32,423 research outputs found

    A return on investment: the future of police cooperation between Australia and Indonesia

    Get PDF
    This Special Report presents a strategy for the future relationship between Indonesia’s National Police—known as POLRI—and the Australian Federal Police (AFP). It draws on 60 interviews with current and retired police officers, officials from other Australian and Indonesian agencies, and academic experts in related fields. The report presents a strategy for the future POLRI–AFP relationship in two parts. The first paperexamines the near term to early 2015. POLRI and the AFP should first aim to restore full trust and cooperation in all relevant policing areas, especially in cybercrime. Early initiatives could include a 10‑year celebration for the Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation, workshops for future AFP and POLRI leaders, and a request for POLRI officers to support the AFP during the G20 meeting in November 2014. It would also be worth sponsoring an international ‘needs analysis’ for POLRI. Reinstating funding for the Law Enforcement Cooperation Program is needed to promote the AFP’s flexibility and responsiveness during this time. The second paper provides background, tracing the remarkable relationship between the Australian Federal Police and the Indonesian National Police from its early days, where the focus was on information sharing, through a journey into joint operations. The paper describes the numerous capability cooperation initiatives that the forces have undertaken, especially since 2002, and charts both successes and times where cooperation didn’t necessarily deliver as intended

    Sistem Pertanggungjawaban Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia Secara Organisasional Maupun Personal

    Full text link
    Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah lembaga non departemen yang memiliki peran untuk mewujudkan keamanan dalam negeri Indonesia yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. POLRI dapat dilihat secara organisasional maupun personal. Aspek organisasional melihat pada kelembagaan dari POLRI itu sendiri, sedangkan aspek personal melihat pada anggota POLRI yang menjalankan peran, fungsi, tugas, dan tanggung jawab dari organisasi. Penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif ini membahas sistem pertanggungjawaban hukum POLRI secara organisasional dan secara personal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa POLRI secara organisasional bertanggung jawab kepada Presiden. Sedangkan POLRI secara personal bertanggung jawab kepada Praperadilan atau Peradilan Umum dan pihak yang bersangkutan dapat dikenai sanksi pidana dan sanksi administratif secara bersamaan. Selain itu, terdapat pula saran-saran yang diharapkan nantinya terlaksana dan dapat menjadikan POLRI menjadi lebih baik lagi

    Daya Pragmatik Di Balik Pernyataan Pejabat Kpk Vs Polri

    Get PDF
    Penelitian ini memiliki dua tujuan: (1) Mendeskripsikan bentuk tuturan yang mengandung daya pragmatik dalam pernyataan pejabat KPK vs Polri, (2) Mendeskripsikan efek psikologis dari tuturan yang mengandung daya pragmatik dalam pernyataan pejabat KPK vs Polri. Jenis penelitian ini termasuk penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Subjek dari penelitian ini yaitu pernyataan pejabat KPK vs Polri. Obyek penelitian adalah tuturan yang mengandung daya pragmatik dan efek psikologis dari tuturan yang mengandung daya pragmatik pernyataan pejabat KPK vs Polri. Data yang dikumpulkan untuk penelitian ini adalah tuturan pragmatik pejabat KPK vs Polri. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah teknik simak bebas libat cakap, rekam, catat, dan kepustakaan. Hasil penelitian ini adalah: Daya pragmatik di balik pernyataan pejabat KPK vs Polri direalisasikan melalui tindak tutur representatif, direktif, dan komisif. (1) Daya pragmatik dalam pernyataan pejabat KPK vs Polri terdiri dari 8 jenis, daya pragmatik dalam pernyataan pejabat KPK: (a) menegaskan, (b) menuntut, (c) membela, (d) memengaruhi, (e) menyindir, (f) mengkritik, (g) mengancam, dan (h) menantang. Sedangkan, daya pragmatik dalam pernyataan pejabat Polri: (a) menegaskan, (b) membela, (c) memengaruhi, dan (d) mengancam. (2) Efek psikologis yang timbul dari pernyataan pejabat KPK vs Polri yang mengandung daya pragmatik terdapat 4 jenis, efek psikologis yang timbul akibat pernyataan pejabat KPK: (a) melawan, (b) terpengaruh, dan (c) introspeksi diri. Sedangkan, efek psikologis yang timbul dari pernyataan pejabat Polri: (a) melawan, (b) amarah, dan (c) terpengaruh

    Bantuan Hukum Terhadap Anggota Polri Atas Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri (KEPP) Sebagai Implementasi Pemenuhan Hak Hukum Dan Keadilan (Access to Law and Justice)

    Get PDF
    Sebagai konsekuensi yang ditimbulkan dari pelanggaran kode etik Polri oleh anggota Polri adalah, pertanggungjawaban etik dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP). Bantuan hukum berupa pendampingan merupakan hak konstitusional setiap warga negara termasuk anggota Polri. terbitnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum di Lingkungan Polri, seharusnya menjadi wujud nyata tanggung jawab institusi Polri atas hak hukum dan keadilan bagi anggota Polri di Indonesia. Jenis penelitian yang dilakukan menggunakan metode yuridis normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder sebagai dasar untuk diteliti dengan cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Bahwa penegakan Kode Etik Profesi Polri harus dilaksanakan secara obyektif, akuntabel, menjunjung tinggi kepastian hukum dan rasa keadila

