8 research outputs found
Studi Awal Desain Pabrik Pupuk Organik Granul dari Organic Waste
Banyak pertanian di Indonesia yang masih bergantung pada penggunaan pupuk kimia. Padahal penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan bahan organik tanah. Untuk menyeimbangkannnya saat ini petani juga sedang menggalakkan penggunaan pupuk organik. Sehingga membuat kebutuhan pupuk organik meningkat setiap tahunnya. Pendirian pabrik pupuk organik granul ini dapat memenuhi kebutuhan pupuk organik untuk petani. Prosess pembuatan pupuk organik granul terdiri dari pencampuran bahan baku, yakni sampah organik, kotoran sapi, kotoran domba, dan dipotong dengan rotary knife cutter. Tahap berikutnya adalah proses fermentasi, dengan penambahan bioactivator agar meningkatkan kandungan C-organik, phosphor, dan kalium. Selanjutnya adalah proses granulasi, pembesaran dari partikel dengan proses aglomerasi. Ukuran yang diharapkan pada proses granulasi ini adalah 2-4 mm sehingga produk undersize maupun oversize akan dikembalikan ke dalam granulator setelah melewati screener. Selanjutnya pupuk organik granul dikeringkan. Selanjutnya produk dipisahkan berdasarkan ukurannya lalu didinginkan di Rotary cooler. Setelah keluar dari Rotary Cooler suhu keluaran sekitar 40 oC dan masih mengandung kadar air sebesar 13,7%. Produk dari rotary cooler siap untuk di packaging dan masuk ke dalam pupuk organik granul storage. Dari analisa ekonomi didapatkan BEP sebesar 45% dengan POT sesudah pajak sebesar 4,8 tahun
Studi Awal Desain Pabrik Semen Portland dengan Waste Paper Sludge Ash sebagai Bahan Baku Alternatif
Industri semen di Indonesia telah mengalami perkembangan yang pesat dan penggunaan batu kapur sebagai bahan baku pembuatan semen juga semakin meningkat. Saat ini sudah banyak dilakukan eksplorasi dan eksploitasi gunung kapur. Penggunaan batu kapur untuk produksi semen merupakan penggunaan yang terbanyak hingga 87,4% dari konsumsi total. Oleh karena itu, saat ini banyak penelitian dilakukan untuk mencari bahan baku alternatif agar produksi semen tetap berjalan dengan baik. Secara garis besar, desain proses pembuatan semen Portland menggunakan bahan baku alternatif waste paper slaudge ash dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah persiapan bahan baku terdiri atas penambangan dan proses penghancuran (crushing). Tahap kedua adalah pembakaran bahan baku dan klinkerisasi di dalam suspension preheater dan rotary kiln, dilanjutkan pendinginan di dalam cooler. Proses terakhir yaitu proses akhir (finishing) dengan menambahkan zat aditif ke dalam klinker untuk membentuk produk semen Portland. Operasi pabrik direncanakan kontinyu 24 jam/hari selama 300 hari dalam setahun. Untuk memproduksi semen 2.000.000 ton/tahun diperlukan bahan baku sebanyak 2.074.971,46 ton/tahun. Pabrik direncanakan berumur 10 tahun dengan pay out time sebesar 3,6 tahun dan internal rate of return sebesar 33,7% dan interest 11% sehingga dari segi teknis dan ekonomi, pabrik ini layak untuk didirikan
Studi Awal Desain Pabrik Bioetanol dari Corn Stover
Jagung (Zea mays) merupakan tanaman pangan yang penting di Indonesia. Pada tahun 2006, luas panen jagung adalah 3,5 juta hektar dengan produksi rata-rata 3,47ton/ha, produksi jagung secara nasional 11,7 juta ton. Limbah batang dan daun jagung kering adalah 3,46 ton/ha sehingga limbah pertanian yang dihasilkan sekitar 12.1juta ton. Potensi energi limbah pada komoditas jagung sangat besar dan diharapkan akan terus meningkat sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan produksi jagung secara nasional yaitu program pengembangan peternakan secara terintegrasi (Crop Livestock System/CLS). Oleh karena itu, optimasi pemanfaatan limbah jagung sangat diperlukan untuk mendapatkan keuntungan yang optimal sehingga dalam studi ini diputuskan pemanfaatan sebanyak 50% limbah pertanian jagung yang ada di Kab. Tuban untuk selanjutnya diproses menjadi Bioetanol 95%. Ketersediaan bahan baku, letak strategis, transportasi yang mudah terletak di jalur pantura dan langsung terhubung dengan pelabuhan, serta potensi tenaga kerja yang cukup menjanjikan menjadikan alasan dalam pemilihan Kawasan Industri Kec. Jenu Kab. Tuban sebagai lokasi pabrik. Proses pembuatan bioetanol dari corn stover dengan proses fermentasi dibagi menjadi 4 tahap yaitu: penyimpanan dan penanganan bahan baku, hidrolisis, fermentasi, dan pemurnian. Desain konseptual yang disajikan mengacu pada Technical Report Pilot Plan National Renewable Energy Laboratory tahun 2011. Pabrik Bioetanol direncanakan dapat mengolah 484.625 ton corn stover kering/hari pada yield etanol (303 L/dry ton) dengan kapasitas produksi etanol 95% sebanyak 44.226 kL/tahun, harga jual adalah Rp13.500,00/L. Masa konstruksi pabrik yang didirikan 2 tahun dengan pembiayaan berupa modal tetap (FCI) Rp. 515.854.121.170; modal kerja (WCI) Rp. 91.033.080.207; investasi total (TCI) Rp. 606.887.201.377 ; total production cost (TPC) Rp. 345.715.009.709. Sehingga didapatkan IRR 23,37 % pertahun ;pay out time (POT) 6,98 tahun dengan project life 15 tahun ; BEP 43,23% kapasitas. Dari analisis ekonomi dan evaluasi teknis maka pabrik bioetanol dari corn stover ini layak didirika
