIV in Jakarta
Depression among pre-elderly with human immunodeficiency virus (HIV) can significantly impact their quality of life. Family is often the primary source of support for this demographic and is recognized as a protective factor against depression. Therefore, identifying protective factors against depression is essential for promoting healthy aging among pre-elderly with HIV. This study aimed to determine the correlation between family support and depression among pre-elderly with HIV in Jakarta. A total of 120 pre-elderly with HIV from the Indonesia AIDS Coalition who were receiving HIV care at health centers across Jakarta participated in this cross-sectional study. The participants were recruited using convenience sampling. Data collection involved demographic questions, a family support questionnaire, and the Depression Anxiety Stress Scales 21 (DASS-21). The analysis comprised univariate and bivariate analyses. The univariate analysis described the characteristics, family support, and depression levels, while the bivariate analysis assessed the correlation between the variables using the Spearman test. The results indicated that pre-elderly with HIV primarily received support from siblings and spouses. The participants reported low family support (median 25.00) and mild depressive symptoms (median 8.00). A significant moderate negative correlation was found between family support and depression in this population (r = -0.344). This study suggests that enhancing family support for pre-elderly with HIV can help reduce depression. Consequently, there is a critical need for healthcare providers to engage families in the treatment of pre-elderly with HIV to mitigate depression and promote healthier aging.
Keywords: depression, family support, HIV, pre-elderly
Abstrak
Korelasi antara Dukungan Keluarga dan Depresi: Sebuah Studi pada Pra-lansia dengan HIV di Jakarta. Depresi pada pra-lansia dengan HIV dapat memengaruhi kualitas hidupnya. Keluarga dapat menjadi sumber dukungan utama bagi pra-lansia dan diketahui merupakan faktor protektif terhadap depresi. Maka dari itu, perlu dilakukan identifikasi terkait faktor protektif terhadap depresi agar pra-lansia dengan HIV dapat menua dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara dukungan keluarga dengan depresi pada pra-lansia dengan HIV di Jakarta. Penelitian cross-sectional ini diikuti oleh 120 pra-lansia dengan HIV yang tergabung di Indonesia AIDS Coalition dan menerima pengobatan HIV di layanan kesehatan Jakarta dengan metode convenience sampling. Digunakan kuesioner karakteristik, kuesioner dukungan keluarga, dan DASS-21. Analisis data terdiri atas analisis univariat untuk melihat gambaran karakteristik, dukungan keluarga, dan depresi, sedangkan analisis bivariat untuk menguji korelasi menggunakan Spearman test. Pra-lansia dengan HIV menerima dukungan keluarga utamanya dari saudara kandung dan pasangan. Didapatkan bahwa partisipan mendapatkan dukungan keluarga yang relatif rendah (median 25,00) dan tingkat depresi yang ringan (median 8,00). Terdapat korelasi negatif yang signifikan dengan tingkat sedang antara dukungan keluarga dengan depresi pada pra-lansia dengan HIV di Jakarta (r = -0,344). Studi ini menunjukkan bahwa peningkatan dukungan keluarga pada pra-lansia dengan HIV dapat membantu menurunkan depresi. Dengan demikian, menjadi penting bagi tenaga kesehatan untuk melibatkan peran keluarga dalam tatalaksana pra-lansia dengan HIV. Melibatkan keluarga dalam perawatan pra-lansia dengan HIV perlu mendapat perhatian khusus untuk mengurangi depresi dan mendukung proses penuaan yang lebih sehat.
Kata Kunci: depresi, dukungan keluarga, HIV, pra-lansi
Resilience, Social Support, and Quality of Life Among People Living with HIV/AIDS
One of the most common challenges faced by people living with human immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS) is a low quality of life, particularly during the coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic, as they are considered a vulnerable group. This study aimed to examine the relationship between resilience, social support, and quality of life among people living with HIV/AIDS during the pandemic. Conducted as a cross-sectional study, it involved 433 respondents. Data collection was carried out using a questionnaire, with Connor–Davidson Resilience Scale-25 (CD-RISC-25), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), and World Health Organization Quality of Life–HIV Brief Version (WHO QoL-HIV-BREF) as the study instruments. The results indicated that resilience and social support were significantly associated with quality of life (p = 0.000; p = 0.000). Multiple logistic regression analysis identified resilience as the dominant factor influencing quality of life in people living with HIV (OR = 59.533). Respondents with high resilience were found to have a 59.53 times greater likelihood of experiencing a good quality of life compared to those with medium and low resilience after adjusting for marital status, income status, and length of time since HIV diagnosis. Resilience plays a crucial role in determining a person’s quality of life. HIV patients who actively participated in foundation-based assistance demonstrated greater optimism and a more positive acceptance of their condition, enabling them to cope with difficulties better.
