50 research outputs found

    HUBUNGAN PENGETAHUAN INFEKSI KECACINGAN DENGAN JUMLAH TELUR CACING PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN

    Get PDF
    Latar Belakang : Undang-undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 menyatakan bahwa kesehatan sekolah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya yang berkualitas.Anak usia di bawah 12 tahun merupakan kelompok masyarakat risiko tinggi terkena infeksi cacing.Infeksi kecacingan merupakan penyakit endemik dan kronis yang disebabkan oleh parasit cacing dengan prevalensi tinggi. Cara termudah untuk mencegah terinfeksi cacing adalah dengan adanya pengetahuan berupa pemahaman tentang infeksi kecacingan dan pentingnya berperilaku hidup bersih dan sehat sebagai upaya preventif terhadap infeksi kecacingan. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui hubungan pengetahuan tentang infeksi kecacingan dengan jumlah telur cacing pada anak usia sekolah dasar. Metode Penelitian : Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei analitik. Rancangan pengambilan data secara crossectional untuk mengkaji dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek . Cara pendekatan atau pengumpulan data sekaligus pada satu saat ( Point Time Approach) artinya tiap subyek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status atau variabel subyek penelitian pada saat pemeriksaan.Subyek penelitian berjumlah 120 siswa diambil secara Purpossive Sample.Analisis data diperoleh dari hasil kuisioner pengetahuan dan hasil pemeriksaan telur cacing menggunakan uji korelasi Product Moment dengan Spearman’s Rank. Data primer disajikan dalam bentu tabel dan diolah dengan program pengolahan data (SPSS 16.0). Hasil Penelitian: Tingkat pengetahuan subyek penelitian dalam kategori kurang baik sebanyak 114 siswa (95%) dan hasil pemeriksaan jumlah telur cacing dalam kategori sehat ( 0 telur cacing ) berjumlah 118 siswa (98,3%).Hasil uji korelasi Spearman’s Rank dengan nilai Sig. (2-tiled) adalah 0,746 ≥ 0,05. Kesimpulan: Tidak ada hubungan pengetahuan tentang infeksi kecacingan dengan keberadaan jumlah telur cacing anak usia sekolah dasar di Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Kata Kunci : Pengetahuan, jumlah telur cacing

    KAPPA TEST WITH PLATELET RICH PLASMA (PRP) AND PLATELET POOR PLASMA (PPP) BLOOD PREPARATION METHOD FOR EXAMINING THE VALUE OF ACTIVATED PARTIAL TROMBOPLASTIN TIME (APTT) AND PLASMA PROTROMBIN TIME (PPT)

    Get PDF
    Latar Belakang : Pemeriksaan Activated Partial Thrombolastin Time (APTT) dan Plasma protrombin Time (PPT) merupakan serangkaian jenis pemeriksaan hemostasis dilakukan dalam rangka uji screening atas kelainan hemostasis. Pemeriksaan ini menggunakan sampel plasma yang didalamnya terdapat faktor-faktor pembekuan yang dapat dipengaruhi keberadaan sel trombosit. Pemusingan sampel darah sitrat yang dilakukan terlalu cepat atau terlalu lambat akan menyebabkan kondisi plasma dengan variasi jumlah trombosit. Praktek di sebagian laboratorium belum ada keseragaman terutama pemusingan darah sitrat untuk mendapatkan plasma sitrat dengan kandungan sedikit trombosit. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui nilai Kappa dari uji kesesuaian antara dua metode PRP dan PPP untuk pemeriksaan PPT dan APTT. Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan rancangan penelitian post test without control. Sampel plasma sitrat didapatkan melalui 10 sampel darah sisa yang berpasangan satu 2 perlakuan yaitu dengan pemusingan 3000 rpm selama 10 menit untuk PPP dan pemusingan 1000 rpm selama 10 menit untuk PRP . Kemudian kedua metode (PPP dan PRP) diperiksa dengan parameter PPT dan APTT. Hasil penelitian : Pada hasil pemeriksaan PPT pada sampel plasma PRP didapatkan nilai rerata 11,6 detik pada sampel PPP didapatkan rerata 11,0 detik. Hasil pemeriksan APTTpada sampel PRP nilai rerata 34.27 detik dan pada sampel PPP rerata 33,18 detik. Ada kesesuaian hasil yang sangat baik antara metode PPP dan PRP untuk pemeriksaan PPT dan APTT ( Kappa=1) Kesimpulan : Ada kesesuaian hasil yang sangat baik antara metode PPP dan PRP untuk pemeriksaan PPT dan APTT ( Kappa=1) Kata kunci : PRP, PPP, APTT, PPT, Kapp

    EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth.) TERHADAP KADAR ASAM URAT DARAH

