Publications of Research Center for Geotechnology, Indonesian Institute of Sciences
Not a member yet
194 research outputs found
Sort by
NUMERICAL MODELLING OF GEOTHERMAL RESERVOIR IN GUNUNG TALANG, WEST SUMATERA, INDONESIA
Gunung Talang geothermal field is a part of Gunung Talang β Bukit Kili geothermal working area, which is located in Solok Regency, West Sumatera, Indonesia, about 54 km to the northeast of Padang city. A numerical model consisting of 1,680 grid blocks, covering an area of 17 km2 was developed for reservoir simulation. Two development strategies scenarios were constructed by considering various aspects such as reservoir behaviour, power plantβs lifetime, environmental effects, resources, and prospect area. The power plantβs power generation capacity and production lifetime of the scenarios are respectively 41,83 MW with 106 years production lifetime from the first scenario and 79,53 MW with 54 years production lifetime from the second scenario. Nowadays, the Gunung Talang β Bukit Kili geothermal working area is being auctioned with a potential power generation of 65 MW.ABSTRAK β Pemodelan numerik reservoir panasbumi di Gunung Talang, Sumatera Barat, Indonesia. Lapangan panas bumi Gunung Talang merupakan bagian dari Wilayah Kerja Panasbumi Gunung Talang β Bukit Kili yang terletak di Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Indonesia, sekitar 54 km arah timurlaut Kota Padang. Model numerik yang terdiri dari 1.680 blok grid untuk area seluas 17 km2 dibuat untuk mensimulasikan reservoir. Dua skenario strategi pengembangan dibangun dengan mempertimbangkan beberapa aspek seperti perilaku reservoir, umur pembangkit, pengaruh terhadap lingkungan, sumber daya, dan area prospek. Kapasitas pembangkitan daya pembangkit listrik hasil skenario pertama adalah 41,83 MW dengan umur produksi 106 tahun, sedangkan skenario kedua menunjukkan kapasitas 79,53 MW dengan umur produksi 54 tahun. Saat ini, WKP Gunung Talang β Bukit Kili sedang dalam proses lelang dengan potensi pembangkitan listrik sebesar 65 MW.Β
STRUCTURAL AND EARTHQUAKE EVALUATIONS ALONG JAVA SUBDUCTION ZONE, INDONESIA
Java Subduction is a zone of trench perpendicular convergence of Australian Plate and Southeast Asia in the south of Java. It is characterized by an almost E-W trending trench with an eastward increase of convergence velocity. Three major earthquakes with tsunamis have been caused by deformation along this subduction zone. Although many studies have undertaken to understand the nature of the subduction system, a clear relationship between structures and earthquake activities remains poorly explained. In this study, we used bathymetry, residual bathymetry, and published seismic reflection profiles to evaluate structural and morphological elements, then link the observations to earthquake activity along Java Subduction Zone. Based on seafloor morphology, characteristics of the accretionary wedge and forearc basin varies along the trench in response to the variation of seafloor morphology. Features such as seamounts and ridges which were observed in the oceanic basin may be subducted beneath accretionary wedge and disrupt the morphology of accretionary wedge, forearc basin, and trench. Earthquake activities are generally dominated by normal fault solutions in the trench, which is attributed to plate bending faults while thrust fault solution is observed in the forearc basin area. Thrust fault activities in accretionary wedge are decreased to the east, where there is no thrust fault solution observed in the eastern end of the subduction zone. Few strike-slip focal mechanisms are observed and mainly located within the subducting oceanic plate. Structures and subducting oceanic features may control the earthquake activity where deformation occurred at the edge of these features. The two largest thrust fault earthquakes in 1994 and 2006 are interpreted as a result of deformation along with plate interface on soft or unconsolidated sediment above the incoming plate. The largest normal fault earthquake with a magnitude 8.3 is possibly caused