Keywords: HIV/AIDS, resilience, social support, quality of life
Abstrak
Resiliensi, Dukungan Sosial, dan Kualitas Hidup Penderita HIV/AIDS. Salah satu tantangan yang paling umum dihadapi oleh penderita HIV/AIDS adalah rendahnya kualitas hidup, terutama saat pandemi COVID-19, karena mereka termasuk dalam kelompok rentan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara resiliensi, dukungan sosial, dan kualitas hidup pada orang dengan HIV/AIDS di masa pandemi. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional yang melibatkan 433 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Connor–Davidson Resilience Scale-25 (CD-RISC-25), Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS), dan World Health Organization Quality of Life–HIV Brief Version (WHO QoL-HIV-BREF) sebagai instrumen penelitian. Hasil penelitian menunujukkan bahwa resiliensi dan dukungan sosial memiliki hubungan yang signifikan dengan kualitas hidup (p = 0,000; p = 0,000). Analisis regresi logistik berganda menunjukkan bahwa resiliensi merupakan faktor dominan yang memengaruhi kualitas hidup orang dengan HIV (OR = 59,533). Responden dengan resiliensi tinggi memiliki kemungkinan 59,53 kali lebih besar untuk memiliki kualitas hidup yang baik dibandingkan dengan responden dengan resiliensi sedang dan rendah, setelah mempertimbangkan status perkawinan, pendapatan, dan durasi sejak didiagnosa HIV. Resiliensi berperan penting terhadap kualitas hidup seseorang. Pasien HIV yang terlibat aktif dalam mengikuti pendampingan berbasis lembaga menunjukan sikap yang lebih optimis dan penerimaan yang lebih positif terhadap kondisi mereka, sehingga membuat mereka mampu menghadapi tantangan dengan lebih baik.
Kata Kunci: dukungan sosial, HIV/AIDS, kualitas hidup, resiliens
The Strategies and Interventions for Interprofessional Collaboration to Improving Patient Safety in Hospitals: A Systematic Review
Interprofessional collaboration strategies and interventions are carried out to improve patient safety in hospitals. This study aimed to analyze the strategies and interventions used in interprofessional collaboration to improve patient safety. Interprofessional collaboration strategies and interventions were searched using five English-language databases, eligible studies were extracted, and the risk of bias was independently evaluated by two authors. The literature search yielded a total of 10,729 registered papers. We conducted an analysis on 3,793 health professionals. The following articles were included: 1) articles that described an intervention interprofessional collaboration to improve patient safety; 2) those focused on interprofessional collaboration in hospitals; and 3) the research sample included of health care professionals (doctors, nurses, nutritionists, and pharmacists). Interventions that combine lectures, skills practice, and discussions are carried out using an online format and case study practice. The strategies and interventions identified inductively were categorized into four items: 1) team acceptance and readiness for interprofessional collaboration; 2) acting as a team and not as individuals; 3) developing protocols or guidelines for health professionals; and 4) integrating elements of interprofessional collaboration by health professionals in providing health services. The principles of interprofessional collaboration include the need to prioritize structures, processes, and tools that enable interprofessional collaboration to be established in hospitals. Interprofessional collaboration strategies and interventions in hospitals are effective in being able to make changes to improve patient safety and the quality of service.
