2,009 research outputs found
Komponen Cadangan dalam Perspektif Kebijakan Pertahanan
Konstelasi hubungan antar negara dalam era globalisasi sangatlah dinamis dan penuh dengan pergolakan. Perang bukan lagi dimaknai sebagai konflik fisik antar dua atau lebih negara, namun maknanya meluas mengikuti beragam fenomena baru yang dipicu oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Suasana yang penuh dengan unsur VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambigouity) ini memaksa setiap negara untuk mengkaji kembali strategi pertahanannya. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dengan segala keterbatasan sumber daya militernya membutuhkan partisipasi masyarakat untuk membangun postur pertahanan yang kuat. Dalam konteks inilah konsep komponen cadangan mengemuka dan menjadi tumpuan bagi pertahanan dan kedaulatan bangsa. Masalah yang dihadapi adalah pemahaman masyarakat luas akan keberadaan strategi pertahanan terkait dengan komponen cadangan ini. Walaupun telah dinyatakan dalam undang-undang dan artefak regulasi lainnya, namun masih cukup banyak diskursus yang terjadi di kalangan para pihak yang berkepentingan mengenai berbagai isu di seputarnya. Artikel ini memaparkan secara ringkas bagaimana komponen cadangan perlu dikaji secara kritis dari perspektif kebijakan pertahanan negara β dari kacamata masyarakat dan publik secara luas
PENDIDIKAN TINGGI PADA ERA MASYARAKAT 5.0
Society 5.0 menawarkan sebuah suasana hidup baru, dimana berbagai permasalahan sosial yang dihadapi manusia dicoba diselesaikan secara ekonomis dengan memadukan antara kecanggihan teknologi informasi dengan kenyataan pada dunia nyata. Perkawinan antara high-tech dan high-touch diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui berbagai kreasi dan inovasi teknologi canggih yang humanis. Tantangan terbesar bukanlah terletak pada pengembangan teknologi berbasis revolusi industri 4.0 dengan berbagai variannya, namun lebih justru pada bagaimana manusia dapat menemukan konteks dan peluang yang tepat dalam memanfaatkannya. Di sinilah dibutuhkan kompetensi meta-kognisi yang relevan, yaitu bagaimana manusia dapat secara cerdas menggunakan kecerdasannya. Konsep Society 5.0 yang dihembuskan oleh Jepang tidak berada di ruang hampa, terutama karena adanya jawaban terhadap permasalahan riil masyarakatnya yang sedang berhadapan dengan isu "aging society". Sementara di Indonesia justru sebaliknya, dimana dalam waktu dekat akan berhadapan dengan peluang "bonus demografi". Oleh karena itu, seluruh ilmuwan, praktisi, akademisi, dan penggiat teknologi informatika harus mampu menemukan posisi yang tepat konsep Society 5.0 dalam konteks ekosistem dan situasi kondisi Indonesia yang akan memilki sumber daya usia produktif yang melimpah. Apakah situasi ini akan memberikan "bonus" atau "bencana", semua sangat tergantung pada pola pikir, cara pandang, perilaku, dan kecerdasan masyarakat pendidikan tinggi yang diharapkan menjadi lokomotif kemajuan bangsa dan negara
Filsafat Ilmu Pertahanan dan Konstelasinya dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Filsafat Ilmu Pertahanan merupakan bidang kajian yang belum banyak didalami oleh para ilmuwan di Indonesia. Mencermati pertahanan negara dalam konteks globalisasi yang diwarnai dengan berbagai fenomena baru seperti cyberwar, proxy war, dan assimetric war, sangat membutuhkan pehamanan yang mendalam mengenai ilmu pertahanan. Pemahaman yang mendalam secara kritis, sistematis, metodologis, dan fundamental hanya dapat dilakukan melalui studi mengenai filsafat ilmu pertahanan. Artikel ini secara ringkas mendeskripsikan filsafat ilmu pertahanan dalam berbagai konstelasi kehidupan berbangsa dan bernegara
The Evaluation and Comparison of Aquatic Methodology for Measurement of Bacterial Population Dynamics and Grazing Activity in Diverse Aquatic Ecosystems.
Observations and experiments were conducted to evaluate methodologies for measuring aquatic bacterial population dynamics and grazing activity in ecologically dissimilar ecosystems. Samples were taken from Auke Bay, AK, the Mississippi River at Plaquemine, LA, the Terrebonne Bay estuary, LA, and the Mississippi River plume. Four methods were compared for measuring bacterioplankton growth and grazing mortality rates: dilution, filtration, antibiotic, and the Servais et al. (1985) procedures. The dilution method appeared to be the best among those compared. Among all sites, bacterial density ranged from 0.02 to 10\sp6 ml\sp{-1}, and bacterial growth and grazing mortality rates, estimated using the dilution method, ranged from 0.016 to 0.11 h\sp{-1} and 0.012 h\sp{-1} to 0.134 h\sp{-1}, respectively. The number of bacteria grown and grazed in all study locations were nearly in balance, implying that grazers can increase in magnitude equivalent to bacterial growth. Grazing is the major factor controlling bacterial density in all study areas, although at particular sites temperature and food availability also have an important role. Seasonal changes in bacterial abundance and growth rate were not a function of temperature in Auke Bay and Terrebonne Bay estuary, but were in the Mississippi River. Phytoplankton are important as a source of carbon for bacteria in Auke Bay, but perhaps not in the Lower Mississippi River. There were 8% per hour turnover of bacterial biomass (ranged of 1 to 20% per hour) among all sites. In Terrebonne Bay, each flagellate grazed between 13 to 86 (average 23) bacteria per hour. There were virtually no flagellates present when bacterioplankton densities were less than 0.5 10\sp6 ml\sp{-1}, suggesting that there are at least two qualitatively different bacterial population dynamics in aquatic environments: one with, and one without significant grazing by flagellates. When there is an absence of grazing, bacteria are a sink . In the presence of grazing, bacteria may be a sink or a source ( link ) of organic matter for the higher trophic levels. The value of comparisons in widely dissimilar aquatic ecosystems has been demonstrated
- β¦