5 research outputs found
Segregasi, Kekerasan dan Kebijakan Rekonstruksi Pasca Konflik di Ambon
Di tengah kekhawatiran bahwa Indonesia akan terpecah belah karena konflik kekerasan di beberapa provinsi pasca-runtuhnya rezim Orde Baru, beberapa perjanjian damai berhasil dicapai dan menghentikan kekerasan yang telah menelan ribuan korban jiwa dan harta benda. Salah satu perjanjian tersebut adalah Perjanjian Damai Malino II, yang dipandang sebagai tonggak berakhirnya konflik berkepanjangan di Provinsi Maluku.
Namun demikian, kekerasan-kekerasan dalam skala yang lebih kecil dan bersifat sporadis masih terus terjadi di Maluku, khususnya di Kota Ambon. Peneliti dan penggiat perdamaian telah mengidentifikasi bahwa salah satu persoalan yang dihadapi Kota Ambon adalah segregasi pasca-konflik. Akan tetapi, belum ada studi yang berfokus pada hubungan antara segregasi pasca-konflik, munculnya kekerasan, dan kebijakan pembangunan pasca-konflik. Oleh karena itu, studi ini dirancang untuk mengisi kekosongan informasi tersebut.
Studi ini dilaksanakan sebagai bagian dari program Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan (SNPK), kerja sama antara The Habibie Center dengan Kediputian I Bidang Koordinasi Lingkungan Hidup dan Kerawanan Sosial Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan didukung oleh The World Bank. Program ini didanai oleh hibah dari The Korea Economic Transitions and Peace Building Trust Fund
Post-Conflict Democracy, Violence, and Peace-Building in Aceh and Maluku
Studies on democracy development and peace-building in post-conflict areas in Indonesia have been conducted with consideration that beside halting conflicts and reaching peace deals, maintaining peace by preserving political dynamics and development is very important and challenging. Beside that, many recent studies were conducted with more focus on the dynamics of conflicts and vio- lence during the conflict and post-conflict periods. There are few studies that focus on how post-conflict democratization is sustained to preserve develop- mental process and maintain peace. The study is expected to fill in such gap.
The study is conducted as part of the National Violence Monitoring Sys- tem (NVMS/SNPK) program, in cooperation with The Habibie Center and the Deputy I Office for Environmental and Social Vulnerability Coordina- tion, Coordinating Ministry for Human Development and Culture, and with support from The World Bank. The program is funded by Korean grant of Trust Fund for Economic and Peacebuilding Transitions. The publication of the book is also supported by DFAT-TAF Partnership.
NVMS Research team of The Habibie Center obtained huge support from var- ious parties during the development and execution of the study. For this, the team would like to extend its gratitude particularly to Aryos Nivada (Aceh Institut), Muhajir Juli, and Joko Sutranto (Provinsi Aceh); Franklin Nikijuluw, Jamal Riry, Hilda Rolobessy, Dominggus Jacob Loury Sipasulta (Maluku Province's ITDM). The team would feel thankful for critical and constructive inputs from Badrus Sholeh (Islamic State University (UIN) of Syarif Hidayatullah, Jakarta), Cahyo Pamungkas (LIPI), Philips Vermonte (CSIS), Dr. Marwan Syaukani, Nelwan Harap, and Mafud Salatunlayl (Kemenko PMK), as well as Adrian Morel and Wa- hyu Handoyo (World Bank). The NVMS research team would also like to thank all the informants/respondents for providing information during the research; the executive body and staff of The Habibie Center that have supported the research completely, especially Ms. Ima, Mr. Ghazali, Mr. Kun, Vivi, and Tasha.
All of the views in this publication are those from the Habibie Center's NVMS research team and do not reflect the view of other program partner institutions.
Finally, we hope this research would be useful and contribute to the dis- course of democracy development and peace-building
Kapasitas Lembaga dan Dinamika Pencegahan Konflik: Studi Kasus Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat
Publikasi ini mengenai studi tentang kapasitas lembaga dalam pencegahan konflik dengan mengambil kasus di Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Barat. Mengingat semakin kompleksnya penanganan konflik di Indonesia, peran lembaga menjadi strategis untuk melaksanakan hal tersebut. Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial sendiri menyatakan bahwa penanganan konflik meliputi upaya-upaya pencegahan, penghentian, dan pemulihan. Mengingat pencegahan konflik merupakan bagian terpenting dari penanganan konflik, kami dari Tim Sistem Nasional Pemantauan Kekerasan-The Habibie Center (SNPK-THC) memandang perlu diadakan studi tentang bagaimana lembaga-lembaga tersebut menjalankan kapasitas mereka dalam pencegahan konflik.
Sesuai dengan apa yang digariskan UU di atas, pencegahan konflik sebagai salah satu tahapan dalam penanganan konflik diimplementasikan melalui peran lembaga dan strategi pencegahan yang dilakukannya. Dengan demikian, penelitian tentang pencegahan konflik ini dipilih sebagai bagian awal dari rangkaian penelitian tentang penanganan konflik. Selain itu, studi tentang kapasitas lembaga dalam pencegahan konflik di Indonesia masih belum banyak dilakukan, sehingga penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi untuk mengisi kesenjangan literatur yang ada.
Studi tentang kapasitas lembaga ini terlaksana sebagai bagian dari program SNPK-THC. Program ini merupakan kerja sama antara The Habibie Center dan Kedeputian I Bidang Koordinasi Lingkungan Hidup dan Kerawanan Sosial, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), didukung oleh The World Bank serta kemitraan antara Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) dan The Asia Foundation (TAF)