166 research outputs found

    Pentingnya Pengawasan Kontaminasi Radioanuklida dalam Makanan, Produk Rumah Tangga dan Lingkungan

    Full text link
    PENDAHULUANUpaya proteksi terhadap masyarakat dan lingkungan dari efek radiasi terus menerus mengalami penyempurnaan sejak awal abad ke 20 seiring dengan meningkatnya apli- kasi iptek nuklir di berbagai bidang seperti industri, kesehatan, pertanian, penelitian dan lain sebagainya. Terlebih lagi dalam era globalisasi dimana setiap negara akan di- hadapkan pada tantangan yang semakin berkembang dan komplek baik pada tingkat regional maupun tingkat Internasional. Salah satu permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi adalah pencemaran global baik pencemaran bahan radioaktif maupun non radioaktif. Cemaran radioaktif yang telah terjadi sepanjang perjalanan sejarah pengembangan iptek nuklir di beberapa tempat tidak bisa diabaikan begitu saja. Cepat atau lambat baik langsung ataupun tidak langsung tidak tertutup kemungkinan akan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sejak tahun 1945, khususnya pada waktu dua bom atom hasil proyek Manhattan Amerika Serikat diledakan di dua kota di Jepang, sejarah pencemaran radionuklida buatan di lingkungan dimulai dengan cara yang sangat mengejutkan dan mengerikan umat manusia. Cemaran bahan radioaktif tersebut terus terjadi sejak iptek nuklir dikembangkan oleh negara-negara maju ke arah yang negatif yaitu untuk kepentingan persenjataan. Sampai tahun 1970 lebih dari 400 uji coba senjata nuklir dilakukan dan umumnya uji coba dilakukan di atmosfer. Dengan uji coba di atmosfer pencemaran radionuklida meluas ke angkasa dan kemudian jatuh ke seluruh permukaan bumi secara global. Perlombaan uji coba nuklir di atmosfer, serta jatuhan debu radioaktif akibat uji coba itu, menyempurnakan citra buruk pengembangan iptek nuklir di masalalu. Sekarang ini uji coba senjata nuklir di atmosfer sudah tidak dilakukan lagi, akan tetapi manusia masih tetap berhadapan dengan resiko radiasi. Kegiatan-kegiatan industri non nuklir seperti pertambangan atau industri-industri yang menggunakan bahan baku dari dalam kulit bumi ternyata juga dapat menambah tingkat radiasi disekitar kehidupan manusia. Radionuklida alam yang terkandung dalam kulit bumi ikut terangkat ke permukaan dan kemudian terakumulasi menjadi material yang disebut dengan istilah TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring Radiactive Materials)

    PENTINGNYA PENGAWASAN KONTAMINASI RADIOANUKLIDA DALAM MAKANAN, PRODUK RUMAH TANGGA DAN LINGKUNGAN

    Get PDF
    PENDAHULUANUpaya proteksi terhadap masyarakat dan lingkungan dari efek radiasi terus menerus mengalami penyempurnaan sejak awal abad ke 20 seiring dengan meningkatnya apli- kasi iptek nuklir di berbagai bidang seperti industri, kesehatan, pertanian, penelitian dan lain sebagainya. Terlebih lagi dalam era globalisasi dimana setiap negara akan di- hadapkan pada tantangan yang semakin berkembang dan komplek baik pada tingkat regional maupun tingkat internasional. Salah satu permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi adalah pencemaran global baik pencemaran bahan radioaktif maupun non radioaktif. Cemaran radioaktif yang telah terjadi sepanjang perjalanan sejarah pengembangan iptek nuklir di beberapa tempat tidak bisa diabaikan begitu saja. Cepat atau lambat baik langsung ataupun tidak langsung tidak tertutup kemungkinan akan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sejak tahun 1945, khususnya pada waktu dua bom atom hasil proyek Manhattan Amerika Serikat diledakan di dua kota di Jepang, sejarah pencemaran radionuklida buatan di lingkungan dimulai dengan cara yang sangat mengejutkan dan mengerikan umat manusia. Cemaran bahan radioaktif tersebut terus terjadi sejak iptek nuklir dikembangkan oleh negara-negara maju ke arah yang negatif yaitu untuk kepentingan persenjataan. Sampai tahun 1970 lebih dari 400 uji coba senjata nuklir dilakukan dan umumnya uji coba dilakukan di atmosfer. Dengan uji coba di atmosfer pencemaran radionuklida meluas ke angkasa dan  kemudian jatuh ke seluruh permukaan bumi secara global. Perlombaan uji coba nuklir di atmosfer, serta jatuhan debu radioaktif akibat uji coba itu, menyempurnakan citra buruk pengembangan iptek nuklir di masalalu. Sekarang ini uji coba senjata nuklir di atmosfer sudah tidak dilakukan lagi, akan tetapi manusia masih tetap berhadapan dengan resiko radiasi. Kegiatan-kegiatan industri non nuklir seperti pertambangan atau industri-industri yang menggunakan bahan baku dari dalam kulit bumi ternyata juga dapat menambah tingkat radiasi disekitar kehidupan manusia. Radionuklida alam yang terkandung dalam kulit bumi ikut terangkat ke permukaan dan kemudian terakumulasi menjadi material yang disebut dengan istilah TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring Radiactive Materials)