by a crustal scale-fault that breaks the entire oceanic crust.ABSTRAK - Evaluasi struktur dan gempa bumi di sepanjang zona subduksi Jawa, Indonesia. Subduksi Jawa adalah zona konvergensi yang tegak lurus palung antara Lempeng Australia dan Asia Tenggara di selatan Jawa. Hal ini ditandai dengan palung berarah hampir baratβtimur dengan peningkatan kecepatan konvergensi ke arah timur. Tiga gempa bumi besar dengan tsunami disebabkan oleh deformasi di sepanjang zona subduksi ini. Meskipun banyak penelitian telah dilakukan untuk memahami sifat sistem subduksi, hubungan antara struktur dan kegiatan gempa bumi masih kurang jelas. Dalam studi ini, kami menggunakan batimetri, batimetri residual, dan profil refleksi seismik untuk mengevaluasi elemen struktur dan morfologi, kemudian menghubungkan pengamatan dengan aktivitas gempa bumi di sepanjang zona subduksi Jawa. Berdasarkan morfologi dasar laut, karakteristik prisma akresi dan cekungan busur muka bervariasi di sepanjang palung sebagai respon terhadap variasi morfologi dasar laut. Fitur seperti seamount dan punggungan yang diamati di cekungan samudera menunjam di bawah prisma akresi dan mengganggu morfologi prisma akresi, cekungan busur muka, dan palung. Aktivitas gempa bumi umumnya didominasi olehΒ patahan normal di palung, yang dikaitkan dengan patahan tekukan lempeng sedangkan patahan naik diamati di daerah cekungan busur muka. Aktivitas sesar naik di dalam prisma akresi berkurang ke arah timur, di mana tidak ada patahan naik yang teramati di ujung timur zona subduksi. Beberapa mekanisme patahan mendatar diamati dan terutama terletak di dalam lempeng samudera yang menunjam. Struktur dan fitur di kerak samudra yang menunjam dapat mengontrol aktivitas gempa bumi di mana deformasi terjadi di tepian fitur ini. Dua gempa bumi besar dengan sifat patahan naik pada tahun 1994 dan 2006 ditafsirkan sebagai hasil dari deformasi di sepanjang antarmuka lempeng pada sedimen lunak atau tidak terkonsolidasi di atas lempeng yang masuk. Gempa bumi besar dengan sifat sesar normal magnitude 8,3 mungkin disebabkan oleh patahan skala-kerak yang menghancurkan seluruh kerak samudera
GEOLOGI DAN PETROKIMIA ENDAPAN ZEOLIT DAERAH BAYAH DAN SUKABUMI
Zeolit dijumpai pada batuan piroklastik di daerah Cikembar (Sukabumi) dan Bayah (Banten) dari zona fisiografi pegunungan Bogor dan Bayah. Karakteristik, genesa batuan, dan tipe zeolit di kedua lokasi tersebut belum dijelaskan, terutama kaitannya dengan potensi pengkayaan unsur tanah jarang (UTJ) pada batupasir tufan di daerah Cikembar dan tuf teralterasi di daerah Swakan. Metode yang digunakan pada studi ini terdiri dari pengamatan geologi lapangan, petrografi, difraksi sinar-X (XRD), dan kimia batuan (whole rock) menggunakan XRF dan ICP-MS. Tujuannya adalah untuk mengungkap genesa pembentukkan zeolit dan UTJ di Swakan dan Cikembar.Β Batupasir tufan dari Cikembar dan tuf dari Swakan menunjukkan kehadiran zeolit bertipe mordenit dan klinoptilolit. Zeolit di daerah Cikembar terdapat sejajar perlapisan, sedangkan di daerah Swakan berasosiasi dengan kumpulan mineral alterasi. Pengendapan zeolit Cikembar dipengaruhi oleh air meteorik yang dicirikan oleh anomali negatif Ce pada pola diagram laba-laba yang di normalisasi terhadap kondrit. Total (βUTJ) pada batupasir tufan dari Cikembar 82β 94 ppm dan pada tuf Swakan 71β83 ppm. Perbedaan kandungan βUTJ tersebut lebih mencerminkan komposisi UTJ pada batuan asal.ABSTRACT β Geology and petrochemistry of zeolite deposits of Bayah and Sukabumi areas. Zeolites are found in pyroclastic rocks in Cikembar (Sukabumi) and Bayah (Banten) from the Bogor and Bayah mountainous physiographic zones. The characteristics, rock genesis, and types of zeolites from these two locations have not been explained, especially in relation to the potential of REEs (Rare Earth Elements) enrichment in Cikembar tuffaceous sandstone and Swakan altered tuff. The method used in this study consists of field geological observations, petrography, X-ray diffraction (XRD), and whole rock geochemistry using XRF and ICP-MS. The aim is to uncover the formation of zeolites and REEs in Swakan and Cikembar.