14 research outputs found

    Penyempurnaan Sifat Papan Serat Kerapatan Sedang Dari Pelepah Nipah Dan Campurannya Dengan Sabut Kelapa

    Full text link
    Dewasa ini, potensi bahan serat konvensional (khususnya kayu) untuk pembuatan papan serat berkerapatan sedang (MDF) semakin terbatas dan langka. Penggunaan bahan serat alternatif yang tersedia berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan, yaitu pelepah nipah dan sabut kelapa, telah dicoba untuk MDF, menggunakan perekat urea formaldehida (UF). Akan tetapi, sifat produk MDF sebagian besar tidak memenuhi persyaratan JIS dan ISO. Sebagai kaitannya, percobaan perbaikan sifat MDF dilakukan dengan tetap menggunakan ke dua macam bahan serat tersebut. Mula-mula masing-masing bahan serat diperiksa sifat dasarnya yaitu berat jenis, komposisi kimia, dan dimensi serat dan nilai turunannya. Pengolahan pulp untuk MDF menerapkan proses semi-kimia soda panas terbuka (bertekanan atmosfir) pada 2 taraf konsentrasi alkali (8% dan 12%). Pulp yang dihasilkan kemudian ditambahkan bahan aditif berupa alum 5%, bahan perekat tanin formaldehida (TF) baik dikombinasikan dengan arang aktif 5% atau tidak; dan selanjutnya dibentuk menjadi lembaran MDF dengan cara basah. MDF tersebut lalu diperiksa sifat fisis-mekanis dan emisi formaldehida. Hasil pencermatan sifat fisis-mekanis mengindikasikan bahwa serat pelepah nipah lebih prospektif untuk MDF dibandingkan sabut kelapa. Arang aktif berakibat penurunan sifat kekuatan/mekanis MDF dan emisi formaldehida, tetapi memperbaiki kestabilan dimensinya. Sifat MDF dari pelepah nipah 100% paling banyak mendekati persyaratan (JIS dan ISO). Meskipun demikian, sabut kelapa diharapkan bisa prospektif untuk MDF dengan mencampurnya bentuk pulp) dengan pulp pelepah nipah pada proporsi (b/b) 25%+75% dan 50%+50%. MDF yang menggunakan perekat TF memiliki sifat lebih baik dibandingkan MDF percobaan sebelumnya (menggunakan perekat UF), antara lain kekuatan lebih tinggi, emisi formaldehida lebih rendah, dan lebih banyak memenuhi persyaratan JIS dan ISO

    Pembuatan Papan Isolasi Dari Campuran Pulp Limbah Pembalakan Hutan Dan Arang Aktif Dengan Bahan Perekat Khitosan Cangkang Udang

    Full text link
    Telah dilakukan percobaan pembuatan papan isolasi menggunakan bahan baku campuran limbah pembalakan kayu HTI (Hutan Tanaman Industri) jenisEucalyptus hybriddan arang aktif, dengan Limbah pembalakan dibuat menjadi serpih, lalu diolah menjadi pulp menggunakan proses semi- kimia soda panas terbuka pada kondisi: konsentrasi NaOH 8%, nilai banding bahan baku serpih dengan larutan pemasak 1 : 8 (b/v), dan suhu pemasakan maksimum 100OC yang dipertahankan selama 3 jam. Pembentukan papan isolasi menggunakan cara basah dari campuran pulp limbah pembalakan HTI dan arang aktif dengan komposisi (b/b) 100% + 0%, 97,5% + 2,5%, 95% + 5%, 92,5% + 7,5%, dan 90% + 10%. Sebelum dibentuk lembaran, pada campuran tersebut ditambahkan dua macam perekat (khitosan dan tapioka) secara terpisah masing-masing sebanyak 5%. Sifat fisis dan mekanis papan isolasi dengan perekat pati lebih baik dibandingkan dengan perekat khitosan. Semakin tinggi porsi campuran arang aktif pada pulp limbah pembalakan, cenderung menurunkan kerapatan dan sifat kekuatan (MOR), meningkatkan kadar air, tetapi memperbaiki kestabilan dimensi. Papan isolasi yang memenuhi persyaratan JIS adalah dengan perekat pati pada porsi campuran pulp limbah pembalakan-arang aktif 97,5% + 2,5%, dan papan isolasi dengan perekat khitosan tetapi dari pulp limbah pembalakan 100%

