13 research outputs found

    KEJUJURAN HISTORIS BARAT DAN ISLAM

    Get PDF
    In historical relations between the West and the Islamic world, honesty is a rare dimension. The history of West-East relations seems to be filled with bias and covered in prejudice. The negative stigma of the West towards the East, and vice versa, is still being inherited and reproduced today. Sudibyo Markus tries to present an honest and balanced historical analysis in seeing the West and Islam. This paper is a review of Sudibyo Markus' book entitled Dunia Barat dan Islam, Cahaya di Cakrawala (The West and Islam, Light in the Horizon) published by Gramedia in 2019. Dalam sejarah hubungan dunia Barat dan dunia Islam, kejujuran termasuk dimensi yang langka. Sejarah relasi Barat-Timur seolah dipenuhi bias dan berlumuran prasangka. Stigma negatif Barat terhadap Timur, demikian pula sebaliknya, masih terus terwarisi dan direproduksi hingga kini. Sudibyo Markus mencoba menghadirkan analisis sejarah yang jujur dan berimbang dalam melihat Barat dan Islam. Tulisan ini adalah telaah terhadap buku karya Sudibyo Markus berjudul "Dunia Barat dan Islam, Cahaya di Cakrawala" yang diterbitkan oleh Gramedia tahun 2019

    PREJUDICE REDUCTION DALAM AJARAN AGAMA-AGAMA

    Get PDF
    Religion was regarded as a source of prejudice against others who are different, even a source of hatred. In fact, as complex teachings, religions had opposite role, reducing prejudice. This study attempted to find religious values that can be useful for prejudice reduction. With a qualitative method, religious values reducing prejudice were explored from five religions, namely Hinduism, Buddhism, Catholicism, Christianity and Islam. Data were collected through studying religious texts, both from the main sources and the works of religious leaders. The finding found that all religions had fundamental values that could reduce prejudice. These values generally were in the form of respect for diversity, prohibition of acting unfairly, and prohibiting acts of violence. This finding was expected to refute the assumption that religion was a source of prejudice, hatred and horizontal conflict

    Setanisme antara New Religious Movement dan New Age

    Get PDF
    Satanism gained popularity, particularly following the establishment of The Satanic Temple, which held an annual Satan Conference (SatanCon) in the last decade. Satanism is not monolithic, there are at least two main currents, non-theistic satanism and theistic satanism. This article aims to explore Satanism and clarify their position in the field of Religious Studies. By using qualitative methods, this study found that Satanism cannot be viewed as a theology. However, as a movement, Satanism can be grouped into two categories. Atheistic Satanism belongs to the New Age, while religious Satanism (theistic) belongs to the New Religious Movement (NRM). The contribution of this discovery can enliven contemporary discussions in the field of Religious Studies, especially the issue of Satanism.   Setanisme menjadi populer terutama setelah kemunculan The Satanic Temple yang dalam satu dekade terakhir rutin melakukan Satan Conference (SatanCon) setiap tahun. Setanisme tidak monolitik, setidaknya terdapat dua arus utama, non-theistic satanism dan theistic satanism. Artikel ini bertujuan mengungkap Theistic Satanism sebagai istilah teknis yang menyebabkan kerancuan. Beberapa kerancuan yang dimaksud, berada pada ranah konseptual dan praktis, keduanya akan didiskusikan dalam artikel ini. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Kajian ini menemukan bahwa theistic satanism tidak dapat dipandang sebagai sebuah teologi. Meski demikian, sebagai sebuah gerakan, theistic satanism dapat dikelompokkan dalam New Age dan gerakan filosofis antroposentris. Kajian ini juga menawarkan konsep baru untuk menggantikan theistic satanism yang ambigu. Sumbangan penemuan ini dapat menyemarakkan diskusi kontemporer dalam bidang Religious Studies, terutama isu Setanisme. Keywords: Theology, Satanism, theistic satanism, NRM, New Ag