Keywords: hospitals, interprofessional collaboration, patient safety
Abstrak
Strategi dan Intervensi Kolaborasi Interprofesional untuk Meningkatkan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit: Suatu Tinjauan Sistematis. Strategi dan intervensi kolaborasi antarprofesional dilakukan untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi dan intervensi yang digunakan dalam kolaborasi interprofesional untuk meningkatkan keselamatan pasien. Strategi dan intervensi kolaborasi interprofesional dicari menggunakan lima basis data berbahasa Inggris, studi yang memenuhi syarat diekstraksi, dan risiko bias dievaluasi oleh dua penulis secara independen. Pencarian literatur menghasilkan total 10.729 makalah yang telah terdaftar. Kami melakukan analisis pada 3.793 profesional kesehatan. Artikel disertakan jika: 1) menggambarkan kolaborasi interprofesional intervensi untuk meningkatkan keselamatan pasien; 2) berfokus pada kolaborasi antarprofesional di rumah sakit; 3) sampel penelitian termasuk profesional perawatan kesehatan (dokter, perawat, ahli gizi, apoteker). Intervensi yang menggabungkan perkuliahan, praktik keterampilan, dan diskusi dilakukan dengan menggunakan format online dan praktik studi kasus. Strategi dan intervensi yang diidentifikasi secara induktif dikategorikan menjadi empat item: 1) penerimaan tim dan kesiapan untuk kolaborasi antarprofesional; 2) bertindak sebagai tim dan bukan sebagai individu; 3) mengembangkan protokol atau pedoman untuk profesional kesehatan; dan 4) mengintegrasikan elemen-elemen kolaborasi antarprofesional oleh profesional kesehatan dalam memberikan layanan kesehatan. Prinsip-prinsip kolaborasi antarprofesional perlu memprioritaskan struktur, proses, dan alat yang memungkinkan kolaborasi interprofesional terjalin di rumah sakit. Strategi kolaborasi dan intervensi interprofesional di rumah sakit efektif dalam dapat melakukan perubahan untuk meningkatkan keselamatan pasien untuk kualitas layanan yang lebih baik.
Kata Kunci: keselamatan pasien, kolaborasi interprofesional, rumah saki
Effects of Incremental Shuttle Walk Test on Maximal Oxygen Consumption and Comfort in Patients with Coronary Artery Disease Undergoing Phase 3 Cardiac Rehabilitation
Coronary artery disease (CAD) is a condition characterized by impaired cardiac function due to a reduced blood supply to the myocardial tissue, resulting from narrowing or obstructing of the coronary arteries. This condition can negatively impact the physical, psychological, and social dimensions of the patient’s life, often leading to a decline in maximal oxygen consumption (VO2max) and perceived comfort. One solution for increasing the decreased VO2max is cardiac rehabilitation. Cardiac rehabilitation is an effective preventive and recovery intervention that includes assessments of VO2max, and the effects of the incremental shuttle walk test (ISWT) on the VO2max and comfort of CAD patients. This is a quasi-experiment with a pre-post control group design. Consecutive sampling was used to recruit 60 respondents, who were then divided into a control and an intervention group, with 30 respondents in each group. VO2max was measured using the distance achieved in the ISWT, and comfort was assessed using the Shortened General Comfort Questionnaire (SGCQ). Data were analyzed using a paired t test to determine whether the mean pretreatment VO2max and comfort levels significantly changed after the treatment. VO2max and comfort showed significant improvements after the ISWT (p = 0.001 for both variables), confirming the effectiveness of ISWT in CAD patients undergoing phase 3 cardiac rehabilitation. Therefore, ISWT should be considered an integral part of cardiac rehabilitation for the management of CAD patients after hospital discharge.
Keywords: comfort, coronary artery disease, incremental shuttle walk test, VO2max
Abstrak
Pengaruh Incremental Shuttle Walk Test terhadap Konsumsi Oksigen Maksimal dan Kenyamann Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner yang Menjalani Rehabilitasi Jantung Fase 3. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan gangguan fungsi jantung akibat berkurangnya suplai darah ke jaringan miokardium yang disebabkan oleh penyempitan atau penyumbatan arteri koroner. Kondisi ini dapat berdampak negatif terhadap aspek fisik, psikologis, dan sosial dalam kehidupan pasien, yang sering kali menyebabkan penurunan konsumsi oksigen maksimal (VO2max) serta kenyamanan yang dirasakan. Salah satu solusi untuk meningkatkan VO2max yang menurun adalah melalui rehabilitasi jantung. Rehabilitasi jantung merupakan intervensi yang efektif dalam pencegahan dan pemulihan, yang mencakup penilaian terhadap VO2max serta pengaruh Incremental Shuttle Walk Test (ISWT) terhadap VO2max dan kenyamanan pasien PJK. Penelitian ini merupakan kuasi-eksperimen dengan desain pre-post control group. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling terhadap 60 responden yang kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok intervensi, masing-masing terdiri dari 30 responden. VO2max diukur berdasarkan jarak yang dicapai dalam pelaksanaan ISWT, sedangkan kenyamanan dinilai menggunakan Shortened General Comfort Questionnaire (SGCQ). Analisis data dilakukan dengan paired t-test untuk mengetahui apakah terdapat perubahan yang signifikan pada nilai rata-rata VO2max dan tingkat kenyamanan sebelum dan sesudah intervensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada VO2max dan kenyamanan setelah intervensi ISWT (p = 0,001 untuk kedua variabel), yang menegaskan efektivitas ISWT pada pasien PJK yang menjalani rehabilitasi jantung fase 3. Oleh karena itu, ISWT sebaiknya dipertimbangkan sebagai bagian integral dalam program rehabilitasi jantung untuk penatalaksanaan pasien PJK pasca perawatan rumah sakit.
