Telah dilakukan pendugaan jenis batuan bawah permukaan berdasarkan anomali magnetik di daerah dengan koordinat geografis 3° 00’ 00” hingga 3° 30’ 0.00” LS dan 115 °00’0.00” hingga 115° 30’ 0.00” BT. Data yang digunakan berasal dari peta anomali magnet total Lembar Banjarmasin yang diterbitkan oleh Pusat Survei Geologi Bandung. Reduksi ke ekuator dan kontinuasi ke atas dilakukan untuk mengetahui sebaran batuan bawah permukaan. Berdasarkan model yang dihasilkan, nilai anomali magnet total di lokasi penelitian berada di kisaran -725 nT sampai 458 nT. Model penampang 2D sayatan A-A’, sayatan B-B’, dan sayatan C-C’ yang dibuat menunjukkan keberadaan kuarsa, kuarsa pasir, batu pasir, lempung, batu gamping, batuan breksi gunung api, lava andesit, batuan beku basa, batuan andesit basalt, mineral diamagnetik, dan batuan ultramafik

Arman, Yudha

Jayanti, Yesi Dwi

Zulfian, Zulfian

English

PRISMA FISIKA

PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 3 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN: 2337-8204 234   Pendugaan Jenis Batuan Bawah Permukaan Lembar Banjarmasin Kalimantan Selatan Berdasarkan Anomali Magnetik Yesi Dwi Jayantia*, Yudha Armana , Zulfiana  aProgram Studi Geofisika, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura, Pontianak *Email : yesidwi@student.untan.ac.id  (Diterima 6 September 2022; Disetujui 19 Oktober 2022; Dipublikasikan 31 Oktober 2022) Abstrak Telah dilakukan pendugaan jenis batuan bawah permukaan berdasarkan anomali magnetik di daerah dengan koordinat geografis 3° 00’ 00” hingga 3° 30’ 0.00” LS dan 115 °00’0.00” hingga 115° 30’ 0.00” BT. Data yang digunakan berasal dari peta anomali magnet total Lembar Banjarmasin yang diterbitkan oleh Pusat Survei Geologi Bandung. Reduksi ke ekuator dan kontinuasi ke atas dilakukan untuk mengetahui sebaran batuan bawah permukaan. Berdasarkan model yang dihasilkan, nilai anomali magnet total di lokasi penelitian berada di kisaran -725 nT sampai 458 nT. Model penampang 2D sayatan A-A’, sayatan B-B’, dan sayatan C-C’ yang dibuat menunjukkan keberadaan kuarsa, kuarsa pasir, batu pasir, lempung, batu gamping, batuan breksi gunung api, lava andesit, batuan beku basa, batuan andesit basalt, mineral diamagnetik, dan batuan ultramafik.  Kata Kunci : Metode magnetik, Anomali magnetik, Batuan 1. Latar Belakang Daerah penelitian, yaitu Lokasi bekas petambangan bijih besi di kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan memiliki potensi mineral laterit, kromium, dan kobalt yang belum dimanfaatkan [1]. Berdasarkan peta geologi lembar Banjarmasin berskala 1:250.000, daerah penelitian memiliki keadaan geologi yang kompleks yang memperlihatkan adanya susunan batuan berumur Pra-tersier sampai Kuarter [2]. Batuan yang berumur pra-tersier tersebut terdiri dari batuan malihan, ultramafik, batuan terobosan, batuan sedimen, dan batuan gunung api yang berumur Jura hingga Kapur.  Schwaner Mountain yang memiliki umur sekitar Kapur Awal-Akhir yang mengandung material batolit granit, granodiorit diduga masuk ke dalam batuan metamorf regional dengan kadar yang lebih rendah ditemukan di daerah penelitian. Selain bagian tersebut, Tinggian Meratus yang terdapat di Bagian tenggara Pulau Kalimantan diketahui merupakan pemisah antara Cekungan Asem-asem dan Cekungan Barito. Cekungan Asem-asem tersebut tersusun atas urutan batuan kerak samudra, sebagian batuan ofiolit seperti gabro atau ultrabasa dan bagian dari lempeng subduksi dari Kapur Awal. Cekungan Barito dan Cekungan Kutai dipisahkan oleh garis sesar Adang flexure di bagian selatan[3].  