    Setanisme antara New Religious Movement dan New Age

    Get PDF
    Satanism gained popularity, particularly following the establishment of The Satanic Temple, which held an annual Satan Conference (SatanCon) in the last decade. Satanism is not monolithic, there are at least two main currents, non-theistic satanism and theistic satanism. This article aims to explore Satanism and clarify their position in the field of Religious Studies. By using qualitative methods, this study found that Satanism cannot be viewed as a theology. However, as a movement, Satanism can be grouped into two categories. Atheistic Satanism belongs to the New Age, while religious Satanism (theistic) belongs to the New Religious Movement (NRM). The contribution of this discovery can enliven contemporary discussions in the field of Religious Studies, especially the issue of Satanism.   Setanisme menjadi populer terutama setelah kemunculan The Satanic Temple yang dalam satu dekade terakhir rutin melakukan Satan Conference (SatanCon) setiap tahun. Setanisme tidak monolitik, setidaknya terdapat dua arus utama, non-theistic satanism dan theistic satanism. Artikel ini bertujuan mengungkap Theistic Satanism sebagai istilah teknis yang menyebabkan kerancuan. Beberapa kerancuan yang dimaksud, berada pada ranah konseptual dan praktis, keduanya akan didiskusikan dalam artikel ini. Dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Kajian ini menemukan bahwa theistic satanism tidak dapat dipandang sebagai sebuah teologi. Meski demikian, sebagai sebuah gerakan, theistic satanism dapat dikelompokkan dalam New Age dan gerakan filosofis antroposentris. Kajian ini juga menawarkan konsep baru untuk menggantikan theistic satanism yang ambigu. Sumbangan penemuan ini dapat menyemarakkan diskusi kontemporer dalam bidang Religious Studies, terutama isu Setanisme. Keywords: Theology, Satanism, theistic satanism, NRM, New Ag

    Konseling Multikultural Sebagai Pendekatan Studi Terorisme

    Get PDF
    The purpose of this research is to describe the scientific stance of multicultural counseling and its contribution to Terrorism Studies. Attempts are made by performing a literature study on three topics: multiculturalism, multicultural counseling, and terrorism studies. This study found that Multicultural Counseling can be an appropriate approach in Terrorism Studies because Terrorism Studies currently lack the perspective of terror perpetrators' subjectivity. This need can be filled by Multicultural Counseling with its scientific qualities and distinctive capabilities.Studi ini bertujuan menjelaskan kedudukan keilmuan Konseling Multikultural serta kontribusinya dalam Studi Terorisme. Upaya menjelaskan hal tersebut ditempuh dengan cara melakukan review literatur seputar tiga isu, yaitu multikulturalisme, konseling multikultural, dan studi terorisme. Studi ini menemukan bahwa Konseling Multikultural dapat menjadi pendekatan yang baik dalam Studi Terorisme, sebab studi terorisme saat ini masih kekurangan perspektif subyektifitas pelaku teror. Konseling Multikultural dengan karakteristik keilmuan dan kemampuan khususnya mampu mengisi celah tersebut.

    Dakwah dan Objektifitas Keilmuan: Manfaat Religious Studies dan Islamic Studies dalam Dakwah Islam

    Get PDF
    Dakwah Islam saat ini belum mampu membawa umat Islam pada kemajuan peradaban sebagaimana pernah dicapai era Keemasan Islam. Sebaliknya, kemajuan Peradaban Barat juga terus dicurigai sebagai perusak keislaman sehingga tidak pantas menjadi sumber inspirasi. Sikap tersebut membuat peradaban Islam jalan di tempat dan lambat mencapai kemajuan Peradaban. Juru Dakwah Islam dituntut mampu mengambil sikap untuk dapat membawa umat menuju peradaban yang lebih tinggi. Dakwah yang lebih ilmiah dan terbuka menjadi tuntutan untuk zaman ini. Oleh karena itu Dakwah harus dikoneksikan dengan keilmuan yang dekat dengan ilmu dakwah, di antaranya adalah Religious Studies dan Islamic Studies. Meksipuan dua keilmuan tersebut secara historis lahir dari rahim sekular Barat, bahkan dipandang tidak ramah dengan Islam, namun jika dikaji secara serius kedua keilmuan tersebut besar manfaatnya bagi dakwah Islam. Tulisan ini menjelaskan sejarah dan pengertian Religious Studies dan Islamic Studies, kemudian menemukan manfaat dari kedua keilmuan tersebut bagi dakwah Islam.