Β The Cikembar tuffaceous sandstones and the Swakan tuffs show the presence of mordenite and clinoptilolite types of zeolites minerals. The zeolites in Cikembar area are parallel to the bedding plane, while in Swakan area are associated with alteration mineral assemblages. The deposition of Cikembar zeolite was influenced by meteoric water which is characterized by the negative Ce anomalies in chondrite-normalized spider diagram pattern. The total (βREEs) concentration in Cikembar tuffaceous sandstones are 82β94 ppm and Swakan tuffs are 71β83 ppm. The difference in the βREE content more likely reflects the parentβs rock REEs composition
ANALISIS POTENSI LIKUIFAKSI PADA WILAYAH CEKUNGAN BANDUNG DENGAN MENGGUNAKAN METODE UJI PENETRASI KONUS
Secara geologi, wilayah Cekungan Bandung tersusun atas lapisan endapan danau purba yang rentan terhadap risiko gempa bumi. Dengan demikian, pengetahuan mengenai potensi likuifaksi di wilayah ini sangat diperlukan untuk mengurangi risiko gempa bumi. Makalah ini menyajikan hasil evaluasi potensi likuifaksi dan penurunan tanah akibat likuifaksi dengan menggunakan metode uji penetrasi konus (CPT) dengan mempertimbangkan gempa bumi dari zona Sesar Lembang (Mw 6,5) dan zona subduksi selatan Jawa (Mw 7,0). Berdasarkan skenario gempa bumi tersebut, penurunan tanah total sangat bervariasi disebabkan oleh perbedaan ketebalan lapisan pasir lanauan di setiap lokasi. Mempertimbangkan perbedaan percepatan tanah puncak, penurunan tanah total akibat gempa bumi dari zona Sesar Lembang akan lebih tinggi dibandingkan dengan penurunan tanah total akibat gempa bumi megathrust di selatan Jawa.Β ABSTRACT - Liquefaction potential analysis in Bandung Basin area using cone penetration test method Bandung Basin region is geologically composed of ancient lake sediments that are susceptible to earthquake risk. Therefore, knowledge of the potential for liquefaction in this region is needed to reduce the risk of earthquakes. This paper presents the results of the evaluation of the potential for liquefaction and ground settlement due to liquefaction using the CPT method by considering earthquakes from the Lembang Fault zone (Mw 6.5) and the southern Java subduction zone (Mw 7.0). Based on the earthquake scenario, the CPT locations will have a different liquefaction potential and total ground settlement due to differences in the thickness of the silty sand layer at each location. In an account of the difference in peak ground acceleration, the total ground settlement due to earthquakes from the Lembang Fault zone will be higher than that caused by the megathrust in southern Java.
ANALISIS MODULUS DEFORMASI MASSA BATUAN PADA SEGMEN JALAN USAID KM 27 HINGGA KM 30 BERDASARKAN KLASIFIKASI MASSA BATUAN
Penelitian modulus deformasi dan klasifikasi massa batuan mengunakan sistem RMR (rock mass rating) dan GSI (geological strength index) telah dilakukan di Jalan Raya USAID km 27 hingga km 30. Lintasan jalan di daerah ini berada pada batuan yang mengalami deformasi akibat aktivitas tektonik sehingga pada bagian lereng badan jalan ditemukan rekahan-rekahan yang berpotensi longsor, maka diperlukan rekayasa lereng dengan menganalisis dan menilai klasifikasi massa batuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi klasifikasi massa batuan dengan RMR (rock mass rating), GSI (geological strength index), dan besaran nilai modulus deformasi massa batuan yang terdapat pada batugamping lempungan. Metode penelitian yaitu dengan melakukan scanline untuk mengambil data orientasi struktur geologi untuk analisis kinematik lereng dan kondisi bidang diskontinuitas (kemenerusan, bukaan, kekasaran, isian, tingkat pelapukan dan kondisi keairan), termasuk kekuatan batuan utuh yang diambil dari lereng batuan untuk menghitung nilai RMR dan GSI. Pendekatan empiris dilakukan untuk mengestimasi nilai modulus deformasi berdasarkan nilai GSI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa longsor batuan yang akan terjadi berdasarkan analisis kinematik adalah longsoran jenis planar, gulingan, dan baji. Nilai RMR masing-masing lereng 1, 2, 3 dan 4 adalah sebesar 60, 64, 60, dan 61, sementara nilai GSI sebesar 50, 51, 52 dan 54 secara berurutan. Nilai modulus deformasi massa batuan untuk batugamping lempungan sebesar 50 GPa untuk semua lereng.