6 research outputs found
Simulation of Hydrogen Purification Using Two Bed System Pressure Swing Adsorption
Hydrogen has various functions in chemical industries, as an agent of organic compounds synthesis, a reactant in hydrocracking, hydroalkelation, and hydrodesulfurization process in petrochemical industry, a reactant in hydrogenated fat process, a reductant agent in material industry, methanol production, silicon manufacture. Therefore, hydrogen purification is very important process for the industry processes. Pressure Swing Adsorption (PSA) is commonly used hydrogen purification process. Different utility used for hydrogen purification using PSA will change adsorbent's capacity and pressure to separate the mixture of gas into desirable components. In this study, pressure is varied from 2 to 10 bar and adsorbents are used silica gel and activated carbon. Hydrogen purification using two beds system PSA is simulated using Aspen Adsorption software. Based on the simulation result, it can be concluded that the pressure that gives most steady system is at 7 bar, which produces 99,92 % hydrogen purity using activated carbon in bed 1 and silica gel in bed 2
PRA Desain Pabrik Pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern
Ketersediaan bahan baku Bittern (limbah garam) yang melimpah di Indonesia dan masih belum terproduksi sendiri oleh Indonesia menjadikan prospek pendirian pabrik pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern di Indonesia ini sangat bagus karena selama ini Indonesia masih impor pupuk MgSO4.7H2O dari luar negeri. Selama ini Bittern seringkali dibuang langsung di perairan oleh masyarakat padahal kaya akan kandungan magnesium dan unsur lainnya. MgSO4.7H2O banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri, salah satunya dapat digunakan untuk pupuk pertanian. Dalam pertanian, magnesium sulfat digunakan untuk memenuhi kurangnya magnesium atau belerang dalam tanah, magnesium merupakan elemen penting dalam molekul klorofil, dan sulfur adalah makronutrien penting lainnya. Dengan melihat tingkat konsumsi yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk yang terus meningkat pula, pada masa yang akan datang, kebutuhan Indonesia akan pupuk MgSO4.7H2O akan semakin bertambah oleh karena itu didirikan Pabrik pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern ini tujuan untuk memenuhi kebutuhan dalam maupun luar negeri. Bahan baku pembuatan pupuk MgSO4.7H2O adalah Bittern, dengan bahan pembantu Natrium hidroksida (NaOH) dan larutan asam sulfat (H2SO4). Karena sampai saat ini, pemenuhan kebutuhan pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern sebagian besar masih impor dari negara seperti China dan India. Berdasarkan analisis ekonomi, laju pengembalian modal (IRR) pabrik ini sebesar 89,98% pada tingkat suku bunga per tahun 12%, dengan laju inflasi sebesar 4% per tahun. Sedangkan untuk waktu pengembalian modal (POT) adalah 2,5 tahun dan titik impas (BEP) sebesar 33% melalui cara linear. Umur dari pabrik selama 10 tahun dan masa konstruksi adalah 2 tahun. Untuk memproduksi pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern sebanyak 20.000 ton/tahun, diperlukan biaya total produksi per tahun (TPC) sebesar Rp 211.692.880.452,00 dengan biaya investasi total (TCI) sebesar Rp 145.044.056.977,00 dan total penjualan sebesar Rp 220.000.000.014,00 Dengan melihat aspek penilaian analisis ekonomi dan teknisnya, pupuk MgSO4.7H2O dari Bittern ini layak untuk didirikan
PRA Desain Pabrik Asam Klorida dari Elektrolisis Garam Industri
