IMPLEMENTASI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 3 TAHUN
2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN
BERHADAPAN DENGAN HUKUM TERHADAP
PERKARA CERAI GUGAT
(Studi Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang)
Perceraian merupakan jumlah perkara yang paling banyak diterima dan
diputus oleh Pengadilan Agama di Indonesia, berdasarkan statistik jika dilihat dari
jenisnya jumlah perkara cerai gugat (inisiatif istri) berkisar 65% sedangkan cerai
talak (inisiatif suami) berkisar 35%. Sangat banyak perempuan yang
mengharapkan keadilan melalui putusan Pengadilan Agama, seperti halnya
mengharapkan pembebanan nafkah iddah terhadap mantan suaminya untuk
didapatkannya. Untuk itu, Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah
Agung No. 3 Tahun 2017 yang membahas mengenai pedoman mengadili perkara
perempuan berhadapan dengan hukum. Melalui Perma ini, majelis hakim
diharapkan mampu memiliki sensitifitas gender sehingga secara ex officio dapat
memberikan pembebanan nafkah iddah terdahap suami.
Permasalahan yang diamati dalam penelitian ini berkaitan dengan
implementasi Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 terhadap perkara
cerai gugat, pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai gugat setelah
adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 dan tinjauan mashlahah
terhadap pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai gugat setelah adanya
Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi
Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017, pertimbangan hakim dalam
memutus perkara cerai gugat setelah adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 3
Tahun 2017 dan tinjauan mashlahah terhadap pertimbangan hakim dalam
memutus perkara cerai gugat setelah adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 3
Tahun 2017.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan. Penelitian ini bersifat
deskriptif analitis, adapun data yang digunakan adalah berdasarkan pada data yang
diperoleh dari Pengadilan Agama Kelas 1A Tanjung Karang serta didukung
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan. Untuk pengumpulan data
yakni dengan interview dan dokumentasi. Dalam menganalisis data menggunakan
teknik berfikir deduktif dengan analisa kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah implementasi Peraturan Mahkamah Agung
No. 3 Tahun 2017 terhadap perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Kelas 1A
Tanjung Karang masih sangat minim, dapat dibuktikan dengan belum adanya
putusan perkara cerai gugat yang berperspektif gender. Majelis hakim belum
menerapkan ex officio untuk memberikan pembebanan nafkah terhadap
perempuan pasca perceraian. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara cerai
gugat setelah adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2017 masih
mengacu pada asas ultra petita. Sehingga majelis hakim hanya memutus hal-hal
yang menjadi petitum dalam gugatan litigan. Pertimbangan hakim dalam memutus
perkara cerai gugat setelah adanya Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun
2017 yang masih mengacu pada asas ultra petita sangatlah tidak sejalan dengan
teori mashlahah yang memiliki tujuan diantaranya untuk memelihara jiwa dan
harta. Pembebanan nafkah terhadap perempuan pasca perceraian tentu dapat
memberikan manfaat dan menghindari kesulitan bagi mantan istri