Β ABSTRACTS - Rock mass modulus deformation analysis in USAID highways segment km 27th to km 30th based on rock mass classifications. Rock mass modulus deformation and rock mass classifications utilizing RMR (rock mass rating) and GSI (geological strength index) have been conducted in USAID Highways segment from km 27th to km 30th where is built on the rocks which are highly influenced by tectonic force and deformed by tectonic activity; hence, the rock on the slopes are fractured, folded and potentially to failure. These circumstances need a rock engineering approach by applying rock mass classification methods. This research aims to identify the rock mass classifications based on RMR, GSI, and to estimate the rock mass modulus deformation working on rock slope of argillaceous limestone. Scanline approach wasΒ utilized in structural geology data acquisition for rock slope kinematic analysis and joints condition (persistence, aperture, roughness, infilling, weathering, and watering) included the strength of intact rock is obtained from rock slope in calculating the RMR and GSI ratings. The empirical approach was deployed in estimating the rock mass modulus deformation based on GSI value. Rock slope kinematic analysis reveals the possibility of rock failure that will be occurred on the slopes are plane, toppling, and wedge failures. The total RMR ratings are 60, 64, 60, and 61 for slope 1, 2, 3, and 4, while the total GSI values are 50, 51, 52, and 54 respectively. Rock mass modulus deformation for argillaceous limestone in this study area is 50 GPa for every slope.
IMAGING TREE ROOT ZONE GEOMETRY USING ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY
Root zone geometry research is usually done in a conventional way which is destructive, time-consuming, and requires a considerable cost. Several non-destructive measurements used geophysical methods have been developed, one of which is the Electrical Resistivity Tomography (ERT) method. Tree root zone determination using ERT has been carried out in Kiara Payung area, Sumedang, West Java, with Maesopsis eminii tree as the object study. A total of 29 ERT lines were measured using dipoledipole configuration with electrodes spacing of 50 cm. The results of two-dimensional (2D) and three-dimensional (3D) inversion modeling show that the ERT method has been successfully imaging the tree root zone. The root zone is characterized as 100-700 Ξ©m with an elliptical shape geometry of the root plate. The root radius is estimated to be 4-5 m from the stem, the root zone diameter reaches 8-9 m at the shallow soil surface and the root zone depth is approximately 2-2.5 m.Β ABSTRAK Pencitraan geometri zona perakaran pohon menggunakan electrical resistivity tomography. Penelitian geometri zona perakaran biasa dilakukan dengan cara konvensional yang destruktif, memakan waktu, dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beberapa pengukuran non-destruktif menggunakan metode geofisika telah dikembangkan, salah satunya adalah metode Electrical Resistivity Tomography (ERT). Penentuan zona perakaran pohon menggunakan metode ERT telah dilakukan di daerah Kiara Payung, Sumedang, Jawa Barat, dengan pohon Maesopsis eminii sebagai objek studi. Sebanyak 29 lintasan ERT diukur menggunakan konfigurasi dipole-dipole pada dengan jarak antar elektroda 50 cm. Hasil pemodelan inversi dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D) menunjukkan bahwa metode ERT telah berhasil mencitrakan zona perakaran pohon. Zona perakaran teridentifikasi berada pada nilai resistivitas 100-700 Ξ©m dengan root plate dan root cross-sections berbentuk elips. Radius akar diperkirakan sejauh 4-5 m dari pangkal batang, sedangkan diameter zona perakaran mencapai sekitar 8-9 m di permukaan tanah dangkal dan kedalaman zona perakaran diperkirakan antara ~2-2.5 m.
