22 research outputs found

    THE IMPLEMENTATION OF EXCLUSIVE LEARNING MODEL IN TEACHING ENGLISH

    Get PDF
    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran Exclusive dalam  pengajaran Bahasa Inggris and mengetahui bagaimana respon siswa terhadap model pembelajaran Exclusive. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang berfokus pada proses penerapan model pembelajaran Eksklusif dalam Pengajaran Bahasa Inggris. Penelitian metode ini di terapkan pada murid SMAN 2 Metro kelas X PMS 3. Peneliti menemukan bahwa model pembelajaran Eksklusif dapat membuat siswa meningkatkan kemampuan dalam bahasa Inggris; Berbicara, Membaca, Menulis dan Mendengarkan. Peneliti menyarankan kepada guru bahasa Inggris untuk menggunakan model pembelajaran Eksklusif sebagai metode pembelajaran yang digunakan dalam mengajar bahasa Inggris karena model pembelajaran Exclusive dapat membuat siswa mengembangkan ide kreatif mereka The objectives of the research were to investigate how is the implementation of Exclusive learning model in teaching English and to find out students’ response towards the implementation of Exclusive learning model.This research was a descriptive qualitative research which focused on the process of implementing Exclusive learning model in Teaching English. This research was conducted at the First Year Students of SMAN 2 Metro and the subject was class X PMS 3. The researcher found that Exclusive learning model could make the students improve their skill in English; Speaking, Reading, Writing and Listening. This learning model could make the classroom environment better and made the students active during teaching learning activities. The researcher suggested to the English teacher to use Exclusive learning model as their method in teaching English because Exclusive learning model could make the students develop their creative thinking and enjoy in the classroom.Keywords: exclusive, learning model, english teachin

    Reaksi Reversal Pada Morbus Hansen Tipe Borderline Tuberkuloid: Tinjauan Histopatologi

    Get PDF
    Latar belakang: Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik akibat Mycobacterium leprae yang mengenai terutama kulit dan saraf. Reaksi reversal ditandai dengan bercak eritematosa keunguan, bercak lama menjadi lebih tampak serta muncul bercak baru. Risiko silent neuropati dapat terjadi pada reaksi reversal sehingga diperlukan deteksi kerusakan saraf dini. Pemeriksaan histopatologi sebagai salah satu metode pemeriksaan yang diperlukan untuk mendukung diagnosis dan tipe MH secara tepat.Tujuan: Penulisan makalah ini bertujuan untuk melaporkan satu kasus reaksi reversal pada MH tipe borderline tuberkuloid berdasarkan tinjauan histopatologi Kasus: Seorang wanita, berusia 55 tahun mengeluhkan bercak kemerahan yang mati rasa pada regio fasialis, trunkus anterior et posterior, ekstrimitas inferior. Pasien memeriksakan ke dokter spesialis kulit dan mendapat terapi multi drug therapy (MDT) pausibasiler (PB) selama 3 bulan. Bercak kemudian menjadi lebih tampak dan bertambah disertai pengelupasan kulit, lecet, pembengkakan kedua tungkai. Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) tidak didapatkan BTA. Pemeriksaan histopatologi pada lapisan epidermis tampak ortokeratosis tipe lamelar, atrofi epidermis dan pendataran rete ridge. Pada dermis tampak edema, granuloma dengan batas tidak tegas, histiosit epiteloid dan sel raksasa berinti banyak tipe langhans, tidak ada “gren zone”. Pada pengecatan FF tidak didapatkan BTA.Diskusi: Reaksi pada MH dapat terjadi sebelum, saat dan setelah pengobatan MDT ditandai dengan peningkatan inflamasi dan peninggian pada lesi sebelumnya. Keterlambatan dalam diagnosis dan tatalaksana pada MH dengan reaksi dapat menyebabkan kerusakan saraf yang berimplikasi pada disabilitas dan deformitas yang mempengaruhi kualitas hidup pasien.

    Cek Silang Mikroskopis Sediaan Darah Malaria pada Monitoring Pengobatan Dihidroartemisinin-piperakuin di Kalimantan dan Sulawesi