    Terrestrial Gamma Radiation Exposure in Bangka-Belitung Islands, Indonesia

    Get PDF
    Bangka-Belitung is known as tin producer and it geologically contains higher concentrations of natural radionuclides than most other areas. The aim of this study was to evaluate the level of terrestrial gamma radiation in Bangka-Belitung Islands. The external gamma radiation dose rate from terrestrial gamma-rays have been measured at one meter above the ground by means of a portable gamma spectrometer at 66 survey points. The terrestrial gamma dose rates in Bangka island range from 43.67 to 511.54 nGy h-1 with a mean of 183.45 nGy h-1, while in Belitung island they range from 15.54 to 416.39 nGy h-1 with a mean of 132.60 nGy h-1. From this work, a strong correlation was found between dose rates found from in-situ radiation measurements and dose rates calculated theoretically from radioactivity contents of the soil at the same locations. Generally, Bangka-Belitung islands have higher outdoor natural gamma dose rates than the world average value of 0.058 μGy h-1 for the regions with normal background radiation specified by United Nations Scientific Committee on the Effects of Atomic Radiation (UNSCEAR).Received: 27 August 2014; Revised: 05 March 2015; Accepted: 30 March 201

    Radon and Thoron Exhalation Rates From Surface Soil of Bangka - Belitung Islands, Indonesia

    Full text link
    DOI:10.17014/ijog.2.1.35-42Radon and thoron exhalation rate from soil is one of the most important factors that can influence the radioactivity level in the environment. Radon and thoron gases are produced by the decay of the radioactive elements those are radium and thorium in the soil, where its concentration depends on the soil conditions and the local geological background. In this paper, the results of radon and thoron exhalation rate measurements from surface soil of Bangka Belitung Islands at thirty six measurement sites are presented. Exhalation rates of radon and thoron were measured by using an accumulation chamber equipped with a solid-state alpha particle detector. Furthermore, the correlations between radon and thoron exhalation rates with their parent nuclide (226Ra and 232Th) concentrations in collected soil samples from the same locations were also evaluated. The result of the measurement shows that mostly the distribution of radon and thoron is similar to 226Ra and 232Th, eventhough it was not a good correlation between radon and thoron exhalation rate with their parent activity concentrations (226Ra and 232Th) due to the environmental factors that can influence the radon and thoron mobilities in the soil. In comparison to a world average, Bangka Belitung Islands have the 222Rn and 220Rn exhalation rates higher than the world average value for the regions with normal background radiation

