111 research outputs found

    Pengaruh Medium Dasar Dan Amonium Nitrat Terhadap Pembentukan, Regenerasi Kalus, Dan Penggandaan Tunas Hasil Kultur Anther Anthurium

    Full text link
    Medium dasar dan amonium nitrat merupakan dua komponen penting yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan kultur anther tanaman. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh medium dasar dan konsentrasi amonium nitrat terhadap pembentukan, pertumbuhan, dan regenerasi kalus. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung sejak Bulan Januari hingga Oktober 2008. Spadik Anthurium andraeanum Linden ex André kultivar Tropical dan kalus hasil regenerasinya digunakan dalam penelitian ini. Medium dasar yang digunakan dalam percobaan ini ialah: (1) ½ WT, (2) ½ NWT, dan (3) NWT, sedangkan konsentrasi amonium nitrat yang diaplikasikan ialah (1) 750 mg/l, (2) 550 mg/l, (3) 413 mg/l, (4) 206 mg/l, dan (5) 103 mg/l. Media penggandaan tunas (MP) pada percobaan ini ialah (1) 0,5 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (sebagai kontrol, MP-1), (2) 1,0 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-2), (3) 1,5 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-3), (4) 1,0 mg/l TDZ, 1,5 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-4), (5) 0,5 mg/l TDZ, 2,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-5), (6) 1,0 mg/l BAP dan 0,01 mg/l NAA (MP-6), (7) 0,5 mg/l BAP (MP-7), dan (8) tanpa hormon (MP-8). Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAK) dan RAK pola faktorial dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi amonium nitrat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap induksi pembentukan kalus. Konsentrasi 750 mg/l pada ½ WT merupakan kombinasi terbaik dengan potensi tumbuh anther mencapai 54% dengan 38% regenerasi anther dan 2,3 kalus per perlakuan. Medium ½ WT dan 205 mg/l amonium nitrat merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk pertumbuhan kalus dan pembentukan tunas. Kombinasi ini mampu menstimulasi pertumbuhan kalus hingga 205 mm3 dengan jumlah tunas terbanyak mencapai 5,2 tunas per eksplan. Medium MP-3 (½ WT yang ditambah 1,5 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA) merupakan kombinasi hormon yang sesuai untuk penggandaan tunas hasil kultur anther Anthurium. Medium ½ WT yang ditambah dengan 0,02 mg/l NAA dapat digunakan untuk pengakaran tunas hingga membentuk planlet yang siap untuk aklimatisasi

    Studi Penyiapan Akar Berkualitas Untuk Uji Kromosom Dan Penggandaan Kromosom Planlet Hasil Kultur Anter Anthurium

    Full text link
    Pengakaran berkualitas yang sesuai untuk uji kromosom dan penggandaan kromosom merupakan masalah kritikal dalam pengembangan teknologi kultur anter Anthurium. Penelitian bertujuan untuk mengetahui (1) pengaruh media dan arang aktif dalam mempersiapkan akar berkualitas yang sesuai untuk uji kromosom dan (2) pengaruh konsentrasi dan waktu aplikasi kolkisin terhadap keberhasilan penggandaan kromosom. Studi penyiapan akar berualitas dan penggandaan kromosom planlet hasil kultur anter Anthurium telah dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Kaca, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung dari Bulan Februari sampai September 2009. Pembentukan akar berkualitas yang sesuai untuk uji kromosom dipengaruhi oleh media pengakaran dan penambahan arang aktif. MP-7 [medium Winarto-Teixeira (WT) tanpa hormon yang ditambah 1% arang aktif] merupakan medium induksi pembentukan jumlah dan kualitas akar terbaik dengan 4,5 akar per tunas dan 83% nya ialah akar yang sesuai untuk uji kromosom. MPH-1 [Murashige dan Skoog (MS) yang ditambah 0,2 mg/l N6-benzylaminopurin (BAP) dan 0,02 mg/l asam asetat naftalen (NAA)] merupakan medium pengakaran tunas haploid yang sesuai untuk induksi pembentukan akar hingga 2,5 akar per tunas. Konsentrasi kolkisin 0,25% dengan 7 hari waktu aplikasi dan 0,05% dengan 10 hari periode aplikasi merupakan perlakuan yang sesuai untuk mendapatkan tanaman haploid ganda dengan persentase yang tinggi yaitu 80 dan 76,5% secara berurutan. Ini berarti 19–20 tanaman haploid ganda diperoleh dengan perlakuan tersebut. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat terutama dalam mempersiapkan akar berkualitas yang sesuai untuk uji kromosom dan mendapatkan tanaman haploid ganda yang optimal melalui perlakuan kolkisin