    Penyempurnaan Sifat Papan Serat Berkerapatan Tinggi Dari Campuran Rumput Gelagah, Tandan Kosong Kelapa Sawit, Dan Bambu

    Full text link
    Papan serat hardboard (HB) dari campuran Rumput Gelagah (RG), Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan bambu andong berpotensi untuk dikembangkan. Namun, percobaan pendahuluan menunjukkan HB tersebut tidak memenuhi persyaratan produk HB dari Japanese Industrial Standard (JIS) dan International Standard Organization (ISO). Tulisan ini mempelajari modifikasi pembuatan HB agar memenuhi standar produk tersebut. Modifikasi yang dilakukan meliputi penambahan konsentrasi alkali dalam pemasakan pulp dan merubah komposisi perekat. Hasil penelitian menunjukkan kualitas HB modifikasi meningkat dan mampu memenuhi persyaratan standar JIS dan ISO. Campuran serat pulp RG dan bambu andong/betung dimasak dengan konsentrasi alkali 10,5% dan 12% untuk serat dari TKKS. Campuran perekat yang digunakan adalah tannin-resorsinol-formaldehida (TRF), alum (tawas) dan emulsi lilin. Campuran serat yang paling banyak memenuhi standar adalah RG pulp (50%) + TKKS pulp (50%), diikuti RG pulp (100%), TKKS pulp (50%) + pulp bambu andong (50%), RG pulp (50%) + pulp bambu betung (50%). Serat yang masih kurang prospektif (bambu betung) diharapkan dapat diperbaiki melalui penggunaan perekat TRF dalam jumlah lebih banyak, arang aktif berukuran nano dan cross-linking agent

    Karakteristik Papan Sandwich dengan Inti Papan Partikel

    Full text link
    Bambu sudah dikenal sebagai bahan substitusi kayu dengan mengolahnya menjadi produk rekayasa bambu. Untuk meningkatkan efisiensi pengolahan bambu maka limbah hasil pengolahan bambu diolah kembali menjadi produk berupa papan partikel. Di samping itu, untuk mendapatkan bahan yang relatif tebal dan ringan tetapi memiliki kekuatan yang tinggi dapat dibuat produk bambu komposit berupa papan sandwich bambu. Tulisan ini mempelajari karakteristik papan sandwich dengan inti yang terbuat dari papan partikel. Papan partikel yang digunakan sebagai inti papan sandwich ada empat macam, yaitu papan partikel bambu berkerapatan 0,45 g/cm3 (A1) dan 0,55 g/cm3 (A2), dan papan partikel campuran bambu dan jabon berkerapatan 0,45 g/cm3 (A3) dan 0,55 g/cm3 (A4). Terdapat tiga lapisan luar papan sandwich yang diuji yaitu bilah bambu (B1), kayu lapis jabon (B2), dan kayu lapis mahoni (B3). Papan sandwich dibuat dengan menggunakan perekat urea formaldehida. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan papan partikel campuran bambu dan jabon sebagai inti menghasilkan papan sandwich dengan kekuatan yang lebih tinggi dibanding penggunaan papan partikel bambu. Penggunaan bilah bambu sebagai lapisan luar papan sandwich menghasilkan papan sandwich dengan kekuatan yang lebih tinggi dibanding penggunaan kayu lapis mahoni dan kayu lapis jabon. Semua papan sandwich tersebut memenuhi persyaratan produk papan partikel berlapis venir menurut Standar Nasional Indonesia dan Standar Jepang

