1,591 research outputs found
Kontrol Diri Dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Pramuwisata
This study aim to analysis relationship of self-control and anxiety of interpersonal communicationin a tourist guide. Product moment corelation analysis (rxy) yields for 0905, to provethe relationship between self-control and interpersonal communication anxiety in a tourist guide.These results indicate a negative relationship between the variables X (Self Control) and variableY (Interpersonal Communication Anxiety in the guides). Social Learning Theory became atheories used in this study, where most of the individual behavior acquired partly the result oflearning through observation of behavior displayed other individuals whose became the model.Elaboration Likelihood Theory which states that each individual will interpret the message orinformation they receive, in accordance with the information they have and their beliefs aboutsomething related to the message. Self-control on the tour guides in Yogyakarta based on thefive major aspects of self-control, that has a very high level of measurement. Includes the abilityto anticipate events, the ability to interpret events and the ability to take decisions. Meanwhile,two other aspects of self control shows the results of measurements at very low category, whichconsists of aspects of behavior and stimulus control. While anxiety based on the three aspects ofinterpersonal communication, which consists of inhibition of the ability to express themselves,lack of interest in communicating and social interaction is interrupted, it indicates the levelmeasurement at very low category. Thus, interpersonal communication anxiety on tour guidesin Yogyakarta can be said to be very low
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 dan Reformasi Pemerintahan di Daerah
Masalah-masalah yang muncul dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kecenderungan sistem yang dikembangkan adlah sentralistik dan bukan desentarlistik. Hal ini terlihat banyaknya urusan otonomi yang masih menumpuk di daerah tingkat I dan Pusat. Urusan-urusan yang diserahkan ke daerah bukan urusan-urusan yang potensial menambahkan pendapatan asli daerah, tetapi urusan-urusan yang justru membebani pemerintah daerah. Untuk itu sudah saatnya sistem ini ditinjau kembali dan dikaji kemungkinan-kemungkinan penerapan sistem rumah tangga formall, supaya daaerah memiliki keleluasan ruang gerak dan memberdayakan potensial daerahnya dan mengembangkan prakarsanya. Di samping itu, DPRD perlu diperdayakan secara proporsional sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai lembaga pengawas dan pengontrol kebijakan pemerintah daerah. Untuk itu, lembaga DPRD perlu dipisahkan dari struktur pemerintah daerah yang selama ini dianut oleh UU No. 5 tahun 1974
Status Penyelenggaraan Peradilan HAM di Indonesia Berbasis Hukum Internasional
The era of respect for Human Rights (HAM) in Indonesia was marked by the issuance of regulatory/legal instruments both in the state constitutional amendment after amendment and legislation in the form of legislation include Act No. 26 of 2000 on Human Rights Court which is substantially oriented the Rome Statute. Apparently, Act No. 26 of 2000 is a product of the criminal policy "compromise models" because on one hand there is a setting which adopted the Rome Statute and on the other hand found a variety of different conditions deviate and with the statute. Though International legal instruments is one of the sources of law are important to the national legal systemEra penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia ditandai oleh disyahkannya regulasi / instrument hukum baik di dalam amandemen konstitusi negara maupun Perundangan dalam bentuk undang-undang diantaranya adalah Undang-Undang nomor: 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang substansinya berkiblat pada Statuta Roma. Nampaknya UU nomor 26 tahun 2000 merupakan produk kebijakan criminal “model kompromi” sebab di satu sisi terdapat pengaturan yang mengadopsi pada Statuta Roma dan pada sisi lain ditemukan berbagai ketentuan yang menyimpang dan berbeda dengan statute tersebut. Padahal instrument hukum Internasional merupakan salah satu sumber hukum yang penting bagi system hukum nasiona
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) MODEL HIPERLIPIDEMIA
ABSTRAK
Khairunnisa Nurul Huda, G.0012107, 2015. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) terhadap Kadar Trigliserida Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Model Hiperlipidemia. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Latar Belakang: Dislipidemia seperti hipertrigliserida dapat menyebabkan
penyakit kardiovaskular yang mematikan, sedangkan penggunaan obat penurun
kadar trigliserida memiliki berbagai efek samping. Buncis diyakini mengandung
metabolit-metabolit sekunder yang memiliki efek hipolipidemia. Penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan bahwa pemberian ekstrak buncis (Phaseolus
vulgaris L.) berpengaruh terhadap kadar trigliserida tikus putih model
hiperlipidemia dan peningkatan dosis ekstrak buncis dapat mempengaruhi
kadar trigliserida.