Berdasarkan penelitian tentang anomali magnetik di daerah Awang Bangkal Kalimantan selatan yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat struktur bawah permukaan yang banyak mengandung batuan yang bersifat diamagnetik dan paramagnetik [4]. Daerah tersebut dilaporkan memiliki beragam jenis batuan seperti andesit, kuarsa, kalsit, breksi-vulkanik, olivine-diabas dan kuarsa. Selain batuan yang bersifat diamagnetik dan paramagnetik tersebut, terdapat mineral non magnetik seperti kuarsa, kalsit, dan galena di daerah penelitian. Berdasarkan hal tersebut, pada tulisan ini dilaporkan penggunaan Metode magnetik untuk memodelkan sebaran batuan bawah permukaan di wilayah sekitar lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Metode ini sebelumnya pernah digunakan untuk mendeteksi keberadaan bijih besi di daerah Bajuin, Tanah Laut  [5]. 2. Metodologi Daerah penelitian berada di beberapa wilayah di Provinsi Kalimantan Selatan yang secara geografis terletak di koordinat 3° 00’ 00” – 3° 30’ 0.00” LS dan 115 °00’0.00” – 115° 30’ 0.00” BT dengan luas daerah penelitian 203 𝑘𝑚2. Lokasi penelitian ini secara administratif terletak di daerah Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tanah Bumbu. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang telah dikoreksi IGRF dan variasi harian di Banjarmasin Kalimantan Selatan, dari Pusat Survei Geologi Bandung, berupa peta anomali magnetik lembar Banjarmasin skala 1:250.000[6]. Data penunjang lain adalah peta geologi daerah Banjarmasin skala 1:250.000[2].     PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN : 2337-8204 235       Gambar 1. Peta geologi regional lokasi penelitian[2]  Proses pengolahan data dimulai dengan melakukan digitasi pada peta anomali magnet lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Hasil dari proses digitasi adalah data digital nilai anomali medan magnet total yang terdapat di setiap titik lokasi pengamatan.  Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian (sumber:    google eath, diakses tanggal 29 Mei 2022  jam 17.36)  Proses reduksi ke ekuator (RTE) untuk menghilangkan pengaruh dua kutub pada peta anomali magnet total kemudian dilakukan pada data digital tersebut. Proses koreksi ini dilakukan dengan memasukkan nilai inklinasi -24.6429° dan deklinasi 1.710047°.  Kontinuasi ke atas kemudian dilakukan untuk memisahkan anomali regional dan residual. Proses ini dilakukan dengan memasukkan data ketinggian sebesar 300 m, 600 m, 900 m, dan 1200 m. Hasil yang didapat dari proses pemisahan ini berupa peta anomali regional. Proses berikutnya adalah pemodelan ke depan yang bertujuan untuk mendapatkan data kalkulasi sampai menghasilkan model yang sesuai dengan keadaan sebenarnya.     Gambar 3. Diagram alir penelitian  3. Hasil dan Pembahasan 3.A. Intrepretasi Kualitatif Hasil dari proses digitasi tersebut berupa peta kontur anomali medan magnet disajikan pada Gambar 4.  Gambar 4. Peta anomali magnet total Berdasarkan peta anomali magnet total terlihat bahwa nilai intensitas magnet tertinggi sekitar 458 nT dan terendah sekitar -725 nT.  Nilai anomali tinggi berada di sebelah timur laut, timur, dan tenggara. Hal ini disebabkan oleh adanya pegunungan Meratus yang masuk dalam kelompok batuan ultramafik pra-tersier yang memiliki nilai kemagnetan yang tinggi. Nilai intensitas magnet terendah berada di sebelah selatan, barat laut, barat daya, dan utara.    PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN : 2337-8204 236      Gambar 5. Peta anomali magnet reduksi ke ekuator Hasil peta anomali magnet total yang telah di reduksi ke ekuator yang disajikan pada Gambar 5 memiliki variasi nilai yang tidak jauh berbeda dengan peta anomali magnet total sebelum dilakukan filter reduksi ke ekuator. Hal ini disebabkan oleh posisi anomali magnet pada area penelitian memiliki letak yang hampir sejajar dengan garis ekuator.  