CORE
🇺🇦
make metadata, not war
Services
Services overview
Explore all CORE services
Access to raw data
API
Dataset
FastSync
Content discovery
Recommender
Discovery
OAI identifiers
OAI Resolver
Managing content
Dashboard
Bespoke contracts
Consultancy services
Support us
Support us
Membership
Sponsorship
Community governance
Advisory Board
Board of supporters
Research network
About
About us
Our mission
Team
Blog
FAQs
Contact us
PERGAULAN CALON SUAMI ISTRI PADA MASA PRA PEMINANGAN DI SAWUNGGALING WONOKROMO SURABAYA
Authors
Abdul Hadi
Publication date
19 April 2016
Publisher
Department of Islamic Family Law (Ahwal Al-Syakhsiyyah)
Abstract
Abstract: This article discusses the social interaction between the bride and groom prior their marriage in Sawunggaling Wonokromo, Surabaya. In Islam, as long as the couple has not legally tied knot of marriage, they are not allowed to meet, let alone to make sexual intercourse. Any sexual intercourse outside wedlock is considered adultery and a major sin in Islam. Even if a man and a woman have been engaged to each other, this does not legalize sexual intercourse as long they have not tied knot. However, in Sawunggaling Wonokromo, Surabaya, after a man and a woman engaged for marriage, they are allowed to meet, to chat and even to have sexual intercourse. This interaction is a token of love and the man will be responsible to whatever happening to his fiancée. Certainly, this practice is contradictory to Islamic teaching. A man and a woman engaged to each other will only allowed to meet with the attendance of a member of family to avoid unlawful relationship. Abstrak: Artikel ini membahas tentang pergaulan calon suami istri pada masa pra peminangan di Sawunggaling Wonokromo Surabaya. Pergaulan calon suami-istri dalam masa pra peminangan yang berlaku di Kelurahan Sawunggaling adalah kedua calon diperkenankan bergaul bebas layaknya suami-istri seperti jalan-jalan berdua ke mana saja mereka suka, bincang-bincang berdua dan bahkan tidur sekamar juga ditolelir oleh masyarakat di sana. Pergaulan tersebut merupakan manifestasi kecintaan tehadap calonnya, dan si laki-laki akan bertanggung jawab dengan apapun yang akan terjadi terhadap tunangannya. Ada dua faktor yang mempengaruhi pergaulan tersebut yaitu: Pertama, faktor lingkungan setempat yang memiliki kebiasaan memperkenankan calon suami-istri bergaul bebas. Kedua, faktor pendidikan masyarakat setempat, yang belum begitu paham terhadap hukum perkawinan Islam khususnya tentang peminangan (khitbah). Bentuk pergaulan calon suami istri pada masa pra peminangan yang terjadi di Sawunggaling Wonokromo Surabaya, dilarang dan diharamkan dalam syariat Islam. Islam hanya memperbolehkan kedua calon bertemu dan pertemuan tersebut harus didampingi mahram supaya tidak terjadi kemungkaran (fÄhishah).Â
Similar works
Full text
Open in the Core reader
Download PDF
Available Versions
Jurnal Online Fakultas Syariah dan Hukum (UIN Sunan Ampel Surabaya)
See this paper in CORE
Go to the repository landing page
Download from data provider
oai:ojs2.103.211.49.135:articl...
Last time updated on 02/12/2021