12,932 research outputs found

    Effect of VCO to leucocyte differential count, glucose levels and blood creatinine of hyperglycemic and ovalbumin sensitized Mus musculus Balb/c

    Get PDF
    Abstrak. Handajani NS, Dharmawan R. 2009. Pengaruh VCO terhadap hitung jenis leukosit, kadar glukosa dan kreatinin darah Mus musculus Balb/c hiperglikemi dan tersensitisasi ovalbumin. Nusantara Bioscience 1: 1-8. Obat-obatan kimia dan insulin dapat menurunkan kadar glukosa darah pada pasien dengan efek samping hiperglikemi makro vaskular. Diabetes dan insiden alergi dipengaruhi kualitas dan kuantitas leukosit. Asam laurat dalam VCO dilaporkan menurunkan tingkat glukosa darah pada kejadian diabetes dan beberapa insiden alergi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh VCO pada tingkat glukosa darah, diferensial leukosit dan kadar kreatinin pada mencit hiperglikemi dan normoglicemic tersensitisasi ovalbumin. Empat puluh lima (45) mencit Mus musculus Balb/c jantan dengan berat rata-rata 35 g dibagi menjadi 9 kelompok dengan 5 ulangan, yaitu 4 kelompok non aloksan dan 5 kelompok hiperglikemi yang diinduksi aloksan, Pada hari ke-22 sampai ke-36, mereka disensitisasi dengan ovalbumin sebagai penyebab alergi. Sampel darah diperoleh dari vena orbital menggunakan heparin sebagai anti koagulan, kadar glukosa darah diukur dengan metode GOD sebanyak 6 kali, pada hari ke-1, 4, 18, 22, 32 dan 37, kemudian diuji dengan ANAVA yang diikuti oleh DMRT 0,05 untk mengetahui tingkat perbedaan antar perlakuan. Pada hari ke-37, diferensial leukosit dan tingkat kreatinin darah ditentukan, lalu dibandingkan dengan nilai normal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam hitungan diferensial leukosit mencit hiperglikemi, persentase neutrofil jauh lebih rendah daripada nilai normal (3.22%), dan persentase limfosit jauh lebih tinggi daripada nilai normal (94.54%). Konsumsi 0.003 mL/35 g VCO lebih dari 18 hari menurunkan kadar glukosa darah pada mencit hiperglikemi, menurunkan persentase basophile pada mencit tersensitisasi ovalbumin, normalisasi persentase neutrophile tidak meningkatkan tingkat kreatinin darah. Kata kunci: VCO, hiperglikemia, alergi, hitungan diferensial leukosit, kreatinin darah

    Pengembangan Metode Analisis Kreatinin secara Spektrofotometri dengan Menggunakan Spektrofotometer UV-Visible

    Full text link
    Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode analisis kreatinin. Metode yang sering digunakan untuk analisis kreatinin secara spektrofotometri adalah dengan menggunakan Jaffe reaction yaitu mereaksikan kreatinin dengan asam pikrat sehingga menghasilkan senyawa kompleks yang dapat dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri UV Vis dalam pelarut air. Pengembangan metode analisis kreatinin dilakukan dengan menambahkanTri octylmethylammoniumchloride (TOMAC) dalam pelarut kloroformsehingga membentuk pasangan ion asam pikrat-kreatinin-TOMA. Larutan organik kemudian dipisahkan dari larutan sampel dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV Vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji validasi metode analisis kreatinin dengan menggunakan TOMA memiliki kelinearitas 98%, limit deteksi 1.089 ppm, SENScal 0.0107, SENSanal 1.089, dan presisi 0.3705

    PENGARUH KONSENTRASI ASAM PIKRAT PADA PENENTUAN KREATININ MENGGUNAKAN SEQUENTIAL INJECTION ANALYSIS

    Get PDF
    Analisis kreatinin dalam urin merupakan hal yang penting untuk memantau keadaaan ginjal. Pendeteksian kreatinin didasarkan pada reaksi Jaffe yaitu reaksi antara kreatinin dengan asam pikrat dalam suasana alkali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam pikrat terhadap absorbansi senyawa kreatinin-pikrat yang terbentuk. Penentuan kreatinin diukur dengan metode sequential injection analysis-valve mixing dengan variasi konsentrasi 0,010; 0,015; 0,020; 0,025; 0,030 M. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi asam pikrat 0,020 M dipilih sebagai compromise concentration untuk kondisi optimum. Kata kunci : asam pikrat, kreatinin, reaksi Jaffe, sequential injection analysis-valve mixing

