34 research outputs found

    KEBIASAAN (`ADAH) DALAM PERPEKTIF HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Abstract: Islamic law looked a habit (`adah) is a very important part for the development of Islamic law. Since applying toxicity is an urgent sub of worship in Islam. One thing that is not realized, that the habit can form a significant legal and able to answer the question of life and human life as well as a spectacular rituals and in line with local preferences.Keywords: Habits (`adat), Law, Islam, Worship. Abstrak: Hukum Islam memandang suatu kebiasaan (`adah) merupakan bagian yang amat penting bagi perkembangan hukum Islam. Karena mengaplikasikan kebisaan adalah satu sub dari ibadah yang urgen dalam Islam. Suatu hal yang tidak disadari, bahwa kebiasaan dapat membentuk sebuah hukum yang signifikan dan mampu menjawab persoalan hidup dan kehidupan manusia sekaligus menjadi ritual ibadah yang spektakuler dan searah dengan keinginan masyarakat setempat.Kata Kunci: Kebiasaan (`adah), Hukum, Islam, Ibadah

    PRAKTEK PERKAWINAN YANG MENYIMPANG PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Praktek perkawinan menyimpang perpektif UU Perkawinan dan KHI adalah perkawinan yang tidak seseui dengan apa yang diatur dan ditetapkan dalam UU dan KHI tersebut. Adapun perkawinan yang dimaksud adalahperkawinan dini (di bawah umur), perkawinan kontrak dan perkawinan beda agama serta perkawinan di bawah tangan. Keempat perkawinan tersebut jika dilaksanakan tidak seseui dengan aturan yang ada berarti telah menyimpang dari aturan perundang-undangan yang ada, hal ini juga telah menyimpang dari apa yang apa yang termaktub adalam KHI (Kompilasi Hukum Islam).

    DAMPAK PERCERAIAN YANG TIDAK SESUAI DENGAN PROSEDUR PERUNDANG-UNDANGAN

    Get PDF
    Abstract: Divorce is a legal event, and then it should be an event carried out in accordance with rules of legal and judicial procedures. Otherwise it will result in lack recognized a divorce, this is in line with what is mandated in Law No. 1 of 1974 on article 38 and 39, which reads: "Divorce can only be done in front of the competent court after the relevant court and unsuccessfully tried to reconcile the two parties", it is stated in article 38 of Law No. 1 of 1974. While the Article 39 paragraph (2) to conduct a divorce there must be a sufficient reason that between husband and wife will not be able to live in harmony as husband and wife.Keywords: Impact, Divorce Law, Procedure  Abstrak: Perceraian adalah peristiwa hukum, dan kemudian harus menjadi acara dilakukan sesuai dengan aturan prosedur hukum dan peradilan. Jika tidak, akan mengakibatkan kurangnya diakui secara perceraian, hal ini sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang artikel 38 dan 39, yang berbunyi: "Perceraian hanya dapat dilakukan di depan pengadilan yang berwenang setelah pengadilan yang relevan dan gagal mencoba untuk mendamaikan kedua belah pihak ", dinyatakan dalam pasal 38 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974. Sedangkan Pasal 39 ayat (2) untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri tidak akan mampu hidup secara harmonis sebagai suami dan istriami dan istri tidak akan mampu hidup secara harmonis sebagai suami dan istri.Kata Kunci: Dampak, Perceraian, UU, Prosedur

    The Children's Responsibility toward Parents Deposited in Social Foundations in Review of Law No. 1 of 1974

    Get PDF
    This research aims to know that the obligation of a child is to be devoted to his parents including being responsible for the alimony of the care of both parents as mandated by Law No. 1 of 1974. This research uses empirical juridical research method with statutory approach and case approach. The results of this study prove that the care of parents by children in nursing homes due to the wishes of the parents themselves is makruh. The makruh law can change to haram, if the child after leaving his parents in the foundation, does not show good manners, such as relinquishing responsibility as a child. The law is permissible if the child does the entrustment for the good of the parents and the child still carries out the obligations and fulfills the rights of his parents who live in the nursing home. In the view of Law No. 1 of 1974 itself, children are obliged to take care of all the needs of their parents even though they are in a nursing home because this is an obligation of alimony of children to their parents

    Keabsahan Perceraian Perspektif Fiqh Dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

    Get PDF
    Indonesia sebagai negara hukum dan telah mengatur aturan perceraian dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan di dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam). Yang seharusnya setiap pasangan yang ingin bercerai mengacu pada aturan yang ada tersebut. Akan tetapi selain dari UU No. 1 Tahun 1975 dan KHI itu ada aturan lain yang diikuti dan ditaati oleh masyarakat Islam yang ingin bercerai, yaitu hukum Islam klasik atau fiqih, yang pada prinsipnya fiqh Islam (fiqh klasik) tidak mengatur perceraian sebagaimana yang ada dalam UU dan KHI. Indonesia as a country of law and has set the rules for divorce in Law No. 1 of 1974 and in KHI (Compilation of Islamic Law). That should any couple seeking divorce refers to the existing rules. But, aside from the Law No. 1 In 1975 and KHI was no other rules are followed and adhered to by the Islamic community who wants a divorce, the classical Islamic law or jurisprudence, which in principle of Islamic jurisprudence (fiqh classic) did not arrange a divorce as it exists in the Act and KHI.   Kata kunci: Hukum,  perceraian, UU, Fiqh