    Peningkatan Pertumbuhan Dan Regenerasi Eksplan Hasil Kultur Anther Anthurium Melalui Perbaikan Media Kultur

    Full text link
    . Winarto, B. 2010. Increase of Growth and Explants Regeneration Derived from Anther Cultureof Anthurium via the Improvement of Culture Medium. Callus regeneration was an important problem in antherculture of anthurium due to slow response in shoot regeneration. A study of growth and regeneration of explantsderived from anther culture of anthurium in different regeneration media were conducted at Tissue Culture Laboratoryof Indonesian Ornamental Crops Research Institute from January to December 2008. The objective of the researchwas to determine the growth and regeneration of explants on different regeneration media. Slow growth, haploidcallus, young leaf, and petiole of different haploid plants were used in the study, while media of MW and MWRwere two basic media applied in the experiment. There were three experiments in the research i.e. to study thegrowth and regeneration of (1) slow growth, (2) haploid callus on different regeneration media, and (3) young leafand petiole of different haploid plants on selected regeneration medium. The experiment I and II were arranged witha completely randomized design (CRD) and the experiment III used factorial CRD with four replications. Resultsof the studies indicated that growth and regeneration capacity of explants derived from anther culture of anthuriumwere successfully increased via culture medium improvement. The best growth response of slow growth callus wasdetermined on MR-4, while haploid callus was on MR-1. Initial shoots produced per explant were up to ± 20 initialshoots, but the highest shoot number up to 4.8 shoots produced per explant was established on MR-6. Young leavesof haploid plant no. 400 were the appropriate explant and the donor plant in obtaining the highest callus formation,growth and regeneration with 6.0 shoots per explant. The selected media established in the study can be applied toovercome explant regeneration problems in in vitro culture of other anthuriums

    Pewarnaan Kromosom Dan Pemanfaatannya Dalam Penentuan Tingkat Ploidi Eksplan Hasil Kultur Anter Anthurium

    Full text link
    Metode pewarnaan Kromosom yang optimal merupakan prasarat penting dalam penentuan level ploidi tanaman hasil kultur anter, termasuk variasi eksplan hasil kultur anter Anthurium. Aplikasi dan modifikasi metode pewarnaan kromosom pada berbagai eksplan dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias dari bulan Februari sampai dengan Agustus 2009 untuk mengetahui keragaman dan tingkat ploidi regeneran hasil kultur anter Anthurium. Penelitian bertujuan mendapatkan metode pewarnaan kromosom dan modifikasinya, jenis eksplan dan akar yang sesuai untuk mempelajari tingkat ploidi regeneran hasil kultur anter Anthurium. Bahan yang digunakan ialah kalus, pucuk tunas, dan ujung akar udara. Penelitian terdiri atas tiga kegiatan, yaitu (1) modifikasi metode pewarnaan kromosom, (2) seleksi eksplan yang sesuai untuk pewarnaan kromosom, dan (3) optimasi metode pewarnaan kromosom terseleksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ujung akar dan akar yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung 1% arang aktif merupakan jenis eksplan dan akar yang sesuai untuk mendapatkan hasil pewarnaan kromosom yang baik. Modifikasi metode pewarnaan kromosom dengan pemanasan ujung akar pada 1N HCl : asam asetat glasial 45% (3:1, v/v) selama 10 menit pada suhu 60oC dan perlakuan aseto-orcein selama 15 menit merupakan metode pewarnaan kromosom yang lebih baik dalam menghasilkan obyek kromosom yang mudah dihitung. Penerapan metode pewarnaan kromosom pada kultur anter Anthurium dapat memisahkan tingkat ploidi regeneran. Pada penelitian ini rasio ploidi regeneran kultur anter ialah 33,5% haploid, 62,7% diploid, dan 5,7% triploid. Metode pewarnaan kromosom yang berhasil dikembangkan dalam penelitian ini sangat bermanfaat dalam pengembangan teknologi haploid pada jenis Araceae yang lain.Optimal chromosome staining method is important pre-requisite in determination of plant ploidy level derived from anther culture, involving varied explants regenerated from Anthurium anther culture. Application and modification of chromosome staining methods on different explants were conducted at the Tissue Culture Laboratory of Indonesian Ornamental Crops Research Institute from February to August 2009 for determination of the ploidy level of regenerants derived from anther culture of Anthurium. The aim of this research was to determine the chromosome staining method and its modifications, type of explant and root suitable to study the ploidy level of explants derived from anther culture of Anthurium. Callus, shoot tips, and root tips were utilized in the experiment. The research was consisted of three experiments, i.e. (1) modification of chromosome staining methods (2) selection of explants suitable for chromosome staining, and (3) improvement of the selected chromosome staining method. Results of the study indicated that root tips and roots cultured on medium containing 1% active carchoal were the most appropriate explants and the root type in obtaining better chromosome staining results. The modification method with root tip boiled in 1N HCl : 45% of acetic acid glacial (3:1, v/v) for 10 minutes in 60ºC and aceto-orcein treatment for 15 minutes gave appropriate chromosome staining results exhibited clearer chromosome pictures and was easy to be counted. The application of chromosome staining on anther culture of Anthurium was able to distinguish the ploidy level of regenerants. Ploidy ratio of regenerants derived from anther culture was 33.5% of haploid, 62.7% of diploid, and 5.7% of triploid. Chromosome staining method resulted from the study give high benefit in developing haploid technologies on other Araceae plants