Proses kontinuasi ke atas merupakan proses pemisahan anomali residual dan anomali regional pada anomali total yang dilakukan untuk menghilangkan efek anomali dangkal yang akan digunakan dalam proses pemodelan 2D serta memperjelas kontur anomali dari sumber yang bersifat dalam. Proses kontinuasi untuk pemisahan anomali ini  dilakukan secara trial and error yang dominan diamati adalah kecenderungan pola kontur yang terjadi saat pengolahan data[7]. Pada penelitian ini ketinggian yang digunakan dimulai dari 300 m, 600 m, 900 m, dan 1200 m. Gambar 6 merupakan hasil dari proses kontinuasi ke atas pada ketinggian 1200 m.               Gambar 6. Peta anomali magnet regional Pola anomali magnet regional yang terdapat pada Gambar 6 memiliki nilai anomali tinggi tersebar pada arah timur laut dan timur. Sedangkan untuk nilai anomali rendah tersebar pada arah utara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut. Pola anomali tinggi di sebelah timur laut dan timur diduga disebabkan oleh respon dari pegunungan meratus, batuan gunung api dari Formasi Pitanak, dan Formasi PAAU di sebelah timur. Untuk pola anomali rendah diduga disebabkan oleh endapan aluvial yang cukup tebal, batuan sedimen dari Formasi Tanjung, Formasi Dahor, dan Formasi Warukin di sebelah barat hingga utara. Sedangkan pola anomali rendah di sebelah barat daya diduga disebabkan oleh batuan metamorf daerah Danau Riam Kanan, dan keterdapatan cekungan Barito.  Gambar 7. Peta anomali magnet residual  Gambar 7 merupakan peta anomali residual yang dihasilkan dari pengurangan antara nilai anomali magnet yang sebenarnya dengan nilai anomali magnet regional. Nilai anomali tinggi terletak pada arah timur laut dan bagian tengah untuk nilai anomali sedang tersebar pada arah utara, timur, bagian tengah, PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN : 2337-8204 237  tenggara, dan barat laut. Sedangkan untuk nilai anomali rendah tersebar pada arah utara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut. Nilai anomali magnet rendah di arah selatan dan barat daya memiliki nilai yang lebih rendah dari nilai anomali magnet regional. Respon pola anomali yang tinggi di sebelah barat laut diduga sebagai respon intrusi batuan gunung api yang letaknya di kedalaman dangkal. Sedangkan untuk pola anomali yang sedang tampak semakin menyebar di wilayah area penelitian terkhusus di sebelah tengah, timur, timur laut, utara, dan tenggara. Hal ini diduga disebabkan adanya mineral-mineral magnetik yang terkandung pada lapisan batuan dekat permukaan.  3.B Interpretasi Kuantitatif Data yang digunakan untuk melakukan pemodelan 2D ini menggunakan peta anomali residual magnetik dengan menyayat medan anomali yang bernilai negatif dan positif secara berdampingan untuk mendapatkan nilai x dan y. Peta anomali magnet residual digunakan karena memiliki nilai anomali magnet yang dangkal atau memiliki nilai batuan yang dekat dengan permukaan. Pemodelan 2D dilakukan dengan menggunakan software Mag2dc. Software ini memiliki prinsip kerja dengan menyamakan bentuk dari anomali pengamatan yang berupa garis putus-putus dengan anomali perhitungan yang ditandai dengan garis yang lebih tebal dengan cara trial and error (coba-coba).  