    URGENSI PERSETUJUAN BAGI KEDUA CALON MEMPELAI DALAM PERKAWINAN

    Get PDF
    Both the bride in marriage as well as approvalis very significant. So that Law No. 1 1974 and Law No. 39 of 1999 establishes in article Act as one condition of the validity of a marriage. If a marriage conducted without the consent of the andanya the bride, the marriage is not legal according to the laws that exist

    Inheritance Anomaly of Daughter “Batang Angkola” Based on Islamic Law And Common Law

    Get PDF
    This study aimed to determine and analyze the distribution of Angkola customary inheritance to daughters. The type of research was field research, with a qualitative descriptive method, and the approach used legal sociology and a state approach. In contrast, the data types used consisted of primary and secondary data. The findings were that the kinship system used by the Angkola tribe in the distribution of inheritance adheres to a patrilineal kinship system, so with this patrilineal system, the position and inheritance rights of daughters are not recognized by Angkola custom. Even though they are not classified as heirs, daughters can still get a share of their parent's inheritance utilizing Olong Ate, namely giving love from a brother to his sister without a nominal amount. With the concept of Olong Ate, the share received by Daughter cannot be determined; the share for Daughter may be less, more, or equal to the share for boys. If Daughter's share is equal to or bigger than the boys, then there is a clash between Angkola customary and Islamic inheritance laws. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pembagian harta peninggalan adat Angkola kepada anak perempuan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan, dengan metode deskriptif kualitatif, dan pendekatan yang digunakan adalah sosiologi hukum dan pendekatan negara. Sebaliknya, jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil temuan bahwa sistem kekerabatan yang digunakan suku Angkola dalam pembagian harta warisan menganut sistem kekerabatan patrilineal, sehingga dengan sistem patrilineal ini kedudukan dan hak waris anak perempuan tidak diakui oleh adat Angkola. Meski tidak tergolong ahli waris, anak perempuan tetap bisa mendapatkan bagian dari harta warisan orang tuanya dengan memanfaatkan Olong Ate, yaitu pemberian kasih sayang seorang kakak kepada adiknya tanpa nominal. Dengan konsep Olong Ate, bagian yang diterima Putri tidak bisa ditentukan; bagian untuk anak perempuan mungkin lebih sedikit, lebih banyak, atau sama dengan bagian untuk anak laki-laki. Jika bagian anak perempuan sama atau lebih besar dari anak laki-laki, maka terjadi perselisihan antara hukum adat Angkola dan hukum waris Isla

    Isbat Nikah; Aspek Hukum dan Administratif

    Get PDF
    Banyaknya permohonan itsbat nikah di Pengadilan Agama memberikan cerminan bahwa masih banyaknya masyarakat yang menikah tanpa mencatatnya kepada Pegawai Pencatat Nikah di KUA. Adapun pokok masalah yaitu Bagaimana pelaksanaan itsbat nikah terhadap pernikahan yang belum dicatatkan di pengadilan agama. Dalam hal ini penulis menggunakan Jenis penelitian normatif dan empiris, yakni penelitian hukum yang memadukan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan hukum berupa peraturan perundang-undangan yaitu UndangUndang RI Tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam, beserta peraturan lain yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini. Hasil yang ditemukan kemudian akan disajikan dalam laporan yang bersifat deskriptif, yakni dengan menggambarkan suatu mekanisme Legalitas Pencatatan Perkawinan melalui Penetapan Isbat Nikah. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Isbat nikah diartikan sebagai penetapan tentang keaslian nikah yang diajukan ke pengadilan agama yang bertujuan untuk menetapkan kebenaran pernikahan yang telah dilangsungkan sebelumnya namun belum dicatatkan. Pada dasarnya perkawinan adalah suatu anjuran yang sepatutnya dilakukan dalam agama Islam.  Isbat nikah telah diatur dalam PP No. 9 Tahun 1975, terkait pencatatan pernikahan dari orang yang melangsungkan perkawinan sesuai dengan aturan agama islam yang dilakukan oleh pegawai pencatat yang diangkat oleh Menteri Agama atau pegawai yang dipilih olehnya. Mencermati tingginya permohonan itsbat nikah penulis menyarankan: agar melakukan sosialisasi mengenai pentingnya pencatatan nikah agar memberikan pemahaman kepada masyarakat termasuk desa terpencil. Kemudian menetapkan itsbat nikah dengan tegas berdasarkan dengan ketentuan itsbat nikah dalam Kompilasi Hukum Islam. &nbsp

    Program Studi Perbandingan Mazhab dan Problematika Sepi Peminat

    Get PDF

    Divorce Sues Through E-Court Process In The Binjai Religious Court in North Sumatera During The Covid-19 Pandemic

    Get PDF
    The purpose of this study is to find out how the implementation of divorce lawsuits through the e-court at the Binjai Religious Court, the difference between filing an ordinary lawsuit and filing through an e-court, and the effectiveness of implementing a divorce lawsuit through the e-court at the Binjai Religious Court. This research is an empirical legal research, with a case study approach and a statutory approach. The data sources are primary and secondary data, the data collection techniques are observation, interviews and documentation. The results of the research are: First, the implementation of a lawsuit in the Binjai Religious Court in terms of registration through the e-court itself is of two kinds, namely advocates/legal entities and independent users. Second, the difference between an ordinary lawsuit and the submission through e-court is an ordinary lawsuit, a divorce suit is filed by the husband or wife or their proxies to the Court whose jurisdiction includes the defendant. Third, the effectiveness of the implementation of divorce lawsuits through e-court through the Binjai Religious Court of North Sumatra can be seen from saving time and money in the case registration process, as well as well-archived documents, accessible from various locations and media as well as a faster data retrieval process
    corecore