    Natural Radioactivity in Some Food Crops from Bangka-Belitung Islands, Indonesia

    Get PDF
    Natural radioactivities of food crops are the main sources of internal radiation exposure in humans. Bangka-Belitung islands of Indonesia has a higher natural background radioactivity than typical areas because of tin mining activities.The study was carried out to evaluate the natural radioactivity concentration in several food crops grown in Bangka and Belitung Islands. Food samples collected from Bangka and Belitung Islands were analyzed by means of a gamma spectroscopy for natural radionuclides 226Ra, 232Th and 40K. The annual intake of the food was estimated on the basis of their average annual consumption. Calculations were also made to determine the effective dose to an individual consuming such diets. The intakes of these radionuclides were calculated using the concentrations in Bangka-Belitung foods and annual consumption rates of these food. Annual intakes of these radionuclides were as follows: 226Ra = 190.00; 232Th = 633.79 and 40K = 2065.10 Bq/year. The annual internal dose resulting from ingestion of radionuclides in food was 0.205 mSv/year which is much lower than annual dose limit of 1 mSv for general public. The radionuclides with highest consumption is 40K followed by 232Th and 226Ra.Received: 21 October 2013; Revised: 22 April 2014; Accepted: 28 April 201

    PENENTUAN POTENSI RISIKO TENORM PADA INDUSTRI NON NUKLIR

    Get PDF
    NORM (Naturally Occurring Radioactive Material) merupakan bahan radioaktif yang sudah ada di alam sebagai bagian dari kehidupan manusia. NORM ada di mana-mana, karena semua bahan di udara, air, tanah, tanaman bahkan tubuh kita mengandung bahan radioaktif alam. Sedangkan TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring Radioactive Material) dapat diartikan sebagai bahan radioaktif alam yang terkonsentrasi atau naik kandungannya yang merupakan by product dari kegiatan industri non nuklir yang menggunakan bahan baku dari (dalam) kulit bumi. TENORM sering juga disebut LSA (Low Spesific Activity)

    PENTINGNYA PENGAWASAN KONTAMINASI RADIOANUKLIDA DALAM MAKANAN, PRODUK RUMAH TANGGA DAN LINGKUNGAN

    Get PDF
    PENDAHULUANUpaya proteksi terhadap masyarakat dan lingkungan dari efek radiasi terus menerus mengalami penyempurnaan sejak awal abad ke 20 seiring dengan meningkatnya apli- kasi iptek nuklir di berbagai bidang seperti industri, kesehatan, pertanian, penelitian dan lain sebagainya. Terlebih lagi dalam era globalisasi dimana setiap negara akan di- hadapkan pada tantangan yang semakin berkembang dan komplek baik pada tingkat regional maupun tingkat internasional. Salah satu permasalahan dan tantangan yang akan dihadapi adalah pencemaran global baik pencemaran bahan radioaktif maupun non radioaktif. Cemaran radioaktif yang telah terjadi sepanjang perjalanan sejarah pengembangan iptek nuklir di beberapa tempat tidak bisa diabaikan begitu saja. Cepat atau lambat baik langsung ataupun tidak langsung tidak tertutup kemungkinan akan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sejak tahun 1945, khususnya pada waktu dua bom atom hasil proyek Manhattan Amerika Serikat diledakan di dua kota di Jepang, sejarah pencemaran radionuklida buatan di lingkungan dimulai dengan cara yang sangat mengejutkan dan mengerikan umat manusia. Cemaran bahan radioaktif tersebut terus terjadi sejak iptek nuklir dikembangkan oleh negara-negara maju ke arah yang negatif yaitu untuk kepentingan persenjataan. Sampai tahun 1970 lebih dari 400 uji coba senjata nuklir dilakukan dan umumnya uji coba dilakukan di atmosfer. Dengan uji coba di atmosfer pencemaran radionuklida meluas ke angkasa dan  kemudian jatuh ke seluruh permukaan bumi secara global. Perlombaan uji coba nuklir di atmosfer, serta jatuhan debu radioaktif akibat uji coba itu, menyempurnakan citra buruk pengembangan iptek nuklir di masalalu. Sekarang ini uji coba senjata nuklir di atmosfer sudah tidak dilakukan lagi, akan tetapi manusia masih tetap berhadapan dengan resiko radiasi. Kegiatan-kegiatan industri non nuklir seperti pertambangan atau industri-industri yang menggunakan bahan baku dari dalam kulit bumi ternyata juga dapat menambah tingkat radiasi disekitar kehidupan manusia. Radionuklida alam yang terkandung dalam kulit bumi ikut terangkat ke permukaan dan kemudian terakumulasi menjadi material yang disebut dengan istilah TENORM (Technologically Enhanced Naturally Occurring Radiactive Materials)
    • …
    corecore