PRA Desain Pabrik Asam Klorida dari Elektrolisis Garam Industri
Pra-desain pabrik asam klorida (HCl) akan didirikan di Kota Gresik, Jawa Timur. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 50.000 ton/tahun. Produk yang dihasilkan adalah larutan HCl 33% dan produk samping larutan NaOH 32%. Bahan baku utama yang digunakan adalah garam industri NaCl beserta beberapa bahan baku penunjang seperti asam sulfat (H2SO4) 98%, natrium karbonat, dan bahan pretreatment lainnya. Metode produksi yang digunakan adalah elektrolisis garam klorida (NaCl) yang menghasilkan gas H2 dan Cl2 yang kemudian direaksikan untuk membentuk HCl. Mula-mula, garam masuk ke unit pretreatment dengan tujuan untuk menghilangkan impurities pada garam. Garam akan dilarutkan dengan air dan ditambahkan natrium karbonat serta flocculant sebagai reagen. Pengotor-pengotor akan terendap sebagai CaCO3 dan MgCO3. Larutan garam yang sudah bersih kemudian masuk ke sel elektrolisis. Tipe sel elektrolisis yang digunakan adalah sel membrane agar menghasilkan yield Cl2 yang optimal serta meminimalisir penggunaan energi listrik dalam prosesnya. Pada bagian anoda, ion Cl- teroksidasi menghasilkan gas Cl2. Sementara pada bagian katoda akan diumpankan larutan NaOH 30,5%. Pada katoda, air akan tereduksi menghasilkan gas H2 sementara ion Na+ pada anoda akan bergerak melalui membran berikatan dengan ion OH- menghasilkan larutan NaOH dengan konsentrasi 32% sebagai produk samping. Gas reaktan Cl2 dan H2 akan melalui proses treatment untuk menghilangkan air. Gas Cl2 perlu dibersihkan dari air sebab Cl2 basah bersifat korosif [1]. Proses dilakukan dengan cara pendinginan sehingga air terkondensasi, dilanjutkan dengan penyerapan air oleh larutan H2SO4 pekat. Sementara itu, H2 dipisahkan dari air melalui pendinginan. Gas yang cukup terbebas dari air direaksikan dalam reaktor untuk membentuk gas HCl. Gas HCl kemudian dikontakkan dengan air dalam falling film absorber sehingga terbentuk larutan HCl 33%. Pabrik ini memerlukan capital expenditure sebesar Rp 549.807.392.118 dan operating expenditure sebesar Rp 148.890.808.466. Melalui analisa ekonomi didapat NPV pabrik senilai Rp 2.040.057.494.912, IRR sebesar 32,29%, POT 3,75 tahun, dan BEP 22,45%. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa pabrik HCl ini layak untuk didirikan
Analisis Risk Assessment Menggunakan Process Hazard Analysis (PHA) Dan Safety Objective Analysis (SOA) Pada Central Gathering Station (CGS) Di Onshore Facilities
Keselamatan proses merupakan faktor utama yang sering dibahas oleh industri-industri kimia beberapa tahun terakhir ini. Salah satu metode semi-kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menetapkan tingkat risiko bahaya yaitu dengan Process Hazard Analysis (PHA) dan Safety Objective Analysis (SOA). Hazard and Operability Studies (HAZOP) dan What-If Analysis merupakan metode identifikasi bahaya kualitatif yang sering diterapkan secara simultan untuk PHA-SOA. Process Hazard Analysis (PHA) ialah rangkaian aktivitas mengidentifikasi hazard, mengestimasi konsekuensi, mengestimasi likelihood suatu skenario proses disertai dengan safeguard, dan mendapatkan risk ranking yang dapat dilihat pada matrik PHA 6x6. Sedangkan Safety Objective Analysis (SOA) merupakan rangkaian aktivitas yang bergantung pada penyebab skenario, dan konsekuensi dari PHA, menghasilkan kebutuhan IPL (Independent Protective Layer) menggunakan matrik SOA 6x6. Risk ranking 6 pada penilaian PHA diketegorikan aman jika safeguard yang ada selalu siap mengurangi risiko yang timbul dari skenario tersebut. Namun tidak semua safeguard dapat selalu siap mengurangi risiko tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya analisis tambahan untuk memastikan risiko dari skenario dapat diperkecil. Analisis safety suatu skenario dengan SOA menghasilkan kebutuhan IPL yang dapat ditutup dengan mengkonfirmasi safeguard yang sesuai menjadi IPL. Hasil penilaian PHA-SOA CGS 1, CGS 3, CGS 4, dan CGS 5 menunjukkan bahwa ada penilaian severity dan PHA-SOA likelihood yang berbeda di tiap CGS padahal proses pada CGS tersebut identik, maka perlu adanya analisis konsistensi. Hasil analisis konsistensi ini dapat dijadikan pedoman untuk melakukan safety review pada risk assessment workshop kedepannya, yang biasanya diadakan setiap tiga hingga lima tahun sekali oleh industri