    Respons Pembentukan Tunas Aksiler Dan Adventif Pada Kultur Anthurium Secara in Vitro

    Get PDF
    . Winarto, B. 2007. Response of Axillary and Adventitious Shoot Formation of In Vitro Anthurium Culture. Planting material propagation is one of important problems in anthurium cultivation for commercial purposes. Conventionally, the plant is generally propagated by seed and shoot, however those technique were time consuming. The objective of this experiment was to know response of axillary and adventitious shoot formation of in vitro anthurium culture. The experiment was conducted at Tissue Culture Laboratory, Indonesian Ornamental Crops Research Institute from July 2004 to February 2005. Variation of explant such as first and second node was used for induction of axillary shoot formation, while young root, hypocotyl, and leaf were used for stimulating adventitious shoot regeneration. The explants harvested from several cultivars and accessions of anthurium. Media of M2, M4, and modified-M4 using150 ml/l coconut water, 2.5 mg/l 2,4-D, 2 g/l pantothenic acid, and 50 ppm cefotaxim were used in this experiment. Results of the study indicated that the success of anthurium tissue culture was affected by cultivars, explant type and condition, and growth medium. Each explant and cultivar had its compatibility to different growth media. Adventitious shoot formation was potential and suitable technique to be developed than axillary shoot proliferation. M4 was the appropriate and suitable basic medium that could be developed for in vitro propagation of anthurium. Results of this research could be expected as one of important consideration points in developing and applying tissue culture technique on anthurium propagation

    Penguatan Fungsi dan Peran Sekolah: Solusi Pembelajaran Sains bagi Generasi Y dan Z di Era 4.0

    Get PDF
    This study aims to describe science learning solutions for generations Y and Z in Era 4.0. The method used is a literature study of various previous research results. The results of the study indicate that there are several things that can be pursued in order to strengthen the role and function of schools in the 4.0 era, including strengthening the scientific approach, applying multiple intelligences approaches, involving and utilizing elements of technology in learning, implementing contextual learning, as well as strengthening the character of students. In conclusion, it is necessary to strengthen the function and role of schools in realizing relevant science learning in the 4.0 era for generation Y (millennial generation) and generation Z. Keywords:  Era 4.0, Multiple Intelligences, Contextual Learning, Scientific Approach, Character Educatio

    Perbanyakan Lisianthus [Eustoma Grandiflorum (Raf.)] Shinn Secara in Vitro Menggunakan Kuncup Bunga Sebagai Sumber Eksplan

    Full text link
    Lisianthus [Eustoma grandiflorum (Raf.)] Shinn merupakan tanaman hias bernilai ekonomi tinggi. Pengembangan jenis tanaman ini terkendala oleh keterbatasan benih bermutu. Penyediaan benih bermutu melalui pemanfaatan kuncup bunga pada kultur in vitro lisianthus dilakukan dalam penelitian. Penelitian bertujuan mendapatkan teknologi perbanyakan lisianthus menggunakan kuncup bunga. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung pada Januari hingga Desember 2013. Penelitian ini menggunakan E. grandiflorum klon 05 NK-70 dengan sumber eksplan kelopak bunga, mahkota, kepala sari, ovarium, dan penyangga bunga. Penelitian terdiri atas empat percobaan, yaitu Percobaan 1, eksplan diinisiasi pada media Murashige & Skoog (MS), MS +0,2 mg/l benzylaminopurin (BAP) + 0,02 mg/l asam naftalen asetat (NAA), MS+0,5 mg/l BAP + 1,5 mg/l thidiazuron (TDZ) dan MS+0,25 mg/l BAP. Percobaan 2, tunas hasil inisiasi diperbanyak pada media MS dan MS + 0,2 mg/ l BAP +0,02 mg/l NAA. Percobaan 3, pencegahan roset pada planlet dengan aplikasi media MS + 0,1–10 mg/l asam giberelin (GA3). Percobaan 4, induksi perakaran menggunakan media MS + 0,1–0,5 mg/l asam asetat-3-indol (IAA) tanpa atau ditambah 1 g/l arang aktif. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) 3–4 ulangan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyangga bunga merupakan eksplan paling responsif dalam inisiasi tunas dan perbanyakan tunas pada media MS + 0,2 mg/l BAP + 0,02 mg/l NAA. Sementara media MS +7 mg/l GA3 sesuai untuk mencegah roset dan media MS +0,5 mg/l IAA + 1 g/l arang aktif sesuai untuk pengakaran tunas. Planlet diaklimatisasi menggunakan campuran arang sekam dan cocopeat dengan tingkat keberhasilan mencapai 80–100%