Pra-desain pabrik asam klorida (HCl) akan didirikan di Kota Gresik, Jawa Timur. Pabrik ini memiliki kapasitas produksi 50.000 ton/tahun. Produk yang dihasilkan adalah larutan HCl 33% dan produk samping larutan NaOH 32%. Bahan baku utama yang digunakan adalah garam industri NaCl beserta beberapa bahan baku penunjang seperti asam sulfat (H2SO4) 98%, natrium karbonat, dan bahan pretreatment lainnya. Metode produksi yang digunakan adalah elektrolisis garam klorida (NaCl) yang menghasilkan gas H2 dan Cl2 yang kemudian direaksikan untuk membentuk HCl. Mula-mula, garam masuk ke unit pretreatment dengan tujuan untuk menghilangkan impurities pada garam. Garam akan dilarutkan dengan air dan ditambahkan natrium karbonat serta flocculant sebagai reagen. Pengotor-pengotor akan terendap sebagai CaCO3 dan MgCO3. Larutan garam yang sudah bersih kemudian masuk ke sel elektrolisis. Tipe sel elektrolisis yang digunakan adalah sel membrane agar menghasilkan yield Cl2 yang optimal serta meminimalisir penggunaan energi listrik dalam prosesnya. Pada bagian anoda, ion Cl- teroksidasi menghasilkan gas Cl2. Sementara pada bagian katoda akan diumpankan larutan NaOH 30,5%. Pada katoda, air akan tereduksi menghasilkan gas H2 sementara ion Na+ pada anoda akan bergerak melalui membran berikatan dengan ion OH- menghasilkan larutan NaOH dengan konsentrasi 32% sebagai produk samping. Gas reaktan Cl2 dan H2 akan melalui proses treatment untuk menghilangkan air. Gas Cl2 perlu dibersihkan dari air sebab Cl2 basah bersifat korosif [1]. Proses dilakukan dengan cara pendinginan sehingga air terkondensasi, dilanjutkan dengan penyerapan air oleh larutan H2SO4 pekat. Sementara itu, H2 dipisahkan dari air melalui pendinginan. Gas yang cukup terbebas dari air direaksikan dalam reaktor untuk membentuk gas HCl. Gas HCl kemudian dikontakkan dengan air dalam falling film absorber sehingga terbentuk larutan HCl 33%. Pabrik ini memerlukan capital expenditure sebesar Rp 549.807.392.118 dan operating expenditure sebesar Rp 148.890.808.466. Melalui analisa ekonomi didapat NPV pabrik senilai Rp 2.040.057.494.912, IRR sebesar 32,29%, POT 3,75 tahun, dan BEP 22,45%. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa pabrik HCl ini layak untuk didirikan
Analisis Risk Assessment Menggunakan Process Hazard Analysis (PHA) Dan Safety Objective Analysis (SOA) Pada Central Gathering Station (CGS) Di Onshore Facilities
Keselamatan proses merupakan faktor utama yang sering dibahas oleh industri-industri kimia beberapa tahun terakhir ini. Salah satu metode semi-kuantitatif yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan menetapkan tingkat risiko bahaya yaitu dengan Process Hazard Analysis (PHA) dan Safety Objective Analysis (SOA). Hazard and Operability Studies (HAZOP) dan What-If Analysis merupakan metode identifikasi bahaya kualitatif yang sering diterapkan secara simultan untuk PHA-SOA. Process Hazard Analysis (PHA) ialah rangkaian aktivitas mengidentifikasi hazard, mengestimasi konsekuensi, mengestimasi likelihood suatu skenario proses disertai dengan safeguard, dan mendapatkan risk ranking yang dapat dilihat pada matrik PHA 6x6. Sedangkan Safety Objective Analysis (SOA) merupakan rangkaian aktivitas yang bergantung pada penyebab skenario, dan konsekuensi dari PHA, menghasilkan kebutuhan IPL (Independent Protective Layer) menggunakan matrik SOA 6x6. Risk ranking 6 pada penilaian PHA diketegorikan aman jika safeguard yang ada selalu siap mengurangi risiko yang timbul dari skenario tersebut. Namun tidak semua safeguard dapat selalu siap mengurangi risiko tersebut. Oleh karena itu, perlu adanya analisis tambahan untuk memastikan risiko dari skenario dapat diperkecil. Analisis safety suatu skenario dengan SOA menghasilkan kebutuhan IPL yang dapat ditutup dengan mengkonfirmasi safeguard yang sesuai menjadi IPL. Hasil penilaian PHA-SOA CGS 1, CGS 3, CGS 4, dan CGS 5 menunjukkan bahwa ada penilaian severity dan PHA-SOA likelihood yang berbeda di tiap CGS padahal proses pada CGS tersebut identik, maka perlu adanya analisis konsistensi. Hasil analisis konsistensi ini dapat dijadikan pedoman untuk melakukan safety review pada risk assessment workshop kedepannya, yang biasanya diadakan setiap tiga hingga lima tahun sekali oleh industri