Gambar 8. Peta Anomali residual dengan sayatan, garis hitam menunjukkan lintasan pemodelan 2D Berdasarkan Gambar 8 terlihat peta anomali residual yang telah dioverlay dengan peta geologi yang bertujuan untuk mengetahui letak sayatan yang menjadi target penelitian dengan acuan dari peta geologi dan peta anomali residual. Pemodelan 2D sayatan A-A’ ditunjukkan oleh Gambar 9 memiliki sumbu y secara vertikal dan sumbu x secara horizontal. Sayatan A-A’ ditarik dari arah barat ke timur. Berdasarkan Formasi geologi ditunjukkan bahwa daerah penelitian merupakan bagian dari struktur kelurusan yang secara regional memiliki arah utara timur laut-selatan barat daya yang merupakan cerminan dari jurus batuan[8]. Lapisan pertama diduga sebagai mineral diamagnetik berupa batuan sedimen yang berumur muda dengan nilai suseptibilitas (-0,030) - (-0,010) SI yang berupa batu pasir kuarsa, pasir, lanau. Lapisan kedua yang memiliki nilai suseptibilitas sebesar (0,009) - (0,0144) SI diduga sebagai batu pasir. Lapisan ketiga yang memiliki nilai suseptibilitas (0,0300) - (0,0322) SI diduga sebagai batu gamping. Lapisan keempat yang ditandai nilai suseptibilitas sebesar (0,0009) - (0,0012) SI diduga sebagai batu pasir sisipan lempung dan kuarsa yang terdapat dalam lingkungan pengendapan. Lapisan kelima dengan nilai suseptibilitas (0,0501) - (0,0540) SI diduga sebagai batuan breksi vulkanik dengan komponen batu pasir, breksi, dan granit. Lapisan keenam yang memiliki nilai suseptibilitas tinggi sebesar (0,083) SI diduga sebagai batuan lava andesit.  Pemodelan 2D sayatan B-B’ ditunjukkan oleh Gambar 10 ditarik dari arah barat ke timur  yang secara regional merupakan wilayah fluvial berupa daratan rendah (dataran berawa, hutan bakau) dan nilai intensitas paling tinggi yang diperkirakan refleksi dari batuan ultramafik Meratus[9]. Lapisan pertama dengan nilai suseptibilitas (-0,051) SI diduga sebagai mineral diamagnetik berupa batu pasir dan lempung yang yang tertutup endapan aluvial yang secara stratigrafi termasuk lapisan yang lebih muda yang ditunjukkan oleh Formasi Dahor. Lapisan kedua memiliki nilai suseptibilitas (0,0036) - (0,0012) SI yang diduga sebagai batu gamping dengan sisipan dengan batupasir dan lempung. Lapisan ketiga dengan nilai suseptibilitas (-0,008) – (-0,021) SI yang diduga sebagai mineral diamagnetik berupa batuan breksi vulkanik, mineral kuarsa, dan kalsit pada Formasi Paau yang bersisipan dengan lanau dengan komponen batuan mafik, kuarsit, rijang, sekis, dan sedimen. Lapisan keempat dengan keberadaan paling bawah sebagai batuan dasar memiliki nilai suseptibilitas (0,1515) SI yang diduga sebagai batuan andesit yang termasuk produk dari breksi gunung api yang bersisipan dengan lava andesit yang terdapat pada Formasi Pitanak. Gambar 11 menunjukkan pemodelan 2D sayatan C-C’ yang secara regional terletak di daerah kecamatan Aranio kabupaten Banjar. Lokasi sayatan C-C’ berada di bagian tengah lembar Banjarmasin yang memiliki susunan geologi batuan sedimen, batuan beku, dan batuan PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN : 2337-8204 238  metamorf di daerah Riam Kanan yang masuk dalam kelompok sedimen kapur yang menimbulkan efek nilai magnetik negatif[10]. Selain itu lokasi sayatan C-C’ berada di barat daya yang secara regionalnya berada di wilayah   cekungan Barito. Lintasan sayatan ini ditarik dari arah barat laut ke tenggara. Lapisan pertama dengan nilai suseptibilitas (-0,068) SI diduga sebagai mineral diamagnetik berupa kalsit dan batu garam, batu pasir dari Formasi Manunggul yang berumur kapur. Secara regionalnya batuan mineral diamagnetik ini diduga sebagai refleksi batuan sedimen yang berumur kapur[10]. Lapisan kedua dengan nilai suseptibilitas sebesar (0,0002) – (0,0006) SI yang diduga sebagai batu andesit-basal yang terdapat di endapan permukaan. Lapisan ketiga dengan nilai suseptibilitas (0,0243) - (0,0255) SI diduga sebagai batuan beku basa dengan komposisi utama berupa