    Pemanfaatan Teknologi Kertas Nano Karbon sebagai Pembungkus Wortel

    Full text link
    Konsumsi kertas Indonesia, termasuk kertas bungkus makanan, diperkirakan meningkat di masa mendatang. Dikhawatirkan kemampuan produksi kertas bungkus domestik suatu saat tidak dapat mengatasi permintaan, karena potensi bahan baku serat berligno-selulosa konvensional (kayu hutan alam) semakin langka dan terbatas. Bahan serat alternatif yang potensinya berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan perlu diujicoba, diantaranya bambu. Tujuan penelitian ini untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber serat alternatif melalui pembuatankertas bungkus dari serat bambu menggunakan teknologi nano karbon sebagai pelindung/pembungkus wortel. Percobaan pembuatan kertas bungkus berteknologi nano untuk wortel dilakukan menggunakan dua jenis serat bambu, yaitu tali (Gigantochloa apus) and ampel (Bambusa vulgaris) secara terpisah. Masing-masing jenis diolah menjadi pulp semi- kimia, lalu ditambahkan bahan aditif partikel arang aktif berukuran nano sebanyak 20% (b/b). Campuran (pulp bambu + arang aktif) dibentuk lembaran dengan target gramatur umum untuk kertas bungkus (60 gram/m2), lalu digunakan untuk membungkus wortel dan diuji sifat fisis-kekuatannya. Arang mengurangi penurunan berat wortel, sehingga berindikasi dapat lebih menjaga kesegaran dan nutrisinya. Kertas asal serat bambu ampel lebih berprospek untuk pengemasan (pembungkusan) wortel dibandingkan asal bambu tali, dalam menjaga kesegaran dan nutrisinya. Penggunaan kertas hasil percobaan untuk membungkus wortel masih lebih baik dibandingkan tanpa pembungkusan, karena dapat mempertahankan kesegaran dan nutrisinya

    Pemanfaatan Teknologi Kertas Nano Karbon sebagai Pembungkus Wortel

    Get PDF
    Konsumsi kertas Indonesia, termasuk kertas bungkus makanan, diperkirakan meningkat di masa mendatang. Dikhawatirkan kemampuan produksi kertas bungkus domestik suatu saat tidak dapat mengatasi permintaan, karena potensi bahan baku serat berligno-selulosa konvensional (kayu hutan alam) semakin langka dan terbatas. Bahan serat alternatif yang potensinya berlimpah dan belum banyak dimanfaatkan perlu diujicoba, diantaranya bambu. Tujuan penelitian ini untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber serat alternatif melalui pembuatankertas bungkus dari serat bambu menggunakan teknologi nano karbon sebagai pelindung/pembungkus wortel. Percobaan pembuatan kertas bungkus berteknologi nano untuk wortel dilakukan menggunakan dua jenis serat bambu, yaitu tali (Gigantochloa apus) and ampel (Bambusa vulgaris) secara terpisah. Masing-masing jenis diolah menjadi pulp semi- kimia, lalu ditambahkan bahan aditif partikel arang aktif berukuran nano sebanyak 20% (b/b). Campuran (pulp bambu + arang aktif) dibentuk lembaran dengan target gramatur umum untuk kertas bungkus (60 gram/m2), lalu digunakan untuk membungkus wortel dan diuji sifat fisis-kekuatannya. Arang mengurangi penurunan berat wortel, sehingga berindikasi dapat lebih menjaga kesegaran dan nutrisinya. Kertas asal serat bambu ampel lebih berprospek untuk pengemasan (pembungkusan) wortel dibandingkan asal bambu tali, dalam menjaga kesegaran dan nutrisinya. Penggunaan kertas hasil percobaan untuk membungkus wortel masih lebih baik dibandingkan tanpa pembungkusan, karena dapat mempertahankan kesegaran dan nutrisinya

    Potensi Teknis Pemanfaatan Pelepah Nipah dan Campurannya dengan Sabut Kelapa untuk Pembuatan Papan Serat Berkerapatan Sedang

    Full text link
    Kayu hutan alam tropis Indonesia masih merupakan bahan baku konvensional papan seratberkerapatan sedang (MDF), di mana potensinya semakin berkurang dan langka. Oleh karena itupenggunaan bahan baku serat alternatif perlu dipertimbangkan, di mana potensinya berlimpah dansebagian besar belum dimanfaatkan, seperti pelepah nipah dan sabut kelapa. Dalam kaitannya, telahdilakukan percobaan pemanfaatan dua macam bahan serat tersebut untuk MDF.Masing-masing bahan serat tersebut mengalami tahapan persiapan, dan pemeriksaan sifat dasar(berat jenis, komposisi kimia, dan dimensi serat berikut nilai turunannya), lalu dilakukan pengolahanpulp menggunakan proses semi-kimia soda panas terbuka, dilanjutkan dengan penggilingan hinggapulp mencapai derajat kehalusan 600-700 ml CSF. Pada pulp ditambahkan bahan aditif (alum 4%,perekat urea formaldehida 3%, dan arang aktif 5%) dan kemudian dibentuk menjadi lembaran MDFdengan cara basah. Selanjutnya dilakukan pengempaan panas,conditioning, dan pengujian sifat MDF. Pencermatan terhadap sifat fisis dan kekuatan MDF menunjukkan bahwa serat pelepah nipah lebih prospektif untuk MDF dari pada serat sabut kelapa. Penggunaan arang aktif menurunkan emisi formaldehida MDF tetapi menurunkan sifat kekuatannya. Sifat MDF dari serat pelepah nipah lebih banyak memenuhi persyaratan standar (JIS) dibandingkan dari serat sabut kelapa. Meskipun demikian, serat pelepah nipah bisa bermanfaatan untukMDF, dengan mencampurmya (bentuk pulp) dengan pulp pelepah nipah (b/b) pada proporsi: 25%+75%dan 50%+50%