    Teknik Kultur Anther pada Pemuliaan Anthurium

    Get PDF
    . Kultur anther merupakan teknik baru yang telah dikembangkan pada beberapa tanaman untuk mendapatkan galur murni melalui produksi tanaman haploid ganda. Keberadaan tanaman ini berpengaruh nyata terhadap perbaikan dan peningkatan efisiensi program pemuliaan dan perbenihan tanaman. Pada anthurium, teknik ini belum pernah dikembangkan dan dilaporkan, sehingga studi awal kultur anther bermanfaat untuk program pemuliaan dan perbenihan tanaman ini. Penelitian bertujuan mengetahui tahap perkembangan spadik, rasio tahap perkembangan mikrospora dan viabilitasnya, mendapatkan teknik isolasi anther dan medium inisiasinya yang potensial untuk kultur anther. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias dan Plant Research International, Wageningen-Belanda dari bulan Juni 2003 hingga Agustus 2005. Anthurium yang digunakan dalam penelitian adalah anthurium andreanum Linden ex André. cv. Amigo, Carnaval, dan Tropical. Pengamatan secara periodik, pengecatan menggunakan DAPI dan FDA, pengembangan 4 teknik isolasi (T-1 s/d T-4), dan seleksi medium inisiasi dilakukan dalam percobaan ini. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 3 kultivar anthurium yang diuji memiliki karakter yang berbeda dalam hal waktu munculnya kepala putik, pemunculan putik tercepat terdapat pada kultivar Amigo, sedangkan waktu muncul serbuk sari relatif sama. Jumlah mikrospora per kotak spora terbanyak ditemukan pada kultivar Carnaval. Rasio tahap perkembangan mikrospora berubah seiring Perubahan tahap perkembangan spadik dengan persentase late-uninucleate tertinggi (76%) tercatat saat spadik berada pada masa transisi. Viabilitas mikrospora berkisar antara 40-70% dengan persentase tertinggi (70%) ditunjukkan oleh kultivar Amigo. T-1 merupakan teknik isolasi yang potensial digunakan dalam mengembangkan kultur anther pada anthurium. Medium MMS merupakan medium yang paling potensial digunakan dalam kultur anther anthurium. Kultivar Tropical merupakan kultivar yang potensial digunakan sebagai tanaman model dalam kultur anther anthurium. Hasil-hasil tersebut bermanfaat dalam membuat protokol kultur anther pada anthurium

    Respon 10 Varietas Krisan (Dendranthema Grandiflora Tzelev) terhadap Dua Aplikasi Pemupukan di Lahan Terbuka

    Get PDF
    Cultivation of the chrysanthemum is usually carried out under the plastic-house to produce high quality flowers, but in some areas such as in Karo (North Sumatera), farmers have grown the plant in the open field using selected varieties for the same purpose. The study was aimed to assess responses of ten varieties of chrysanthemum toward two applications methods of fertilizer which was carried out in open-field at Segunung Experimental Garden, Indonesian Ornamental Crops Research Institute (IOCRI) from July till December 2011. The experiment was arranged in a split-plot design with three replications. The main plot was ten chrysanthemum varieties of Besar Kuning, Merah Hati and Sakuntala; Besar Bandung, Berlian Putih, Matahari Kuning, Mata Kucing, Mata Dewa, Swarna Kencana and Puspita Nusantara. The subplot were two fertilizer applications methods, Karo and Balithi. Karo: manure 100 kg m-2 and 50 kg m-2 (in month 2), urea 30 g m-2 (in month 3) and Balithi: manure 20 ton ha-1, urea 200 kg ha-1, 350 kg KCl ha-1 dan 300 kg SP-36 ha-1, supplementary 1.5 g urea m-2, 6 g KNO3 dan 6 g SP-36 m-2. Both methods of applications can be applied to open field cultivation. Method of fertilizer application significantly affected stem diameter, intensity of disease infection and the time of flower initiation. The Balithi\u27s fertilizer application significantly reduced the intensity of rust disease on chrysanthemum, while Karo\u27s fertilizer application significantly increased stem diameter
    • …
    corecore