olivine, serpentinit yang termasuk dalam batuan ultramafik . Gambar 9. Pemodelan 2D bawah permukaan Sayatan A-A’  Gambar 10. Pemodelan 2D bawah permukaan Sayatan B-B’      PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN : 2337-8204 239    Gambar 11. Pemodelan 2D bawah permukaan Sayatan C-C’4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa: 1) Nilai anomali magnet total pada lokasi penelitian sekitar -700 nT sampai 450 nT. Nilai kemagnetan yang rendah diduga disebabkan oleh batuan sedimen yang berumur muda dan mineral diamagnetik pada lokasi penelitian, sedangkan nilai kemagnetan yang tinggi terletak pada daerah pegunungan Meratus dengan adanya batuan ultramafik. 2) Dari hasil pemodelan 2D yang telah dilakukan pada lokasi penelitian diperoleh beberapa jenis batuan yaitu kuarsa, kuarsa pasir, batu pasir, lempung, sedimen serpih, gamping, breksi gunung api, andesit, mineral diamagnetik, dan batuan ultramafik   5. Ucapan Terima Kasih Terimakasih kepada pihak Pusat Survei Geologi (PSG) Bandung yang telah memberikan data untuk penelitian ini.  Daftar Pustaka  [1] Agung, L. N., 2014, Potensi Nilai Tambah Mineral Ikutan Pada Wilayah Bekas Tambang Bijih Besi Laterit di Kecamatan Mantewe dan Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, Buletin Sumber Daya Geologi Volume 9 Nomor 3-2014: 173-184, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung [2] Sikumbang, N dan R. Heryanto., 1994. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Skala 1:250.000, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung [3] Bayu, D. dan Nalendra, S., 2019, Inventarisasi Sumberdaya Alam Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat, Universitas Sriwijaya, Teknik Geologi  [4] Nurhidayah, A.; Wahyono, S.C. dan Siregar, S.S., 2019, Interpretasi Bawah Permukaan Daerah Tambang Batuan Andesit Menggunakan Metode Magnetik Di Desa Awang Bangkal Kalimantan Selatan, Jurnal Fisika FLUX., 16(2):117-123 [5] Rusita, s.; Siregar, S.S.; Sota, I., 2016, Identifikasi Sebaran Bijih BesiI Dengan Metode Geomagnet Di Daerah Pemalongan, Bajuin Tanah Laut, Jurnal Fisika Flux: Jurnal Ilmiah Fisika Fmipa Universitas Lambung Mangkurat, Vol 13, No 1 [6] Setyanta, B., Hutubessy, S., dan Setiadi, I., 2004. Peta Kontur Anomali Magnetik Lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Skala 1:250.000, Pusat Pengembangan dan Penelitian Geologi, Bandung PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 234 - 240 ISSN : 2337-8204 240  [7] Hiskiawan, P., 2016, Pengaruh Pola Kontur Hasil Kontinuasi Atas Pada Data Geomagnetik Interpretasi Reduksi Kutub,  Jurnal Saintifika, Volume18, Nomor 1, Juni 2016, hlm. 18 – 26 [8] Jamal; Nana, S.; Emi, S.; Yoga, A.S., 2019, Analisis Multi Raster SRTM, Radarsat dan Landsat untuk Karakterisisasi Morfo-struktur dari Geometri Sesar di Daerah Binuang Kalimantan Selatan, Jurnal Geologi Dan Sumberdaya Mineral., Vol.20. No.1 hal 49 – 61 [9] Hendri, R.; Bambang, K., dan Agus, H., 2015, Geologi Dan Faktor-faktor Yang Mmepengaruhi Tebal Lapisan Batu Bara Di Daerah Cintapuri Dan Sekitarnya,    Kecamatan Simpang Empat Pengaron, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan [10] Setyanta, B.; Hutubessy, S. dan Setiadi, I., 2004, Peta Anomali Magnet Lembar Banjarmasin Kalimantan, Skala 1:250.000     

Pendugaan Jenis Batuan Bawah Permukaan Lembar Banjarmasin Kalimantan Selatan Berdasarkan Anomali Magnetik

https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpfu/article/download/57850/pdf

Pendugaan Jenis Batuan Bawah Permukaan Lembar Banjarmasin Kalimantan Selatan Berdasarkan Anomali Magnetik

Abstract

Similar works

Full text

Available Versions

PRISMA FISIKA