13 research outputs found
PENGEMBANGAN GENDING GAMELAN ANGKLUNG SEBAGAI PENGIRING PAKET SENI PERTUNJUKAN WISATA DI BANJAR NYUH KUNING, DESA MAS, UBUD
Paket seni pertunjukan wisata merupakan sebuah model seni pertunjukan
yang dikemas bernuansa baru, yang belum pernah ada sebelumnya. Bentuknya
masih tetap mengacu kepada bentuk serta kaidah-kaidah seni yang telah ada, tidak
terlepas dari selera estetis seniman dan selera para wisatawan. Permasalahan yang
diajukan penelitian ini, meliputi: pemilihan materi pertunjukan, rumusan konsep
seni pertunjukan wisata, penataan koreografi tari dan penulisan notasi iringan, serta
langkah-langkah untuk mengimplementasikannya.
Tujuan dan target khusus penelitian ini dilakukan adalah menghasilkan
āproduk kesenianā berupa paket seni pertunjukan wisata yang diiringi gamelan
Angklung. Kemasan kesenian yang dihasilkan adalah akibat penyesuaian potensi
dan media berkesenian yang ada di Banjar Nyuh Kuning, agar gamelan Angklung
yang dimiliki lebih fungsional dan dapat dikembangkan secara berkelanjutan.
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, yang lebih menekankan pada āmetode partisipatorisā, yaitu
mengutamakan kerjasama antara tim peneliti dengan anggota sekaa Angklung dan
sanggar tari di Banjar Nyuh Kuning, Desa Mas, Ubud, dalam menetapkan tahapan-
tahapan untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Dengan menggunakan teknik
observasi partisipasi dan wawancara, termasuk melaksanakan pelatihan yang
terfokus pada anggota sekaa Angklung dan sanggar tari, diharapkan akan dapat
terwujud paket seni pertunjukan wisata yang sesuai dengan selera dan kebutuhan
wisatawan.
Keywords : Paket Seni Pertunjukan Wisata, Metode Partisipatoris,
Sekaa Angklung dan Sanggar Tari
MENUH MIYIK
Menuh berarti melati, miyik berarti harum, walaupun kecil tapi dia bisa mengharumkan
dunia. Menuh atau lebih dikenal dengan nama Melati adalah sekuntum bunga yng berwarna
putih bersih yng senantiasa dan setia menebarkan keharuman. Tarian ini menggambarkan
kemolekan bunga melati yang digambarkan dengan sekelompok penari wanita dengan
gerakan-gerakan lemah gemulai serta fose-fose menyerupai bunga melat
I Nyoman Windha Sang Maestro Karawitan Bali
I Nyoman Windha dilahirkan di Banjar Kutri, Desa Singapadu, Kabupaten Gianyar pada 4 Juli 1956. Putra pasangan I Nyoman Kantun dan Ni Nyoman Radi ini, sejak masih kecil sudah bergelut dengan seni karawitan Bali dimulai dari seni vokal Janger. Windha kecil kemudian ikut bergabung dengan sekaa gamelan di banjar setempat, walaupun masih kecil Windha sudah menjadi penabuh dengan kostum yang kebesaran. Bakatnya mulai ditempa ketika memasuki SMP Dharma Putra di lingkungan yang memiliki ekosistem keseniman yang unggul di Desa Singapadu. Pada masa Sekolah di SMP ini Windha telah dipercaya sebagai penabuh yang cukup disegani. Tempaan sebagai seorang seniman terus berlanjut ketika sekolah di Kokar, ASTI Denpasar, ISI Yogyakarta, dan Mills College Amerika tahun 2005 dengan tesis berjudul Jayabaya yang sangat monumental. Berbagai karya ciptaan gending karawitan telah berhasil diciptakan bukan saja dengan menggunakan gamelan Gong Kebyar, tetapi juga menggunakan gamelan Genta Pinara Pitu yang sekarang ditempatkan di Australia, gamelan Semar Pagulingan, gamelan Angklung, gamelan Selonding, gamelan Jawa, dan lainnya. Ketika pensiun Windha mulai kembali tinggal di lingkungan banjar Kutri dan membina penabuh yang mumpuni. Tidak lupa Windha juga terus mengembangkan Sanggar JES Gamelan Fusion dengan berbagai kolaborasi karya dengan seniman besar sekelas Dwiki Darmawan. JES merupakan singkatan dari Jegog dan Semar Pagulingan
Unpacking the Form and Structure of Jaya Baya Music Composition in JES Gamelan Fusion