    Get PDF
    Salah satu penyakit yang berhubungan dengan iklim tropis yang sering ditemukan di Indonesia disebabkan oleh nyamuk, seperti malaria, demam berdarah, filariasis dan enchepalitis. Untuk memutus rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Pemberantasan larva nyamuk biasanya dilakukan menggunakan larvasida sintetis, yaitu bubuk Abate (Termephos). Berdasarkan penelitian sebelumnya, bahan didalam daun sirih mempunyai zat aktif yang berfungsi sebagai larvasida sehingga penelitian ini dibuat untuk meneliti efektifitas Ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap kematian larva instar III Aedes aegypti, Anopheles, dan Culex. Selama 24 jam, subyek direndam dalam ekstrak daun sirih dengan konsentrasi 0,05 %, 0,10 %, 0,15 % and 0,20 %. Air yang digunakan untuk mengencerkan ekstrak untuk perlakuan terhadap Aedes adalah air sumur sedangkan untuk Anopheles dan Culex berasal dari habitatnya sendiri. Bubuk abate digunakan untuk kontrol positif. Hasil rata-rata dari kematian larva Aedes aegypti pada konsentrasi 0,05 %, 0,10 %, 0,15 % dan 0,20 % adalah 7,5 , 14,8 ,16,8 dan 22. Untuk kematian larva Anopheles adalah 9, 11,5 ,20, and 22,8. Sedangkan untuk kematian larva Culex adalah 5,75, 10, 16, and 19,8. Semakin tinggi konsentasi ekstrak daun sirih hijau, maka semakin tinggi juga rerata kematian dari larva nyamuk instar III. Hasil statistik mengindikasikan konsentrasi 0,20% dari daun sirih hijau efektif untuk membunuh Aedes aegypti, Anopheles, dan Culex larva instar III. Kata Kunci : Ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.), larva Aedes aegypti, Anopheles, dan Culex instar II

    ANALISIS SENYAWA KIMIA MINYAK ATSIRI DAUN KENIKIR (Cosmos caudatus Kunth) SEBAGAI ANTIMIKROBA PENYEBAB DERMATOFITOSIS DENGAN INFEKSI SEKUNDER

    Get PDF
    Jamur yang menyebabkan dermatofitosis adalah genus Tricophyton, Epidermophyton dan Microsporum. Infeksi jamur sering berkaitan dengan gangguan daya tahan tubuh, apabila daya tahan tubuh menurun, maka pengobatan jamur sering mengalami kegagalan selain itu infeksi penyerta yang disebabkan oleh bakteri Stafilococcus aureus dan Stafilococcus epidermidis juga sering terjadi.Demikian juga pengobatan infeksi dermatofitosis tidak berhasil jika pemakaian obat tidak sesuai dengan aturan. (Elin dkk, 2008). Daun kenikir mengandung senyawa aktif fenolik, flavonoid, flavon dan flavonal. Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) memiliki banyak manfaat terutama minyak atsiri daun kenikir dengan konsentrasi 1,5 % dapat menghambat jamur Candida albicans dengan diameter zona hambat 11,86 mm dan 1 mg / ml menghambat bakteri Mycobacterium tuberculosa. Secara in vitro (Wasilah et al 2019). Konsentrasi efektif minyak atsiri daun kenikir (Cosmos caudatus kunth) yang berpotensi menghambat pertumbuhan jamur penyebab dermatofitosis (Trichophyton mentagrophytes (konsentrasi 50% dengan diameter zona hambat 10,11), Trichophyton rubrum (25% dengan diameter zona hambat 24,41mm), Microsporum canis (25% dengan diameter zona hambat 22,77 mm), Mycosporum gypseum (50% dengan diameter zona hambat 24,86 mm) Konsentrasi efektif minyak atsiri daun kenikir (Cosmos caudatus kunth) yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri penyebab Infeksi sekunder yaitu Stafilococcus aureus konsentrasi 75% dengan diameter daya 21,01 mm dan Stafilococcus epidermidis dengan konsentrasi 25% dengan diameter daya hamabt 14,72 mm. Senyawa aktif minyak atsiri daun kenikir (Cosmos caudatus kunth) yang berpotensi menghambat pertumbuhan jamur dermatofitosis dengan infeksi sekunder adalah senyawa yang termasuk golongan monoterpen dan sesquiterpen. Keyword: Daun Kenikir (Cosmos caudatus Kunth),Antifungi, antibakteri, monoterpen

    PENGARUH PEMBERIAN MINUMAN ENERGI TERHADAP KADAR UREUM DAN KREATININ TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus)