Kata Kunci: incremental shuttle walk test, kenyamanan, penyakit jantung koroner, VO2ma
Determinants Influencing the Readiness of Non-Medical Hospital Personnel to Perform Basic Life Support
All healthcare personnel, including both medical and non-medical staff within hospitals, are expected to possess the capability to administer Basic Life Support (BLS) in order to provide immediate assistance during emergencies. However, many non-medical hospital staff remain unprepared to perform BLS due to a lack of knowledge, willingness, and confidence. This study aims to identify the factors affecting the preparedness of non-medical hospital staff in carrying out BLS at Undata Hospital, a healthcare facility in Central Sulawesi. This research employed quantitative design with a cross-sectional approach. The sample comprised 103 non-medical respondents selected through total sampling. Data were collected through structured interviews and self-administered questionnaires. The variables measured in this study include behavioral beliefs, normative beliefs, control beliefs, intention, and BLS readiness. Data were analyzed using Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). The results indicated that behavioral beliefs significantly influenced intention (p = 0.040), while normative beliefs did not (p = 0.128). Control beliefs showed no significant influence on intention (p = 0.058), whereas intention had a significant effect on BLS readiness (p = 0.046). The study concludes that behavioral beliefs influence intention, which in turn significantly affects BLS readiness.
Keywords: basic life support, behavioral beliefs, control beliefs, intention, normative beliefs, non-medical personnel
Abstrak
Determinan yang Memengaruhi Kesiapan Tenaga Nonmedis dalam Melaksanakan Bantuan Hidup Dasar di Lingkungan Rumah Sakit. Seluruh petugas rumah sakit, baik medis maupun nonmedis, diharapkan memiliki kemampuan untuk melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD) guna memberikan pertolongan segera kepada pasien dalam situasi gawat darurat. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah masih banyak tenaga nonmedis di rumah sakit yang belum siap melaksanakan BHD dalam kondisi darurat karena keterbatasan pengetahuan, kurangnya kemauan, serta rendahnya rasa percaya diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesiapan petugas nonmedis rumah sakit dalam pelaksanaan BHD di Rumah Sakit Undata, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan desain potong lintang. Sampel terdiri atas 103 responden nonmedis yang dipilih menggunakan teknik total sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dan pengisian kuesioner berupa daftar pertanyaan yang dijawab langsung oleh responden. Determinan yang diukur meliputi behavioral beliefs, normative beliefs, control beliefs, intention, dan kesiapan melakukan BHD. Analisis data menggunakan Partial Least Squares Structural Equation Modeling (PLS-SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa behavioral beliefs berpengaruh signifikan terhadap intention (p = 0,040), normative beliefs tidak berpengaruh signifikan terhadap intention (p = 0,128), control beliefs berpengaruh signifikan terhadap intention (p = 0,058), dan intention berpengaruh signifikan terhadap kesiapan melakukan BHD (p = 0,046). Disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi intention adalah behavioral beliefs dan control beliefs, sedangkan intention memengaruhi kesiapan petugas nonmedis dalam melakukan BHD.