    Full text link
    Quality assurance of malaria microscopy is an important issue in health service and health research for a better case management. In monitoring Dyhydroartemisinin-Piperaquine, quality assurance was a part of this research activities at sentinel sites in Kalimantan and Sulawesi. This activity was carried out to confirmed diagnosis of malaria cases that could be analysed, and to evaluate the skill of microscopists to be improved in the future. Quality assurance was assessed based on the results of cross-checking malaria smears which done blindly by certified microscopist from Laboratory of Parasitology ,National Institute of Health Research and Development, The quality of smears were mostly good, however the error rate was still high (10.9%). Therefore, a better and continuing planning and strategiy is needed to improve and mantain the quality of skill microscopists. Keywords: malaria; microscopic, Dyhydroartemisinin-Piperaquine Abstrak Pemantapan kualitas mikroskopis malaria merupakan isue penting dalam pelayanan dan penelitian kesehatan untuk penanganan kasus yang lebih baik. Pada monitoring pengobatan Dihidroartemisinin-Piperakuin, pemantapan kualitas merupakan bagian dari kegiatan penelitian tersebut di lokasi sentinel (Kalimantan dan Sulawesi). Pemantapan dilakukan untuk mendapatkan kepastian diagnosis kasus malaria yang dapat dianalisis, dan sebagai evaluasi ketrampilan mikroskopis untuk perbaikan dan peningkatan di masa datang. Pemantapan kualitas dinilai berdasarkan hasil cek silang sediaan darah malaria secara blinded yang dilakukan oleh mikroskopis tersertifikasi dari Laboratorium Parasitologi Badan Litbang Kesehatan. Hasil cek silang menunjukkan kualitas sediaan darah sebagian besar sudah baik meskipun untuk error rate masih tinggi mencapai 10,9%. Oleh sebab itu dibutuhkan rencana dan strategi yang baik dan berkelanjutan untuk memperbaiki dan mempertahankan kualitas tenaga mikroskopis malaria yang handal. Keywords: malaria; mikroskopis; Dihidroartemisinin-Piperakui

    PENURUNAN EFIKASI KLOROKUIN DAN SULFADOKSIN/PIRIMETAMIN UNTUK PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM RINGAN DI PULAU BINTAN, PROVINSI KEPUALAUAN RIAU, TAHUN 2003

    No full text
    To support Malaria Control Program, on July 2002 to December 2003 monitoring the efficacy of chloroquine (CQ) and sulphadoxine/pyrimethamine (S/P) as a first and second line drugs for uncomplicated falciparum malaria treatment had been conducted using WHO's method version 2001 guideline. The study was conducted in Bintan Island -Kepulauan Riau Province, which is bordering with Singapore and Malaysia. The activities conducted in two Health Centers (Tanjung Uban and Kijang). It was found that CQ in treated patients as many as 26.67% cases showed ACPR (Adequate Clinical and Parasitological Responses), 33.33% with ETF (Early Treatment Failure) and 40% considered as LTF (Late Treatment Failure). The overall treatment failure was 73.33%. For S/P treated patients, as many as 87.5% cases showed ACPR and 12.5% cases considered as LTF. The fever clearance time (FCT) in ACPR patients mostly 88.89% occurred on day-1. As many as 7 patients had no temperature increasing since day-0 (below 37.5°C). While the parasite clearance time (PCT) on day-2 was 43.75% and on day-3 was 50%. It was concluded that there was a significant decreased of chloroquine efficacy for uncomplicated falciparum malaria in Bintan Island area, Kepulauan Riau Province compared to the efficacy status in the year of 2000. As a preliminary result, the efficacy of S/P in this area is 87.5% Considering the result of the study, the people movement and local malaria situation, this area is not suitable to be one of national sentinel sites for and malaria drug monitoring in Indonesia. Keywords: Falciparum, malaria treatment, drug efficacy

    Analisis In Silico Senyawa Aktif Batang Kayu Bajakah (Spatholobus littoralis Hassk) Sebagai Terapi Psoriasis