    Get PDF
    Latar Belakang : Suplemen makanan berfungsi sebagai pembangkit atau penambah energi. Salah satu jenis suplemen makanan yaitu minuman energi. Minuman energi mengandung kafein yang berfungsi sebagai stimulan. Kafein mempengaruhi level energi dengan memblokade reseptor adenosin sehingga tubuh dikelabuhi untuk tetap beraktivitas tinggi. Efek lain dari kafein yaitu terjadinya penyempitan pembuluh darah yang apabila terjadi pada organ ginjal akan menyebabkan gagal ginjal atau penurunan fungsi ginjal yang dapat dimonitor secara akurat melalui pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin. Tujuan Penelitian : mengetahui adanya pengaruh pemberian minuman energi terhadap kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus). Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni dengan percobaan secara in vivo pada tikus putih (Rattus norvegicus) dengan desain penelitian Pre and Post Test with Control Group Design. Dosis minuman energi 0,0828 gram/200gramBB/hari ; Dosis 0,1656 gram/200gramBB/hari; Dosis 0,248 gram/200gramBB/hari ; Dosis 0,3312 gram/200gramBB/hari ; Dosis 0,414 gram/200gramBB/hari merupakan variabel bebas, sedangkan kadar ureum dan kreatinin tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan variabel terikat. Uji statistik yang dilakukan adalah uji One Way Anova. Hasil Penelitian : Rata-rata selisih kadar ureum tiap kelompok berturut-turut adalah 0,44 ; 0,60 ; 1,22 ; 3,84 ; 8,33 dan 37,77 mg/dl. Selisih kadar kreatinin. 0,12 ; 0,01; 0,11; 0,32; 0,70 dan 2,55 mg/dl. Uji One-Way Anova didapatkan p<0.05 yang menunjukkan adanya perbedaan antar kelompok.Uji LSD pada ureum menunjukan dosis II-V ada perbedaan yang signifikan.Uji Tamhane’s T2 untuk kreatinin dosis III-V menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hasil uji Correlation ureum didapatkan nilai R sebesar 0,785 yang berarti terdapat hubungan yang kuat antar kelompok. Pada kreatinin R sebesar 0,800 terdapat hubungan yang sangat kuat antar kelompok. Kesimpulan : pengaruh pemberian minuman energi terhadap peningkatan kadar ureum tikus putih (Rattus norvegicus) sebesar 61,6 % dan kreatinin sebesar 63,9 %. Semakin besar dosis yang diberikan, kadar ureum dan kreatinin semakin meningkat. Kata Kunci : minuman energi, ureum, kreatinin, tikus putih

    PERBEDAAN ANGKA KUMAN UDARA SEBELUM DAN SESUDAH PENYINARAN LAMPU ULTRAVIOLET 90 WATT DI LABORATORIUM BAKTERIOLOGI JURUSAN ANALIS KESEHATAN POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

    Get PDF
    Latar Belakang : Angka kuman udara tertinggi terdapat di laboratorium Bakteriologi, karena praktikum terus menerus melibatkan sampel dan media yang mengandung bakteri. Apabila 1 orang masuk ke ruangan maka jumlah bakteri di udara akan meningkat sebanyak 37 juta bakteri/jam. Pengendalian angka kuman udara menggunakan sinar ultraviolet dan radiasi sinar ultraviolet membunuh bakteri paling efektif adalah 253,7 nm. Mekanisme kerjanya mengabsorpsi asam nukleat tanpa menyebabkan kerusakan permukaan sel. Energi yang diabsorpsi akan menyebabkan terjadinya ikatan antara molekul-molekul timin yang bersebelahan menyebabkan terbentuknya dimer timin sehingga fungsi asam nukleat terganggu dan mengakibatkan kematian bakteri. Faktor penghambat dari sinar ultraviolet daya penetrasinya lemah. Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui persentase penurunan angka kuman udara dan adanya perbedaan angka kuman udara diruang Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta sebelum dan setelah dipaparkan lampu UV dengan daya 90 watt. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode pre-experimental design dengan rancangan ulang one group pre-post test design. Hasil Penelitian : Hasil pengukuran Intensitas cahaya ultraviolet 7,5 Lux , suhu ruangan 26 – 28 oC . Rerata presentase penurunan jumlah angka kuman udara sebesar 93,79%,rerata angka kuman udara sebelum penyinaran 5.422 CFU/M3, rerata angka kuman udara setelah penyinaran 297 CFU/M3. Uji normalitas data sebelum 0.356 dan setelah penyinaran 0.502. Uji T-test Paired Sampel nilai Asymp. Sig (2-tailed) 0.000. Kesimpulan : Prosentase penurunan angka kuman udara sebesar 93,79% dan ada perbedaan angka kuman udara sebelum dan setelah dilakukan penyinaran lampu UV dengan daya 90 watt intensitas cahaya 7,5 Lux di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Kata Kunci : Angka kuman udara, intensitas, ultraviole
    corecore