    Kewenangan Penyidik Polri Dalam Melakukan Penyadapan Ditinjau Dari UU No 36 Tahun 1999

    Get PDF
    Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah seorang penyidik POLRI dapat melakukan penyadapan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan bagaimana tata cara penyadapan oleh penyidik POLRI dan peraturan mana yang dapat digunakan sebagai landasan hukum apabila penyidik POLRI diberikan kewenangan melakukan penyadapan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyidik POLRI diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan tetapi bukan penyadapan secara langsung melainkan penyadapan secara tidak langsung. Yang dimaksud dengan secara tidak langsung yaitu dalam melakukan penyadapan penyidik POLRI hanya dapat meminta untuk dilakukannya penyadapan kepada pihak penyelenggara jasa telekomunikasi. Untuk dapat dilakukannya penyadapan harus ada permintaan tertulis oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia bagi Polisi (Penyidik POLRI) yang ingin melakukan tindakan penyadapan. Dalam proses penyadapan, penyidik POLRI hanya dapat menunggu hasil sadapan yang akan diberikan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi. 2. Selain langsung melakukan permintaan penyadapan kepada pihak penyelenggara telekomunikasi, penyidik POLRI juga dapat memilih opsi atau pilihan lain dalam melakukan penyadapan melalui Pusat Pemantauan Kepolisian Republik Indonesia. Dalam hal ini pihak pusat pemantauan POLRI juga tetap bekerja sama dengan pihak penyelenggara jasa telekomunikasi

    Perlunya Reformasi Kultural di Kepolisian Republik Indonesia

    Get PDF
    The purpose of this study is the need for cultural reforms to be carried out in the Indonesian National Police (Polri), efforts to reform police culture in the grand design road map for reform of the police bureaucracy, examines policy efforts to revitalize Polri's human resources and the obstacles associated with the Inspector General FS case. This type of research includes library research. While the approach used is a normative approach. This study uses secondary data obtained from laws and regulations, books and scientific journals. The results of this study indicate that the police reform policy in the cultural aspect associated with bureaucratic reform includes: changes in doctrine and main guidelines, formulation of behavioral guidelines; and empowerment of non-commissioned officers and enlisted police officers in Community Police (Polmas) efforts; Quick wins program and revitalization of Polri's human resources. Polri needs to re-inculcate and re-orient the guidelines and principles established by the police both in the education and care of every member of the Polri and for Polri to take concrete steps by creating special instruments other than a code of ethics that regulates the corps mental conduct so that actions "cover up colleagues' mistakes" and "force solidarity" which in turn has an impact on improving the image of the Polri institution in society.Keywords: Cultural reform, Polri, revitalization. AbstrakTujuan penelitian ini adalah perlunya reformasi kultural yang dijalankan di Kepolisian Republik Indonesia (Polri), upaya reformasi kultural polri dalam road map grand desain reformasi birokrasi polri, mengkaji upaya kebijakan revitalisasi sumber daya manusia polri berserta kendalanya dikaitkan dengan kasus Irjen FS. Jenis penelitian ini termasuk  penelitian pustaka (library research). Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan normatif.  Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan, buku dan jurnal ilmiah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa kebijakan reformasi Polri dalam aspek kultural yang dihubungkan dengan reformasi birokrasi tersebut diantaranya adalah: perubahan doktrin dan pedoman induk, perumusan pedoman perilaku; dan pemberdayaan bintara dan tamtama Polri dalam upaya Polisi Masyarakat (Polmas); Program quick wins dan revitalisasi SDM Polri. Polri perlu menanamkan kembali dan re-orientasi pedoman dan prinsip yang dibentuk oleh kepolisian baik dalam pendidikan dan perawatan setiap insan anggota Polri dan agar Polri membuat langkah konkrit dengan membuat instrument khusus selain kode etik yang mengatur tata perilaku jiwa korsa agar tindakan “menutupi kesalahan sejawat” dan “solidaritas angkatan” yang selanjutnya berdampak pada membaiknya citra institusi Polri di tengah masyarakat.Kata Kunci: Reformasi kultural, Polri, revitalisasi

    Tinjauan Hukum Terhadap Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian Perkara Pelanggaran Disiplin Dan Kejahatan Anggota Polri (Studi Kasus Di Wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah)