Kata Kunci: bantuan hidup dasar, keyakinan kontrol, keyakinan normatif, keyakinan perilaku, niat, petugas nonmedi
Video Animation: Improving Older Adults Patients Knowledge and Motivation Related to Hypertension Diet
Hypertension is a dangerous medical condition that can increase the risk of heart, brain, and renal problems, among other issues. A balanced diet is an essential hypertension control intervention. This study seeks to examine the efficiency of employing animation media to explain the application of diets that prevent hypertension and boost the understanding and motivation of senior patients at Bahteramas Regional General Hospital. In both the control and intervention groups, a quantitative-quasi-experimental design was adopted, with pre-test and post-tests. Data was obtained via questionnaires from 92 respondents chosen using a purposive sampling approach, with 46 in the intervention group from the cardiac clinic and 46 in the control group from geriatric clinic. The data were analyzed using the paired t-test. The findings of the study indicated that patient knowledge increased significantly (p = 0.007) in the cardiac clinic following the administration of animation media, whereas in the geriatric clinic, no impact was observed (p = 0.000). Patient motivation increased significantly in the cardiac clinic following the administration of animation media (p = 0.003) and in the geriatric clinic in the absence of intervention (p = 0.000). There was no significant difference between the two groups in pretest knowledge (p = 0.666) and motivation (p = 0.747); however, there were significant differences in posttest knowledge (p = 0.015) and motivation (p = 0.026). Patient knowledge was affected by animation media in the cardiac clinic (p = 0.007) and without therapy in the geriatric clinic (p = 0.000). Incorporating animated educational content into routine patient counseling and health education programs can be beneficial in the future.
Keywords: animation media, hypertension diet, knowledge, motivation, video
Abstrak
Video Animasi: Meningkatkan Pengetahuan dan Motivasi Pasien Lanjut Usia untuk Diet Hipertensi. Hipertensi adalah kondisi medis berbahaya yang dapat meningkatkan risiko masalah jantung, otak, ginjal, dan masalah lainnya. Pola makan yang baik sangat penting sebagai intervensi pengendalian hipertensi. Tujuan penelitian ini adalah menguji efisiensi penggunaan media animasi untuk menjelaskan penerapan diet hipertensi dan meningkatkan pemahaman dan motivasi pasien lanjut usia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bahteramas. Pada kelompok kontrol dan perlakuan, desain quantitative-quasi-experimental diadopsi, dengan pre-test dan post-test. Data diperoleh melalui kuesioner dari 92 responden yang dipilih dengan pendekatan purposive sampling, terdapat 46 orang pada kelompok intervensi di klinik jantung dan 46 orang pada kelompok kontrol di klinik geriatri. Data dianalisis menggunakan paired T-test. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan pasien meningkat secara signifikan (p = 0,007) di klinik jantung setelah pemberian media animasi, sedangkan di klinik geriatri, tidak ada intervensi yang diamati (p = 0,000). Motivasi pasien meningkat secara signifikan di klinik jantung setelah pemberian media animasi (p = 0,003) dan di klinik geriatri tanpa adanya intervensi (p = 0,000). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada pengetahuan pre-test (p = 0,666) dan motivasi (p = 0,747); Namun terdapat perbedaan yang signifikan pada pengetahuan post-test (p = 0,015) dan motivasi (p = 0,026). Pengetahuan pasien dipengaruhi oleh media animasi di klinik jantung (p = 0,007) dan tanpa terapi di klinik geriatri (p = 0,000). Menyertakan konten edukasi animasi dalam rutinitas konseling pasien dan program pendidikan kesehatan dapat memberikan manfaat di masa depan.
Kata Kunci: diet hipertensi, media animasi, motivasi, pengetahuan, vide
Factors Affecting Nurse Retention in A Private Healthcare System in Malaysia
Nurse retention has become increasingly challenging in the post-pandemic era, particularly for private hospitals. This study aimed to identify the significant predictors of nurse retention in selected private hospitals in Malaysia. A quantitative, descriptive, cross-sectional design was employed. A pre-validated, self-administered questionnaire, distributed via Google Forms, was used for data collection. The respondents included 532 registered nurses employed at three private hospitals in Malaysia. Data analysis was conducted using descriptive statistics and correlation studies, including Spearman’s rho and multiple regression analysis. Among the participants, 54% reported good job satisfaction, 27.37% expressed organizational commitment, 25.97% were satisfied with human resource practices, and 48.41% intended to remain with their current organization. The findings revealed a strong positive correlation between nurse retention, organizational commitment, human resource practices, and job satisfaction. Multiple regression analysis indicated that job satisfaction was the most significant predictor of nurse retention (F (1) = 285.334, p (.000) < .05, R2 = 0.354), followed by human resource practices and organizational commitment. These results suggest that job satisfaction is the primary factor influencing nurse retention in private healthcare settings. Therefore, hospitals must implement strategies to enhance employees’ job satisfaction. Human resource management must also establish clear policies on remuneration, career development, and employee promotion to improve nurse retention.