    PERBEDAAN KADAR KADAR KREATININ DARAH SEBELUM DAN SESUDAH AKTIVITAS FISIK

    Get PDF
    Aktifitas fisik yang berlebihan dapat meningkatkan kadar kreatinin akibat adanya metabolisme otot yang tinggi. Tubuh dalam melakukan berbagai macam metabolisme akan menghasilkan juga berbagai macam produk sisa, salah satu diantaranya adalah kreatinin. Kadar kreatinin ditentukan oleh banyaknya massa otot (laju katabolisme protein). Peningkatan kadar kreatinin setelah olahraga terjadi karena peningkatan pemecahan fosfokreatin yang terdapat di dalam otot sebagai cadangan energi tubuh dan sebagai mekanisme tubuh untuk memenuhi kebutuhan ATP yang meningkat saat berolahraga. Tujuan penelitian untuk mengukur dan menganalisa perbedaan kadar kreatinin darah sebelum dan sesudah aktifitas fisik. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian menggunakan Cross Sectional dengan design pre-tes dan post-test. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Universitas Muhammadiyah Semarang sebanyak 32 sampel, 16 sampel darah sebelum aktivitas fisik dan 16 sampel darah sesudah aktivitas fisik. Berdasarkan hasil analisa hitung jumlah kadar kreatinin darah sebelum aktivitas fisik didapat ratarata 1.031 mg/dL dan kadar kreatinin darah sesudah aktivitas fisik didapat rata-rata 1.625 mg/dL. Uji Paired Ttest didapat nilai p 0.000 (p<0.05) yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar kreatinin darah sebelum aktivitas fisik dan kadar kreatinin darah sesudah aktivitas fisik

    LAJU FILTRASI GLOMERULUS MENURUN PADA WANITA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG TANPA PERUBAHAN KADAR KREATININ URIN

    Get PDF
    ABSTRAK Pendahuluan: Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia cukup tinggi. Salah satu perubahan pada proses menua adalah perubahan struktur dan fungsi ginjal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan laju filtrasi glomerulus (LFG), kreatinin urin dan kreatinin serum pada lansia dan dewasa muda sebagai deteksi dini penyakit pada ginjal yang belum dilakukan sehingga peneliti perlu melakukan penelitian.Metode: Studi Cross Sectional dengan sampel wanita usia dewasa muda dan lansia. Pengambilan sampel darah tepi dan urin digunakan sebagai bahan untuk mengukur kadar kreatinin urin dan kreatinin serum yang diukur dengan metode Jaffe reaction, pemeriksaan LFG dikalkulasi dengan rumus Cockroft and Gault.Hasil dan Pembahasan: Rata – rata LFG dewasa muda dan lansia adalah 108.93±19.94 vs 68±17 (p=0,000). Rata – rata kreatinin urin dewasa muda dan lansia adalah 142,29±91,37 vs 101,61±68,83 (p=0,181). Rata – rata kreatinin serum dewasa muda dan lansia adalah 0,73±0,11 vs 0,80±0,12 (p=0,017).  Hubungan tidak searah kuat didapatkan pada usia dan LFG r=-0,686 (p=0,000), lemah pada usia dan kreatinin urin r=-0,153 (P=0,181). Hubungan searah kreatinin serum dan usia dengan kekuatan lemah r=0,205 (p=0,017). Hal ini menunjukan adanya penurunan fungsi ginjal yang terjadi akibat perubahan pada nefron seiring dengan bertambahnya usia.Kesimpulan: Penuaan berpengaruh pada nilai laju filtrasi glomerulus namun tidak berpengaruh pada kreatinin urin wanita sehat di kota Malang. Kata Kunci: Usia, Penuaan, Laju Filtrasi Glomerulus, Kreatinin Urin, Kreatinin Seru

    Korelasi Kadar Kreatinin Kapiler Metode Substrate Specific Electrode dengan Kadar Kreatinin Serum Metode Enzimatik pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik

    Get PDF
    Latar Belakang: Kreatinin merupakan penanda paling mudah untuk mengetahui fungsi ginjal. Metode yang selama ini sering digunakan adalah enzimatik yang membutuhkan turn around time (TAT) lama. Metode pemeriksaan kreatinin secara point of care testing (POCT) merupakan pemeriksaan yang mudah dan cepat sehingga dapat memantau keadaan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi kadar kreatinin kapiler metode creatinine substrate-specific electrode (SSE) dengan kadar kreatinin serum metode enzimatik pada pasien penyakit ginjal kronik (PGK). Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancang potong lintang terhadap 15 pasien PGK dan 15 kontrol sehat di RSUP. Dr. M. Djamil Padang. Penelitian dilakukan bulan Oktober 2016-September 2017. Kadar kreatinin kapiler diperiksa menggunakan metode SSE dan kreatinin serum menggunakan metode enzimatik. Data dianalisis dengan uji korelasi Pearson, korelasi bermakna jika p<0,05. Hasil: Subjek penelitian laki-laki 14 (46,7%), perempuan 16 (53,3%) dengan rerata umur 47 (17,08) tahun. Rerata kadar kreatinin pasien PGK dengan metode SSE 5,44(3,78) mg/dL dan metode enzimatik 4,66(4,08) mg/dL. Uji korelasi Pearson didapatkan hasil korelasi positif sangat kuat (r=0,969; p= 0,0001). Rerata kadar kreatinin kontrol sehat dengan metode SSE 0,81(0,11) mg/dL dan metode enzimatik 0,67(0,15) mg/dL. Uji korelasi Pearson didapatkan korelasi positif kuat (r=0,688; p= 0,005). Simpulan: Terdapat korelasi sangat kuat antara kadar kreatinin kapiler metode SSE dengan kreatinin serum metode enzimatik pada pasien PGK dan korelasi kuat pada kontrol sehat. Kata Kunci: Enzimatik, kreatinin, penyakit ginjal kronik, substrate-specific electrode

    The Comparison of Creatinine and Cystatin C Value in Preeclampsia Severity and Neonatal Outcome

    Full text link
    Objectives: to compare the levels of creatinine and cystatin C with the severity of preeclampsia, and assess neonatal outcomes.Materials and Methods: Creatinine, cystatin C, and neonatal outcomes were assesed in 17 normotensive samples, 17 samples of mild preeclampsia and 17 samples of severe preeclampsia. Analysis of data with statistical tests of ANOVA and t test differences between 2 proportions.Results: The mean levels of creatinine in the normotensive group, mild preeclampsia, severe preeclampsia are 0.56 mg/dL, 0.67 mg/ dL, and 0.75 mg/dL, p=0.138; While on cystatin C are 0.82 mg/L, 1.03 mg/L and 1.32 mg/L, p=0.000. The adverse neonatal out-come wasn't found in the normotensive group. In mild pre-eclampsia obtained 1 preterm birth and 1 intrauterine fetal death (IUFD), whereas in severe preeclampsia obtained 3 babies born preterm, 1 IUFD, and 1 intrauterine growth restriction (IUGR).Conclusion: levels of cystatin C was increased significantly in line with increased severity of preeclampsia, whereas creatinine was not increased significantly. Cystatin C is better than crea-tinine as a marker of renal dysfunction in preeclampsia patients. There was an increase in adverse neonatal outcomes in the group of preeclampsia

    Gambaran Kadar Kreatinin Pada Penderita Hipertensi Di Rumah Sakit Dr.Abdul Radjak Salemba

    Get PDF
    Hipertensi merupakan keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan darah di atas nilai normal. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengkerut (vasokonstriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan mengakibatkan kerusakan sel - sel ginjal dan dapat menyebabkan terjadinya gangguan fungsi ginjal. Kreatinin merupakan suatu produk biokimia metabolisme otot dan di keluarkan dari tubuh melalui filtrasi ginjal. Tujuan penelitian untuk mengetahui kadar kreatinin pada penderita hipertensi. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Tempat penelitian di laboratorium Rumah sakit dr. Abdul Radjak Salemba. Menggunakan data sekunder berdasarkan  catatan rekam medis  pada periode Desember 2020 – Februari 2021. Pemeriksaan kadar kreatinin ini menggunakan alat Mindray BS-380. Berdasarkan data rekam medis didapat sebanyak 40 orang penderita hipertensi yang melakukan pemeriksaan kadar kreatinin dengan hasil abnormal sebanyak 15 pasien  (37,5%). Penderita hipertensi berdasarkan usia  di  jumpai pada usia 59 tahun yang mengalami peningkatan kadar kreatinin sebanyak 7 pasien (17,5%). Penderita hipertensi dengan kadar kreatinin berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 22 pasien (55%) dan berdasarkan pasien yang lama menderita hipertensi   5 tahun mengalami peningkatan kadar kreatinin sebanyak 8 orang pasien (20.%). Dari hasil penelitian  ini  dapat disimpulkan bahwa penderita hipertensi laki-laki memiliki resiko peningkatan kadar kreatinin lebih besar di bandingkan perempuan. Komplikasi hipertensi dapat dicegah melalui medical chek up (MCU) secara berkala, sehingga komplikasi terhadap gangguan ginjal dapat dihindari. Hal ini menunjukan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kadar kreatinin tinggi.Kata kunci       :Kadar kreatinin, penderita hipertensi, fungsi ginja
    corecore