Kajian mengenai ayat etika-hukum (ethico-legal text) dalam Al-
Qur’an tergolong problematis mulai dari definisi, kategori, interpretasi
serta relevansi dengan situasi dan kondisi saat ini. Perbedaan definisi
ayat etika-hukum berimplikasi tidak saja pada perbedaan bilangan
ayat etika-hukum oleh para ulama klasik dan kontemporer, namun
juga berdampak pada cara memperlakukan teks serta keberlakukan
teks secara universal atau kontekstual. Penelitian ini mengkaji
perbandingan pemikiran kontekstualis Saeed dan Olfa mengenai ayat
etika-hukum.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: pertama,
bagaimana perbandingan konteks yang melatarbelakangi pemikiran
Abdullah Saeed dan Olfa Youssef mengenai penafsiran kontekstual
ayat etika-hukum dalam Al-Qur’an; kedua, bagaimana perbandingan
konstruksi penafsiran ayat etika-hukum yang mencakup prinsip,
metode, sumber dan aplikasi penafsiran Saeed dan Olfa ditinjau dari
perspektif hermeneutika Gadamer; ketiga, bagaimana aplikasi
interpretasi kontekstual ayat etika-hukum Saeed dan Olfa; dan
keempat, bagaimana relevansi penafsiran kontekstual ayat etikahukum
bagi pengembangan metodologi hukum Islam Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode pengambilan data secara
kualitatif (qualitative research), mengacu pada data kepustakaan
(library research) dengan teknik analisis data secara deskriptif,
analitis, interpretif dan komparatif-kontras (compare and contrast),
dengan menerapkan pendekatan hermeneutik.
Penelitian ini menghasilkan empat temuan. Pertama, Interpretasi
kontekstual ayat etika-hukum Abdullah Saeed dan Olfa Youssef
memiliki titik temu sekaligus titik pembeda. Konteks yang sama
adalah: keprihatinan maraknya pendekatan tekstualis yang terlalu
terpaku pada aspek linguistik; intensi untuk membuka wawasan dan
kesadaran tentang pluralitas-kemajemukan makna dan menyajikan
interpretasi yang sesuai-mendekati substansi ajaran Al-Qur’an.
Bedanya, Saeed lebih dilatarbelakangi oleh intensi menciptakan
pengajaran Al-Qur'an yang relevan bagi kebutuhan umat serta
memilah batasan tentang ayat universal dan kontekstual. Sedangkan
Olfa lebih didorong oleh intensi membuka pemikiran kritis terhadap
teachings of the Qur’an that are relevant to the needs of the people and
to sort out the boundaries of universal and contextual verses, while,
Olfa was more driven by the intention to open critical thinking towards
religious dogma to avoid the trap of narrow-minded fundamentalism
and to present interpretations of the Qur’an with different approaches,
such as linguistic analysis, gender analysis, and psychoanalysis.
Second, the construction of contextual interpretation of the ethicolegal
texts of Saeed and Olfa, as seen through Gadamer’s effective
historical approach, is influenced by tradition, culture, life experience,
socio-political situation, and influential figures, which thus produces
contextual interpretation products on the themes discussed. The
similarity between Saeed and Olfa lies in the principles of
interpretation used, especially in the recognition of the plurality and
complexity of meanings, human rights approaches and the objectives
of sharia (maqāṣid syarī’ah). The difference between the two lies in
the methodological-contextual framework and value hierarchy created
by Saeed. Meanwhile, Olfa mostly wrote interpretation applications in
specific themes related to gender relations and women’s issues with
linguistic and psychoanalytic approaches. The psychoanalytic
approach can serve to dismantle the subconscious structure of the textinterpreter
compiler. Third, the application of Saeed and Olfa’s
contextual interpretation of the ethico-legal texts of the Qur’an
indicates the evolution of the product of interpretation. Evolution
occurs because of awareness of the evolving context, situation,
condition, and capacity of the interpreter. Fourth, the contextual
interpretation of the ethico-legal texts is very relevant for the
development of the construction of contemporary Indonesian Islamic
law methodology in three aspects: methodological, legal material
discovery, and legislation strategy. Contextual interpretation can serve
as a cultural strategy for the community in providing moderate,
tolerant, and transformative religious alternatives