8 research outputs found

    Pengaruh Jenis Pelarut Dan Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antibakteri Dan Penghambatan Radikal Bebas Ekstrak Kulit Kayu Bangkal (Nauclea Subdita)

    Full text link
    Kulit kayu bangkal merupakan salah satu bahan alami yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk lokal Kalimantan Selatan untuk pengobatan dan perawatan kecantikan. Masih terbatas penelitian yang mengeksplorasi ekstrak kulit kayu bangkal dalam hal penentuan proses ekstraksi yang optimal, pemilihan pelarut, kandungan senyawa kimia serta aktivitas biologis yang dimiliki oleh ekstrak bangkal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh metode ekstraksi dan jenis pelarut terhadap kandungan senyawa aktif berikut aktivitas antibakteri dan aktivitas penghambatan radikal bebas dari ekstrak kulit kayu bangkal. Kayu bangkal diekstraksi dengan metode maserasi, perkolasi dan soxhletasi dengan berbagai pelarut yaitu akuades, etanol 96, etanol 70% dan etil asetat. Total senyawa fenolik ditentukan dengan metode Folin ciocalteu, total flavonoid dengan AlCl3, dan total tanin dengan vanilin. Pengujian aktivitas penghambatan radikal bebas menggunakan metode DPPH dan antibakteri dengan metode difusi agar. Hasil pengujian menunjukkan metode sokhletasi dengan pelarut etanol 96% mempunyai kandungan total fenolik yang tertinggi sebesar 81,12±1,66 mg/gr GAE. Total flavonoid tertinggi terdapat pada metode perkolasi dengan pelarut etil asetat yaitu 24,24± 0,057 mg/gr QE dan total tanin terbaik pada metode perkolasi menggunakan pelarut etanol 96% sebesar 36,92±,81 mg/gr CE. Ekstrak etanol 70% pada ketiga metode ekstraksi menunjukkan penghambatan radikal DPPH yang sama besar diatas 80%. Aktivitas antibakteri pada ekstrak menunjukkan semua perlakuan metode dan jenis pelarut mempunyai daya hambat terhadap P. acne dengan zona hambat yang bervariasi sementara hanya ekstrak etil asetat dan air yang mampu menghambat P. acne dan S. aureus. Metode ekstraksi dan polaritas pelarut memegang peran penting dalan menentukan metode yang efisien dalam mengekstraksi fitokimia dan aktivitas biologis pada bangkal

    Pengaruh Jenis Pelarut Dan Metode Ekstraksi Terhadap Aktivitas Antibakteri Dan Penghambatan Radikal Bebas Ekstrak Kulit Kayu Bangkal (Nauclea Subdita)

    Full text link
    Kulit kayu bangkal merupakan salah satu bahan alami yang banyak dimanfaatkan oleh penduduk lokal Kalimantan Selatan untuk pengobatan dan perawatan kecantikan. Masih terbatas penelitian yang mengeksplorasi ekstrak kulit kayu bangkal dalam hal penentuan proses ekstraksi yang optimal, pemilihan pelarut, kandungan senyawa kimia serta aktivitas biologis yang dimiliki oleh ekstrak bangkal. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh metode ekstraksi dan jenis pelarut terhadap kandungan senyawa aktif berikut aktivitas antibakteri dan aktivitas penghambatan radikal bebas dari ekstrak kulit kayu bangkal. Kayu bangkal diekstraksi dengan metode maserasi, perkolasi dan soxhletasi dengan berbagai pelarut yaitu akuades, etanol 96, etanol 70% dan etil asetat. Total senyawa fenolik ditentukan dengan metode Folin ciocalteu, total flavonoid dengan AlCl3, dan total tanin dengan vanilin. Pengujian aktivitas penghambatan radikal bebas menggunakan metode DPPH dan antibakteri dengan metode difusi agar. Hasil pengujian menunjukkan metode sokhletasi dengan pelarut etanol 96% mempunyai kandungan total fenolik yang tertinggi sebesar 81,12±1,66 mg/gr GAE. Total flavonoid tertinggi terdapat pada metode perkolasi dengan pelarut etil asetat yaitu 24,24± 0,057 mg/gr QE dan total tanin terbaik pada metode perkolasi menggunakan pelarut etanol 96% sebesar 36,92±,81 mg/gr CE. Ekstrak etanol 70% pada ketiga metode ekstraksi menunjukkan penghambatan radikal DPPH yang sama besar diatas 80%. Aktivitas antibakteri pada ekstrak menunjukkan semua perlakuan metode dan jenis pelarut mempunyai daya hambat terhadap P. acne dengan zona hambat yang bervariasi sementara hanya ekstrak etil asetat dan air yang mampu menghambat P. acne dan S. aureus. Metode ekstraksi dan polaritas pelarut memegang peran penting dalan menentukan metode yang efisien dalam mengekstraksi fitokimia dan aktivitas biologis pada bangkal

    Pengaruh Fermentasi Terhadap Total Fenolik, Aktivitas Penghambatan Radikal Dan Antibakteri Ekstrak Tepung Biji Teratai (Effect of Fermentation on Total Phenolic, Radical Scavenging and Antibacterial Activity of Waterlily (Nymphaea Pubescens Willd.)

