Secara harfiah, catuspatha memiliki nilai ystem, fungsi dan makna tersendiri. Dalam konteks
kebudayaan bali, catuspatha sebagai pusat kerajaan yang mengandung empat elemen
pembentuk yang disesuaikan desa, kala, patra pada masing-masing wilayah. Sedangkan, dalam
konteks agama hindu, catuspatha terbentuk berdasarkan ystem swastika yang diibaratkan
dengan ystem kebahagiaan. Dengan adanya perubahan ystem, tidak menuntut
kemungkinan bahwa pada era ini, catuspatha mengalami perubahan fungsi catuspatha. Selain
kental akan nilai sejarahnya, ruang tengah pada catuspatha Desa Pakraman Ubud masih tampak
kosong tanpa penambahan elemen estetika serta Puri Saren Ubud yang berada pada lokasi
penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan makna yang tertuang dalam
catuspatha, dimana perubahan-perubahan yang terjadi terhadap elemen-elemen pembentuk
catuspatha menjadi acuan dasar dalam menjelaskan makna yang tertuang dalam catuspatha.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara analisis
di lapangan, wawancara terkait catuspatha serta pembentuk elemen catuspatha serta
narasumber yang berperan penting dalam mengetahui pembentukan catuspatha, serta dilakukan
pula cross check berdasarkan literatur dan hasil penelitian. Hasil yang diperoleh dari penelitian
ini adalah terjadinya perubahan ystem serta adanya perubahan berupa gagasan dan
pandangan terkait catuspatha sebagai simpang empat yang mengandung makna simbolik
adanya kegiatan adat, ekonomi dan ystem; makna filosofis, simpang empat menyiratkan
palang atau suatu tapak dara; dan makna kesakralan, nilai ystem dalam catuspatha diambil
melalui pembangunan catuspatha dengan proses pensakralan melalui ritual keagamaan dan
pemasupatian