This paper aims to reveal the structure and form of Jaya Baya music composition by I Nyoman Windha in JES Gamelan Fusion. Jaya Baya's Music Composition in JES Gamelan Fusion is the result of a rearrangement of the same title worked on with the Sekar Jaya Gamelan Group using Angklung gamelan in 2002 by taking the idea of revealing the meaning of the Bom Bali I Tragedy. This research uses qualitative descriptive research methods, with musicological approach procedures, to analyze the form and structure of the Composition of Musik Jaya Baya in JES Gamelan Fusion. This music turnover is in the style of fusion music, by combining the values of Bali characteristics with Western music values presented by JGF (Jes Gamelan Fusion). It turns out that in her composition, Windha is still thick with Balinese karawitan practices, where various elements of music, the practice of music playing techniques, ornamentation, and even the structure of the music are still Balinese style. Two types of gamelan as the basic foundation of music fusion, namely Jegog gamelan and Semar Pagulingan Saih Pitu gamelan, have certainly given rise to sound color perspectives and instrumentation techniques as a creative force for composition creation.Ā Ā Windha has also made hybrid music in a fusion style which turned out to be an alternative to combining Western and Eastern music (Nusantara)
Mahardika Dance Creation Process
This paper aims to reveal a creative process of the Mahardika dance creation conducted in 2006. This disclosure is important to see how the concept of traditional dance development still maintains the Balinese identity. The Mahardika dance, a new creation form of Balinese dance, comes from the creative process between I Wayan Sutirtha as the dance choreographer and I Nyoman Windha as the musical composer of the dance accompaniment. Mahardika means freedom or release from worldly ties, which refers to the Sutasoma figure as the central character in the Mahardika dance. It is adapted from the main theme of the Bali Arts Festival, namely Swabawaning Idep, meaning the radiance of nobility. The process of creating dance refers to the theory of Alma M. Hawkins in the book Creating Through Dance, including exploration, improvisation, and formation. The Mahardika dance consists of four parts. The first part describes the atmosphere of meditation with a silent atmosphere, the second part depicts the meeting of the Sutasoma and Dewi Candrawati with a happy and romantic atmosphere, the third part portrays the war of the Sutasoma and Prabu Purusadha with a tense atmosphere, and the fourth part represents the consciousness of Prabu Purusada and Sutasoma sitting on a lotus flower with a serene atmosphere. In addition, the costumes are adjusted to the characters. Certainly, it does not interfere with the dancer's movements but helps and opens aesthetic spaces in the choreography of the Mahardika dance creation
Tari Bayu Sutha Karya Anak Agung Anom Putra
Judul penelitian ini adalah Tari Bayu Sutha Karya Anak Agung Anom Putra. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui awal terciptanya, bentuk dan fungsi pada tari Bayu Sutha, untuk mengukur seberapa jauh kemampuan penulis
dalam meneliti atau mengkaji suatu karya tari, serta memberikan informasi terkait awal terciptanya, bentuk dan fungsi
pada tari Bayu Sutha. Dalam penelitian ini digunakan metode kualitatif, untuk memperoleh data yang lengkap. Tahaptahap
pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu observasi, wawancara, studi kepustakaan, studi dokumentasi.
Keseluruhan hasil data tersebut diolah dan dianalisis secara rapi dan terstruktur agar mendapatkan hasil yang baik serta
kesimpulan yang sesuai dari penelitian. Tari Bayu Sutha ini merupakan tari kreasi yang ditarikan secara tunggal,
diciptakan oleh Anak Agung Anom Putra. Tari ini diciptakan sebagai permintaan dari panitia International Gamelan
Festival Amsterdam (IGFA) dalam acara 100 tahun anniversary Tropen Museum Amsterdam pada tanggal 9-11
September 2010. Tari Bayu Sutha ini menceritakan masa muda Hanoman yang lincah dan memiliki hati yang tulus.
Hanoman merupakan tokoh protagonis dalam cerita Ramayana. Anak Agung Anom Putra juga terinspirasi dari nama nya
āAnomā, maka dari itu diciptakanlah tarian yang menggambarkan karakter tokoh Hanoman. Pada umumnya tari Hanoman
ditampilkan dalam sendratari Ramayana. Namun, berbeda dengan tari Bayu Sutha yang ditarikan secara tunggal. Musik
iringan dalam tari Bayu Sutha menggunakan gong semarandhana.