    Full text link
    Tepung biji teratai dibuat dari biji teratai matang yang dihaluskan. Tepung ini biasa digunakan sebagai bahan kue dan makanan lokal khas Kalimantan Selatan. Biji teratai mempunyai khasiat antidiare dan memiliki beberapa sifat fungsional lainnya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fermentasi terhadap total fenolik, aktivitas antiradikal dan antibakteri pada tepung biji teratai. Biji teratai dihaluskan, diayak dengan ayakan 60 mesh dan difermentasi menggunakan L. plantarum JBSxH.6.4, BIMO-CF dan fermentasi spontan, masing-masing selama 48 jam. Hasil fermentasi ditiriskan, dikeringkan dan diekstrak menggunakan pelarut etil asetat dan air dengan perbandingan 70:30. Ekstrak yang diperoleh diuapkan dan ditentukan total fenolik dengan metode Folin-ciocalteu, aktivitas penghambatan radikal menggunakan 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) dan antibakteri dengan metode difusi agar. Selanjutnya, hasil ini dibandingkan dengan perlakuan tanpa fermentasi. Hasil pengujian menunjukkan terjadi peningkatan kandungan total fenolik 70,52±0,53 menjadi 99,82±0,60 mg/g GAE, aktivitas penghambatan radikal 80,37±0,89 menjadi 87,64±0,68% dan aktivitas antibakteri yang ditunjukkan oleh penghambatan terhadap bakteri E. coli, Salmonella dan S. aureus. Fermentasi mampu meningkatkan kandungan total fenolik dan aktivitas biologis pada tepung teratai, sehingga berpotensi digunakan sebagai bahan pangan fungsional

    Standardisasi Ekstrak Kulit Kayu Bangkal (Nauclea Subdita) sebagai Bahan Baku Sediaan Kosmetika

    Full text link
    Kulit kayu bangkal dimanfaatkan sebagai bahan baku kosmetika oleh penduduk lokal Kalimantan Selatan dan telah terbukti mempunyai aktivitas farmakologi yang baik sebagai antibakteri dan antiradikal. Senyawa fenolik merupakan salah satu golongan senyawa yang banyak ditemukan pada tanaman bangkal dan dapat digunakan sebagai marker untuk melakukan standarisasi dan mengetahui stabililitas ekstrak yang akan dikembangkan sebagai sediaan yang efektif dan aman. Penelitian ini bertujuan untuk membuat sediaan bahan aktif antibakteri dan antiradikal dari kayu bangkal yang stabil dan aman untuk aplikasi pada produk farmasi dan kosmetika. Bahan baku yang digunakan adalah kulit kayu bangkal asal Kota Kandangan, Kalimantan Selatan. Proses ekstraksi menggunakan metode perkolasi dengan pelarut akuades, selanjutnya distandardisasi sesuai acuan PPOMN dan diuji stabilitas menggunakan metode accelerated stability dengan marker total fenolik. Ekstrak diuji aktivitas antiradikal terhadap DPPH dan ditentukan nilai IC50, kemudian aktivitas antibakteri diuji terhadap P.acne dan S. aureus dengan metode difusi kertas cakram dan ditentukan MIC dan MBC. Hasil pengujian diperoleh bahwa ekstrak bangkal stabil selama pengujian pada suhu suhu 40°C dan RH 75%. Total fenolik berkisar antara 7,18 ± 0,31 - 7,43 ± 0,21 µg/mg. Penentuan aktivitas antiradikal dengan DPPH menunjukkan IC50 sebesar 3.158,3 μg/mL. Pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan nilai MIC dari ekstrak bangkal terhadap P.acne dan S. aureus sebesar ≥ 100.000 ppm dan 100.000 ppm. Hasil standardisasi ekstrak menunjukkan ekstrak kayu bangkal dengan metode perkolasi menggunakan pelarut akuades memenuhi baku mutu standar dan dapat digunakan sebagai bahan baku sediaan kosmetika

    Pemanfaatan dan Pengolahan Tepung Glukomannan Umbi Porang (Amorphophallus Muelleri) sebagai Bahan Pengenyal Produk Olahan Bakso

    Full text link
    Bakso merupakan olahan pangan daging yang banyak disukai berbagai kalangan masyarakat karena rasa dan teksturnya yang Kenyal. Umumnya adonan bakso diberi bahan tambahan pangan pengenyal berupa Sodium Tripolifosfat(STPP). Sementara itu, ada glukomannan yang merupakan salah satu hidrogel yang memiliki kemampuan menyerap air hingga lebih dari seratus kali beratnya yang banyak terkandung pada umbi porang. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan dan pengolahan tepung glukomanan umbi porang sebagai produk olahan bakso sehingga berpotensi menggantikan pengenyal sintetis komersial seperti STTP. Metode pemisahan glukomannan menggunakan metode kering dan metode basah yang diproses menjadi tepung glukomannan untuk membuat produk olahan bakso. Hasil pengukuran kualitas tepung dan produk bakso kemudian dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan berdasarkan SNI serta literatur dan hasil penelitian sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi pemurnian glukomanan menggunakan metode basah lebih berhasil dibandingkan metode kering dengan kadar glukomanan yang diperoleh berkisar antara 56,02 – 57,17% dengan viskositas yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan glukomanan komersial yaitu antara 2.760 – 2.800 cP tetapi solubilitas glukomanan relatif kecil dibanding dengan komersial yaitu antara 7,5 – 12,125%. Hasil pembuatan bakso menunjukkan bahwa tepung glukomanan umbi porang dapat digunakan sebagai pengganti bahan kimia STPP untuk mengenyalkan produk bakso olahan. Hasil pengujian tepung glukomanan dan bakso secara keseluruhan telah memenuhi standar SNI tepung terigu dan SNI bakso
    corecore