    Dakwah dan Objektifitas Keilmuan: Manfaat Religious Studies dan Islamic Studies dalam Dakwah Islam

    Get PDF
    Dakwah Islam saat ini belum mampu membawa umat Islam pada kemajuan peradaban sebagaimana pernah dicapai era Keemasan Islam. Sebaliknya, kemajuan Peradaban Barat juga terus dicurigai sebagai perusak keislaman sehingga tidak pantas menjadi sumber inspirasi. Sikap tersebut membuat peradaban Islam jalan di tempat dan lambat mencapai kemajuan Peradaban. Juru Dakwah Islam dituntut mampu mengambil sikap untuk dapat membawa umat menuju peradaban yang lebih tinggi. Dakwah yang lebih ilmiah dan terbuka menjadi tuntutan untuk zaman ini. Oleh karena itu Dakwah harus dikoneksikan dengan keilmuan yang dekat dengan ilmu dakwah, di antaranya adalah Religious Studies dan Islamic Studies. Meksipuan dua keilmuan tersebut secara historis lahir dari rahim sekular Barat, bahkan dipandang tidak ramah dengan Islam, namun jika dikaji secara serius kedua keilmuan tersebut besar manfaatnya bagi dakwah Islam. Tulisan ini menjelaskan sejarah dan pengertian Religious Studies dan Islamic Studies, kemudian menemukan manfaat dari kedua keilmuan tersebut bagi dakwah Islam.

    Oksidentalisme Sikap Timur Terhadap Barat

    Get PDF

    Pembudayaan Agilitas Bisnis Pengusaha Muslim, Hindu dan Konghuchu

    Get PDF
    Abstrak Agama-Agama, karena dimensi transendentalnya yang kuat, sering dianggap kurang mendukung aktivitas duniawi, termasuk bisnis. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi teologi ekonomi dan agilitas pengusaha yang justru bersumber dari ajaran-ajaran keagamaan. Studi dilakukan terhadap umat Muslim di Kotagede Yogyakarta, Hindu di Denpasar, dan dan Konghucu di Lasem. Data dikumpulkan melalui wawancara dan observasi kemudian dianalisis secara kualitatif. Penelitian ini menemukan bahwa para pelaku ekonomi dan pengusaha  dari ketiga agama yaitu  Islam, Hindu dan Konghucu, menggunakan keyakinan teologis sebagai  pembentuk dan penggerak motif berekonomi termasuk dalam mempengaruhi semangat dalam berusaha. Agilitas bisnis pengusaha Muslim ditandai dengan karakteristik modal sosial berpola bounding yaitu ikatan-ikatan yang dibentuk dari tradisi sosial keagamaan muslim seperti kumpulan, menjenguk orang sakit, ta’ziyah, dan pergaulan di tempat usaha (pasar). Sedangkan agilitas bisnis Hindu dibangun dari ajaran Dharma, Catur Purusa Artha, dan Panca Sradha. Adapun agilitas bisnis pengusaha Konghucu ditopang oleh karakter worldview ajaran Konfusius yang sangat menekankan pentingnya menjaga hubungan horizontal antara sesama manusia. Agilitas bisnis para pengusaha Muslim, Hindu dan Konghucu didorong oleh teologi ekonomi yang mereka hayati. Kata kunci: teologi ekonomi, agilitas bisnis, Muslim, Hindu, Konghucu   Abstract Religions are frequently viewed as being opposed to worldly pursuits, such as business, because of their essential transcendental character. This study aims to explore economic theology and business agility, which are actually manifestations of religious doctrine. Muslims in Kotagede, Yogyakarta, Hindus in Denpasar, and Confucians in Lasem were the subjects of the study. Data were gathered through observations and interviews; then qualitative analysis was performed. According to this study, economic actors and entrepreneurs from the three major religions use their theological convictions to influence their economic motivations, especially their level of entrepreneurship. The features of social capital with a bounding pattern, namely bonds invented from Muslim socio-religious traditions such as meetings, visiting sick people, ta'ziyah, and association at the site of business (market), characterize the business agility of Muslim entrepreneurs. As compared to this, Hindu business agility is based on the Dharma, Catur Purusa Artha, and Panca Sradha teachings. The worldview of Confucius' teachings, which place significant emphasis on the value of sustaining relationships between human beings, supports the entrepreneurial agility of Confucian entrepreneurs. The economic theology of Muslim, Hindu, and Confucian entrepreneurs drives their economic agility. Keyword: economic theology, business agility, Muslim, Hindu, Confucianis
    corecore