Metode: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik dengan post test
only control group design. Dalam penelitian ini digunakan tikus Wistar jantan
berumur 3 bulan, berat ± 200 g. Tiga puluh tikus dibagi menjadi 5 kelompok:
dua kelompok kontrol (KKn, KKi) dan 3 kelompok perlakuan. KKn diberi
akuades dan KKi diberi 4,5 mL telur bebek per oral dan propiltiourasil (PTU)
0,01% ad libitum selama 28 hari. Pada kelompok perlakuan, diberi diet yang
sama dengan KKi selama 28 hari. Ekstrak buncis (50, 100, dan 150 mg/200g)
diberikan pada tiga kelompok perlakuan mulai dari hari ke-15. Pada hari
selanjutnya, tikus dikorbankan dan diambil darahnya pada pleksus retroorbitalis. Serum triglisrida diukur dengan spektrofotometer. Data yang didapat
dianalisis menggunakan uji One Way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Post
Hoc (α=0,05).
Hasil: Pada pengukuran kadar trigliserida didapatkan nilai rerata pada KKn =
116,33 ± 57,162 mg/dL, KKi = 167,33 ± 97,412 mg/dL, KP1 = 46,83 ± 20,624
mg/dL, KP2 = 30 ± 9,654 mg/dL, KP3 = 40,17 ± 11,374 mg/dL. Setelah diujikan
menggunakan One Way ANOVA terdapat perbedaan yang bermakna diantara
kelima kelompok dengan p = 0,000 (p < 0,05). Hasil uji Post Hoc menunjukkan
perbedaan yang bermakna antara KKn-KKi, KKn-KP1, KKn-KP2, KKn-KP3,
KKi-KP1, KKi-KP2, KKi-KP3 dengan p < 0,05.
Simpulan: Pemberian ekstrak buncis berpengaruh terhadap kadar trigliserida
tikus putih model hiperlipidemia. Pengaruh tersebut berupa penurunan kadar
trigliserida. Peningkatan dosis ekstrak buncis tidak berpengaruh pada kadar
trigliserida tikus
Kata kunci: buncis, trigliserida, hiperlipidemi
Aplikasi Bahasa Isyarat Pengenalan Huruf Hijaiyah Bagi Penyandang Disabilitas Tuna Rungu
Pengenalan huruf hijaiyah tidak hanya dikenalkan kepada orang-orang yang berkehidupan normal saja tetapi juga harus dikenalkan kepada orang-orang yang memiliki kebutuhan khusus bagi yang beragama Islam seperti yang diperuntukkan bagi para penyandang cacat tuna rungu. Tuna rungu merupakan salah satu yang kesulitan dalam pendengarannya, sehingga dalam percakapan para tuna rungu menggunakan bahasa isyarat. Saat ini masih belum banyak aplikasi-aplikasi yang dapat memberikan pendidikan dan pengetahuan tentang bahasa isyarat, khusus huruf hijaiyah yang dapat digunakan oleh para penyandang disabilitas tuna rungu, untuk itu diperlukanlah sebuah aplikasi yang dapat membantu para tuna runguagar dapat mengenal huruf-huruf hijaiyah .air terjun yang akan menghasilkan aplikasi bahasa isyarat pengenalan huruf hijaiyah. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu para penyandang cacat tuna rungu agar lebih mudah mengenal huruf-huruf hijaiyah serta diharapkandapat membaca Al-Qur\u27an dengan baik dan benar
- …