    Get PDF
    Background :  Innovative topical psoriasis therapy continues to be developed, Spatholobus littoralis Hassk or Bajakah has antipsoriatic activity so can be used as a topical herbal medicine in reducing the severity of psoriasis. In silico is a computational experiment which is analogous to biological experiments in vivo and in vitro. Objective : To evaluate content of Spatholobus littoralis Hassk using in silico analysis in the treatment of psoriasis. Methods : The active compound Spatholobus littoralis Hassk extracted from the knapsack database. The simplified molecular input line entry system (SMILE) format was taken from the pubchem database. Prediction in antioxidants, antiinflammatory, antipruritic and immunosuppressive was done using a pass server. The molecular mechanism of active compounds in human body was taken from search tool for interacting chemicals (STITCH) which was predicted experimentally, then analyzed computationally. Further pathway analysis using cytoscape software. Results : There are 14 active compounds in Spatholobus littoralis Hassk have potential as antioxidants, anti-inflammatory, antipruritic and immunosuppressive are predicted to have ability test computationally tested activity but laboratory tests have not been proven or have little potential. The highest bioactivity potential of Spatholobus littoralis Hassk is antioxidants where the most important role is dihydrokaemferol with an average probable to be active (Pa) value of 0.691, the compound has ability to computationally test but in laboratory tests it has not been proven or has a small potential. Conclusions : Spatholobus littoralis Hassk is a good choice for the treatment of psoriasis.  Latar belakang : Terapi psoriasis topikal inovatif terus dikembangkangkan, Spatholobus littoralis Hassk atau bajakah memiliki aktivitas antipsoriatik sehingga dapat digunakan sebagai obat herbal topikal dalam mengurangi keparahan psoriasis. In silico merupakan percobaan komputasi yang analog dengan percobaan biologis secara in vivo dan in vitro. Tujuan : Untuk mengevaluasi kandungan Spatholobus littoralis Hassk menggunakan analisis in silico pada pengobatan psoriasis. Metode : Senyawa aktif Spatholobus littoralis Hassk yang diekstraksi dari database knapsack. Format simplified molecular input line entry system (SMILE) diambil dari basis data pubchem. Prediksi dalam antioksidan, antiinflamasi, antipruritus dan immunosupresor dilakukan menggunakan pass server. Mekanisme molekuler senyawa aktif dalam tubuh manusia diambil dari search tool for interacting chemicals (STITCH) yang diprediksi secara eksperimental, kemudian dianalisis secara komputasional. Analisis pathway lebih lanjut menggunakan perangkat lunak cytoscape. Hasil : Terdapat 14 senyawa aktif pada Spatholobus littoralis Hassk yang memilik potensi sebagai antioksidan, antiinflamasi, antipruritus dan immunosupresor diprediksi memiliki kemampuan pada aktivitas yang diuji secara komputasional, namun secara uji laboratorium belum terbukti atau memiliki potensi kecil. Potensi bioaktivitas Spatholobus littoralis Hassk tertinggi adalah antioksidan dimana yang paling berperan adalah dihydrokaemferol dengan ata-rata nilai probable to be active (Pa) 0,691 dimana senyawa tersebut secara komputasional memiliki kemampuan pada aktivitas yang diuji namun secara uji laboratorium belum terbukti atau memiliki potensi kecil. Kesimpulan : Spatholobus littoralis Hassk merupakan pilihan yang baik untuk terapi psoriasis karena memiliki efek antioksidan, antiinflamasi, antipruritus dan immunosupresor serta menguntungkan dari segi ketersediaan serta keamanan

    Rosasea Phymatous yang Diterapi dengan Isotretinoin Oral dan Asam Azaleat Topikal

    No full text
    Rosasea phymatous adalah penyakit inflamasi kulit kronik dengan manifestasi kulit berupa penebalan kulit, edema, permukaan nodul tidak rata pada hidung, dagu, kening telinga dan kelopak mata. Insidensi kebanyakan berusia 40-60 tahun, wanita lebih sering 2-3 kali. Eritema wajah pada rosasea sulit diobati dan berdampak negatif pada kualitas hidup penderita. Seorang perempuan usia 54 tahun datang dengan keluhanbercak kemerahan di wajah. Bercak kemerahan semakin menebal dan meluas, terasa gatal dan perih terutama bila terkena sinar matahari. Pemeriksaan fisik terdapat plak dan nodul eritem multiple sebagian berkonfluens dengan teleangiktasis pda bagian sentral wajah. Pemeriksaan histopatologi menunjukan epidermis intak, dermis tampak hiperplasia kelenjar sebasea, penyumbatan folikel, penebalan dan fibrosis serta endapan mucin kulit, inflamasi sel plasma dan sebukan limfosit diantara folikel rambut. Pemeriksaan imunohistokimia (IHC) dengan CD138 menunjukan positif pada sel plasma. Diagnosis rosasea phymatous ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi dan lesi kulit berupa edema, plak, phyma, flushing persisten, burning dan stinging pada bagian wajah. Pasien mendapat terapi sistemik berupa oral isotretinoin 40 mg perhari selama 2 bulan dan terapi topikal pada lesi kulit krim dengan krim asam azaleat 20% pada area erosi malam hari dan sunscreen sepanjang hari oles seluruh wajah. Pengamatan pada hari ke 60 perawatan pasien menunjukan perbaikan lesi kulit. Rosasea phymatous merupakan kelainan kulit kronik yang sulit diobati. Terapi pada rosasea bertujuan untuk memperingan gejala, menunda dan mencegah progesivitas, menjaga keadaan remisi, mencegah terjadinya eksaserbasi, menjaga kulit dalam keadaan terbaik dan meningkatkan kualitas hidup pasien
    corecore