PENGARUH ZONA JENUH AIR TERHADAP KESTABILAN LERENG DI WENINGGALIH, KABUPATEN BANDUNG BARAT
Kejadian longsor dangkal di Desa Weninggalih mengakibatkan kerugian setiap tahunnya. Hal tersebut diakibatkan oleh salah satu budaya warga setempat yaitu membuat kolam ikan tanpa dilapisi lapisan kedap air sehingga diduga menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya kestabilan lereng. Sebagai upaya untuk mengurangi risiko kerugian tersebut dibutuhkan pemahaman yang baik mengenai karakteristik longsor dan pengaruh keberadaan kolam ikan terhadap kondisi kestabilan lereng. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng dan pengaruh keberadaan kolam ikan untuk studi kasus di daerah Weninggalih. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pemetaan geologi, pemetaan topografi detail, pengukuran electrical resistivity tomography (ERT), pengambilan sampel tanah, pengujian geoteknik, dan analisis kestabilan lereng. Metode kesetimbangan batas dengan perhitungan Morgenstern-Price digunakan untuk analisis kestabilan lereng. Daerah studi terdiri dari produk vulkanik berupa tanah residual dan tuf tebal yang bersifat lepas dan kuat geser dalam yang rendah. Hasil analisis ERT menunjukkan adanya perluasan zona jenuh air yang diakibatkan oleh keberadaan kolam ikan. Analisis kestabilan lereng menunjukkan bahwa kemunculan zona jenuh air yang meluas menyebabkan menurunnya nilai faktor keamanan lereng secara signifikan. Β ABSTRACT β The effect of water saturated zone on slope stability in Weninggalih, Bandung BaratRegency. Shallow landslides inWeninggalih Village resulted in many losses every year. One of the contributing factors is the customs of building a fishpond in the sloping ground without an impermeable liner. Consequently, the seepages from the pond cause the decrease in slope stability. To reduce the risk of loss, a better understanding of the landslideβs characteristics and the effect of the fishpond on the stability of the slope is required. The purpose of this study is to determine the level of slope stability and the influence of the fishponds to slope stability in the Weninggalih area. Methods used in this study include geological mapping, detailed topographic mapping, electrical resistivity tomography (ERT), soil sampling, geotechnical laboratory testing, and slope stability analysis. The limit equilibrium method with the Morgenstern- Price formula was used for slope stability analysis. The study area is composed of volcanic products consisting residual soil and thick tuff that are loose and having low shear strength. Results of ERT analysis showed the extension of the water saturated zone caused by the presence of fishponds. Analysis of the slope stability shows that the expanding water saturated zone causes a significant decrease in the slope safety factor
IDENTIFIKASI AKUIFER AIR ASIN DAN AIR TAWAR BERDASARKAN MODEL TAHANANJENIS DAN DATA BOR DI SIDOARJO, JAWA TIMUR
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi akuifer air asin dan air tawar di daerah Sidoarjo. Penentuan akuifer dilakukan berdasarkan model tahananjenis 2D dan data bor. Interpretasi data tahananjenis menunjukkan bahwa prospek akuifer air tawar ada pada kedalaman 10 hingga 50 meter yang menyebar luas, dan akuifer air tawar dalam berada pada kedalaman 140 sampai 170 meter. Akuifer- akuifer tersebut memiliki nilai tahananjenis antara 14,7 sampai 46,2 ohm-meter. Akuifer air asin teridentifikasi pada kedalaman 51 sampai 110 meter dengan nilai tahananjenis 0,48 sampai 3,1 ohm-meter, dan air payau pada kedalaman 20 hingga 40 meter. ABSTRACT Identification of Salt and Fresh Water Aquifers Based on Resistivity Model and Logging Data in Sidoarjo, East Java. The purpose of this study is to identify saltwater and freshwater aquifers in Sidoarjo region. The aquifers were identified based on a 2D resistivity modeling from geoelectrical survey and data interpretation from resistivity logging. Analyzes from both data show that the freshwater aquifer is at the depth of 10 to 50 meters, which are widespread. A deep freshwater aquifer is in a depth of 140 to 170 meters. These aquifers has a resistivity value between 14.7 to 46.2 ohm-meters. Saltwater aquifers are identified in the depth of 51 to 110 meters with resistivity values of 0.48 to 3.1 ohms-meters. And brackish water is at the depth of 20 to 40 meters