    KARAKTERISASI DAN POTENSI KATALIS KARBON AKTIF TERSULFONASI LIMBAH KAYU PADA REAKSI HIDROLISIS SEKAM PADI MENGGUNAKAN MICROWAVE

    No full text
    Biomassa berlignoselulosa merupakan bahan baku berbagai produk yang menjanjikan untuk dikembangkan. Salah satu biomassa berlignoselulosa yaitu limbah yang didapatkan dari sisa penggergajian kayu untuk kepentingan industri, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif yang berfungsi sebagai katalis. Pada penelitian ini, dilakukan proses pembuatan karbon aktif dari limbah campuran kayu kamper dan meranti melalui proses pirolisis suhu 500 °C yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi menggunakan H2SO4 10N. Produk karbon aktif tersulfonasi (KA-SO3H) kemudian dikarakterisasi yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, karbon terikat, daya jerap iod sesuai SNI 06-3730-1995, keasaman menggunakan adsorpsi amonia, dan gugus fungsi menggunakan analisa FTIR. Selanjutnya karbon aktif tersulfonasi diuji aplikasinya pada reaksi hidrolisis sekam padi menggunakan microwave dengan variasi bobot sekam padi sebesar 2, 4, 6, 8, dan 10 g pada daya 400 dan 600 W selama 5, 7, dan 9 menit. Kadar glukosa filtrat hasil reaksi selanjutnya dianalisis menggunakan metode asam dinitrosalisilat (DNS). Kondisi optimum reaksi hidrolisis diperoleh pada penggunaan katalis karbon aktif tersulfonasi (daya 400 W, rasio sekam padi:katalis 1:8, serta waktu 9 menit) menghasilkan kadar glukosa sebesar 330,51 ppm dengan persen perolehan glukosa 61,97%, dan energi yang diperlukan sebesar 216 kJ

    Karakterisasi dan Potensi Katalis Karbon Aktif Tersulfonasi Limbah Kayu pada Reaksi Hidrolisis Sekam Padi Menggunakan Microwave

    Full text link
    Biomassa berlignoselulosa merupakan bahan baku berbagai produk yang menjanjikan untuk dikembangkan. Salah satu biomassa berlignoselulosa yaitu limbah yang didapatkan dari sisa penggergajian kayu untuk kepentingan industri, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif yang berfungsi sebagai katalis. Pada penelitian ini, dilakukan proses pembuatan karbon aktif dari limbah campuran kayu kamper dan meranti melalui proses pirolisis suhu 500 °C yang dilanjutkan dengan proses sulfonasi menggunakan H2SO4 10N. Produk karbon aktif tersulfonasi (KA-SO3H) kemudian dikarakterisasi yang meliputi rendemen, kadar air, kadar abu, kadar zat terbang, karbon terikat, daya jerap iod sesuai SNI 06-3730-1995, keasaman menggunakan adsorpsi amonia, dan gugus fungsi menggunakan analisa FTIR. Selanjutnya karbon aktif tersulfonasi diuji aplikasinya pada reaksi hidrolisis sekam padi menggunakan microwave dengan variasi bobot sekam padi sebesar 2, 4, 6, 8, dan 10 g pada daya 400 dan 600 W selama 5, 7, dan 9 menit. Kadar glukosa filtrat hasil reaksi selanjutnya dianalisis menggunakan metode asam dinitrosalisilat (DNS). Kondisi optimum reaksi hidrolisis diperoleh pada penggunaan katalis karbon aktif tersulfonasi (daya 400 W, rasio sekam padi:katalis 1:8, serta waktu 9 menit) menghasilkan kadar glukosa sebesar 330,51 ppm dengan persen perolehan glukosa 61,97%, dan energi yang diperlukan sebesar 216 kJ
    corecore