Kata Kunci : bayu sutha, tari kreasi, ramayana
CAMANA-WANGSAPATRA-SIDDHAWARA DESA SWABUDAYA NAGASEPAHA
Om Swastiastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu.
Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung kertha wara
nugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS) Desa Nagasepaha
dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan bermakna.
NCS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan
Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar
bermitra dengan Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng. Desa Nagasepaha dipilih sebagai mitra NCS karena potensi desa
yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan NCS
di Desa Nagasepaha terdiri atas penciptaan tari dan iringan (Murdha Nata
Dedarining Aringgit), video promosi Desa Nagasepaha, digital marketing
Desa Nagasepaha, produk inovatif, peletakan prasasti NCS ISI Denpasar dan
buku monograļ¬ Desa Nagasepaha. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan saling
bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di
Desa Nagasepaha.
Buku monograļ¬ Desa Nagasepaha dengan judul Camana-WangsapatraSiddhawara
memberikan gambaran mengenai
Desa Nagasepaha dengan
potensi
sumber daya
alam berupa mata air
yang dijadikan
energi kehidupan
serta
daya
seniman bertalenta
di Den Bukit.
Camana merupakan
sebelas perigi
yang
mengalirkan
tirta
amerta
di
setiap
sudut
Kampung
Naga
(Nagasepaha)
diantaranya
Kayehan
Dedari
dan Petirtan
Taman
Sari.
Wangsapatra
berkaitan
dengan
latar
belakang
karma
desa
sebagai
pelukis
kaca,
seniman anyam
mote,
seniman
emas-perak,
wayang
dan
seniman
seni
pertunjukkan.
Hal
ini
dibuktikan
dengan
adanya
penetapan
lukisan wayang
kaca
Nagasepaha
sebagai
Warisan
Budaya
Tak
Benda (WBTB).
Siddhawara
terkait dengan
keunggulan
kreativitas,
inovasi
dalam taksu berkesenian
masyarakatnya,
ditunjukkan dengan pemujaan
Dewa
Bagus-Sang Taksu
di Pura Dalem Nagasepaha.
Potensi
Desa Nagasepaha
dikembangkan
melalui
program
NCS
sebagai upaya
mendorong
pemajuan
perekonomian masyarakat setempat sejalan visi NCS, yakni mewujudkan
ekosistem seni budaya berkelanjutan. Keluaran NCS yaitu: (1) Murdha Nata:
Dedaring Aringgit; (2) Produk inovatif sulam mote menghasilkan purwarupa
tempat tisu, stubby cooler, dan gelang mote tri datu. Pengembangan lukis
kaca melalui workshop; (3) Digital marketing āSentra Kerajinan Kampung
Nagaā; (4) Video promosi āKampung Nagaā; (5) Buku monograf dan artikel;
6) Workshop pembangunan prasasti Nata Citta Swabudaya. Semua produk
yang diciptakan hasil dari kegiatan NCS ini telah terdaftar di Sentra Kekayaan
Intektual ISI Denpasar āKerthi Widya Mahardikaā.
Seluruh tim NCS Desa Nagasepaha menghaturkan terima kasih kepada
seluruh elemen masyarakat Desa Nagasepaha yang telah berkontribusi
dalam pelaksanaan NCS ini.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om
Denpasar, 1 Juni 2022
Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A
CAMANA-WANGSAPATRA-SIDDHAWARA DESA SWABUDAYA NAGASEPAHA
Om Swastiastu, Namobudaya, Salam Kebajikan, Rahayu.
Terima kasih dihaturkan ke hadapan Hyang Widi Wasa atas asung kertha wara
nugraha-Nya, pelaksanaan Nata Citta Swabudaya (NCS) Desa Nagasepaha
dapat terlaksana dengan lancar, sukses, dan bermakna.
NCS merupakan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang
diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan
Pengembangan Pendidikan (LP2MPP) Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar
bermitra dengan Desa Nagasepaha, Kecamatan Buleleng, Kabupaten
Buleleng. Desa Nagasepaha dipilih sebagai mitra NCS karena potensi desa
yang layak dikembangkan dalam bidang seni budaya. Adapun kegiatan NCS
di Desa Nagasepaha terdiri atas penciptaan tari dan iringan (Murdha Nata
Dedarining Aringgit), video promosi Desa Nagasepaha, digital marketing
Desa Nagasepaha, produk inovatif, peletakan prasasti NCS ISI Denpasar dan
buku monograļ¬ Desa Nagasepaha. Kegiatan NCS dilaksanakan dengan saling
bersinergi dan bekerja sama dengan seluruh elemen masyarakat yang ada di
Desa Nagasepaha.