Keywords: intent to leave, job satisfaction, nurses, nurse retention, organizational commitment, quality of care
Abstrak
Faktor-Faktor yang Memengaruhi Retensi Perawat dalam Sistem Layanan Kesehatan Swasta di Malaysia. Retensi perawat menjadi hal yang semakin menantang di pasca pandemi, khususnya di rumah sakit swasta. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi prediktor signifikan retensi perawat di rumah sakit swasta terpilih di Malaysia. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, cross-sectional. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner yang telah divalidasi sebelumnya, didistribusikan melalui Google Forms untuk dikerjakan secara mandiri oleh responden. Responden terdiri dari 532 perawat terdaftar yang bekerja di tiga rumah sakit swasta di Malaysia. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dan studi korelasi, yaitu Spearman's rho dan analisis regresi berganda. Ditemukan sebanyak 54% melaporkan kepuasan kerja yang baik, 27,37% menyatakan komitmen organisasi, 25,97% puas dengan praktik kepegawaian yang ditetapkan, dan 48,41% berkomitmen untuk tetap bekerja di organisasi mereka saat ini. Temuan tersebut mengungkapkan korelasi positif yang kuat antara retensi perawat, komitmen organisasi, praktik sumber daya manusia, dan kepuasan kerja. Analisis regresi berganda menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan prediktor paling signifikan terhadap retensi perawat (F (1) = 285,334, p (.000) < .05, R2 = 0,354), diikuti oleh praktik sumber daya manusia dan komitmen organisasi. Hasil ini menunjukkan bahwa kepuasan kerja merupakan faktor utama yang memengaruhi retensi perawat di lingkungan layanan kesehatan swasta. Oleh karena itu, rumah sakit harus menerapkan strategi untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawannya. Manajemen sumber daya manusia juga harus menetapkan kebijakan yang jelas tentang remunerasi, pengembangan karir, dan promosi jabatan untuk meningkatkan retensi perawat.
Kata Kunci: keinginan untuk mengundurkan diri, kepuasan pekerjaan, komitmen organisasi, kualitas perawatan, perawat, retensi perawa
Evaluation of the Use of Structural Gamification-Based Applications by Users in Makassar City, Indonesia
Structural gamification is a trending concept in today’s application landscape that leverages various elements and features from game design for nongame contexts. This concept has become increasingly common in various health applications today, such as Lose It!, Fat Secret, and Google Fit. This study aims to evaluate respondents’ use of structural gamification-based health applications. The research method employed in this study is quantitative and descriptive, involving data collection through questionnaires administered from July 2023 to September 2023 in Makassar City, Indonesia. The research results indicate that 90% of the respondents appreciated the ease of access and attractive interface of structural gamification-based health applications, while 35% disliked these apps’ high battery consumption. The majority rated them as 8 and as 8 or 9 on a scale of 1 to 10 in terms of usefulness and effectiveness, respectively. The findings of this study are expected to provide recommendations for nursing interventions that use technology to promote healthy lifestyle modifications in public health management.
Keywords: gamification, goal-oriented, self-regulation
Abstrak
Evaluasi Pemanfaatan Aplikasi berbasis Structural Gamification pada Pengguna di Kota Makassar, Indonesia. Structural gamification merupakan konsep aplikasi yang sedang tren saat ini, konsep ini memanfaatkan berbagai elemen dan fitur yang terdapat pada desain game untuk konteks aplikasi non-game. Konsep berbasis structural gamification semakin umum ditemukan dalam berbagai aplikasi kesehatan saat ini, seperti yang ada pada aplikasi Lose It!, Fat Secret, Google Fit. Riset ini bertujuan untuk mengevaluasi pemanfaatan aplikasi kesehatan berbasis structural gamification terhadap pengguna. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah kuantitatif deskriptif, dengan pengumpulan data melalui kuesioner yang dilakukan pada bulan Juli-September 2023 di Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90% responden menyukai aspek kemudahan akses dan tampilan yang menarik, sedangkan 35% responden tidak menyukai kebutuhan baterai yang tinggi pada pengguna. Pada skala manfaat mayoritas menjawab pada skala 8 dari 10, dan pada skala efektivitas mayoritas menjawab pada skala 8 dan 9 dari 10. Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi intervensi keperawatan yang memanfaatkan teknologi untuk modifikasi gaya hidup sehat dalam manajemen kesehatan masyarakat.
Kata Kunci: gamifikasi, orientasi tujuan, regulasi-dir