Buku monograļ¬ Desa Nagasepaha dengan judul Camana-WangsapatraSiddhawara
memberikan gambaran mengenai
Desa Nagasepaha dengan
potensi
sumber daya
alam berupa mata air
yang dijadikan
energi kehidupan
serta
daya
seniman bertalenta
di Den Bukit.
Camana merupakan
sebelas perigi
yang
mengalirkan
tirta
amerta
di
setiap
sudut
Kampung
Naga
(Nagasepaha)
diantaranya
Kayehan
Dedari
dan Petirtan
Taman
Sari.
Wangsapatra
berkaitan
dengan
latar
belakang
karma
desa
sebagai
pelukis
kaca,
seniman anyam
mote,
seniman
emas-perak,
wayang
dan
seniman
seni
pertunjukkan.
Hal
ini
dibuktikan
dengan
adanya
penetapan
lukisan wayang
kaca
Nagasepaha
sebagai
Warisan
Budaya
Tak
Benda (WBTB).
Siddhawara
terkait dengan
keunggulan
kreativitas,
inovasi
dalam taksu berkesenian
masyarakatnya,
ditunjukkan dengan pemujaan
Dewa
Bagus-Sang Taksu
di Pura Dalem Nagasepaha.
Potensi
Desa Nagasepaha
dikembangkan
melalui
program
NCS
sebagai upaya
mendorong
pemajuan
perekonomian masyarakat setempat sejalan visi NCS, yakni mewujudkan
ekosistem seni budaya berkelanjutan. Keluaran NCS yaitu: (1) Murdha Nata:
Dedaring Aringgit; (2) Produk inovatif sulam mote menghasilkan purwarupa
tempat tisu, stubby cooler, dan gelang mote tri datu. Pengembangan lukis
kaca melalui workshop; (3) Digital marketing āSentra Kerajinan Kampung Nagaā; (4) Video promosi āKampung Nagaā; (5) Buku monograf dan artikel;
6) Workshop pembangunan prasasti Nata Citta Swabudaya. Semua produk
yang diciptakan hasil dari kegiatan NCS ini telah terdaftar di Sentra Kekayaan
Intektual ISI Denpasar āKerthi Widya Mahardikaā.
Seluruh tim NCS Desa Nagasepaha menghaturkan terima kasih kepada
seluruh elemen masyarakat Desa Nagasepaha yang telah berkontribusi
dalam pelaksanaan NCS ini.
Om Shanti, Shanti, Shanti Om
Denpasar, 1 Juni 2022
Nyoman Lia Susanthi, S.S., M.A
Genggong dalam karawitan bali :Sebuah kajian Etnomusikologi
Hingga saat ini kajian tentang Genggong masih sangat terbatas dan eksistensi Genggong di masyarakat semakin langka dan termajinalkan akibat pengaruh globalisasi. Oleh karena itu, penelitian tentang Genggong secara lebih mendalam sangat mendesak untuk dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan tekstual Etnomusikologi. Untuk menjawab permasalahan, digunakan teori organology dan estetika sebagai pisau bedahnya.
Dari observasi serta wawancara yang dilakukan, dapat dijelaskan proses pembuatan Genggong sebagai berikut. Genggong merupakan satu ā satunya instrumen dalam karawitan Bali yang terbuat dari pugpug. Untuk membuat sebuah Genggong terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui yaitu, membuat bakalan, proses ngerot, dan nyetel suara. Selain itu dijelaskan juga mengenai dekorasi serta cara perawatan instrumen Genggong.
Agar seorang musisi mampu memainkan Genggong terdapat beberapa hal yang harus dipahami. Hal ā hal tersebut adalah sikap duduk yang baik, teknik membunyikan Genggong yang meliputi teknik mentil, serta cara untuk mencari nada. Perubahan Genggong dari alat music individu menjadi sebuah ensamble disebabkan karena perubahan konteks musiknya. Dahulu Genggong hanya digunakan sebagai alat musik pribadi, berkembang menjadi sebuah barungan untuk mengiringi sebuah pertunjukan.
Kata kunci : Genggong, karawitan Bali, etnomusikolog