    Full text link
    Karya ilmiah ini berjudul “Tinjauan Hukum Terhadap Prosedur Dan Mekanisme Penyelesaian Perkara Pelanggaran Disiplin Dan Kejahatan Anggota Polri (Studi Kasus Di Wilayah Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah)”. dengan identifikasi masalah, bagaimana prosedur dan mekanisme penyelesaian perkara pelanggaran disiplin anggota Polri serta bagaimana prosedur dan mekanisme jika seorang anggota polri melakukan tindak pidana. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan serta prosedur dan mekanisme dalam penyelesaian perkara pelanggaran disiplin dan perbuatan tindak pidana oleh anggota Polri dengan melihat studi kasus diwilayah kepolisian daerah Sulawesi Tengah.Metode Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mekanisme dan prosedur penyelesaian perkara pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh anggota polri adalah melalui proses persidangan disiplin yang dimulai dari tahapan penerimaan laporan, pemerisaan, persidangan, hingga penjatuhan sanksi / hukuman, dengan mengacu pada peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 2 tahun 2003 tentang peraturan disiplin anggota kepolisian negara republik Indonesia, disamping itu mekanisme dan prosedur perbuatan tindak pidana oleh anggota Polri adalah berdasarkan prinsip equality before the law bahwa persamaan didepan hukum berlaku bagi anggota polri bagi yang melakukan perbuatan tindak pidana dengan ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang diadili melalui peradilan umum, hal tersebut berdasarkan TAP MPR-RI No. VI/MPR/2000 dan TAP MPR-RI No. VII/MPR/2000 telah memisahkan Polri dari TNI dan meletakkan fungsi Polri secara terpisah dari TNI, sehingga membawa konsekuensi logis kepada institusi Polri yang sebelumnya berstatus sebagai militer berubah menjadi status Sipil sehingga tunduk dan patuh terhadap peradilan umum

    Tinjauan Yuridis Atas Tanggungjawab Polisi Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian

    Get PDF
    Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Penerapan Kode Etik Polisi Berdasarkan Pasal 10 Peraturan kepala Kepolisian Republik Indonesia No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian dan bagaimana Penerapan Sanksi Hukum Pidana Terhadap Anggota Polri Yang Melanggar Hukum. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative disimpulkan: 1. Pelanggaran kode etik dan pidana yang dilakukan oleh anggota Polri harus di bedakan fungsi dan kedudukannya. Norma etik dan hukum sama-sama mengandung nilai yang bersifat mengikat. Namun apabila terjadi atau koalisi antara norma etik dengan hukum, maka norma etik harus “mengalah” dan menyediakan tempatnya bagi hukum. Terdapat suatu Perubahan yang sangat esensial, dimana Polri bukan lagi Militer dan berstatus sebagai sipil. Berubahnya Kepolisian sebagai sipil, maka sebagai konsekuensi logis bahwa anggota Kepolisian tunduk dan berlaku hukum sipil. Telah terjadi Perubahan nilai dan status bagi anggota Polri, yakni diberlakukan hukum yang sama dengan masyarakat sipil. perbuatan melanggar hukum yang dalam koridor hukum disiplin Polri ataupun pelanggaran kode etik, penyelesaiannya secara internal kelembagaan, yakni melalui sidang disiplin maupun sidang Komisi Kode Etik Profesi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Bagi Anggota Polri. 2. Diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Polri, maka pemeriksaan bagi anggota Polri dalam perkara pidana mulai tingkat penyidikan sampai persidangan mendasarkan pada ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Berlakunya KUHAP bagi anggota Polri tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 yang substansinya, penyidikan terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana dilakukan oleh penyidik sebagaimana diatur menuntut hukum acara pidana yang berlaku dilingkungan peradilan umum, artinya menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP

    DISPARITAS PENERAPAN HUKUMAN KODE ETIK PROFESI POLRI (KEPP) TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA (STUDI KASUS PUTUSAN KOMISI KODE ETIK PROFESI POLRI POLRES ACEH SINGKIL DAN POLRES LANGSA)

    Get PDF
    ABSTRAKHety Otavia,2017Mahfud, S.H., LL.M.Pasal 12 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia mengatur bahwa Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidakdengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalamdinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.Tujuan penelitian ini untuk menjelaskanpertimbangan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) Polda Aceh yang menjatuhkan hukuman yang berbeda-beda (disparitas) kepada anggota Polri yang menyalahgunakan Narkotika dan upaya-upaya yang dilakukan pihak Polda Aceh untuk mencegah Personel Polri Polda Aceh menyalahgunakan Narkotika.Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian lapangan (field research) dengan mengumpulkan data primer yang diperoleh dengan melakukan teknik pengumpulan data wawancara dengan responden dan informan. Disamping itu juga dilakukan penelitian kepustakaan (library research) untuk memperoleh data sekunder.Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertimbangan Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) Polda Aceh yang menjatuhkan hukuman disiplin yang berbeda beda (disparitas) kepada para anggota Polri yang menyalahgunakan Narkotika adalah pertimbangan lamanya putusan pidana penjara yang telah berkekuatan hukum tetap, tingkat dedikasi yang diberikan anggota Polri selama berdinas, dan kebijakan tim KEPP dalam memberikan hukuman. Upaya-upaya yang dilakukan pihak Polda Aceh untuk mencegah Personel Polri Polda Aceh menyalahgunakan Narkotika adalah melakukan sosialisasi dan penyuluhan hukum undang undang narkotika, melakukan pengawasan rutin penyalahgunaan narkotika terhadap personil polri polda aceh, pembinaan keagamaan dengan pesantren dan pemberhentian dengan tidak hormat.Disarankanadanya penekanan dari pimpinan Polda Aceh bahwa bagi oknum Polri yang melakukan tindak pidana narkotika akan diberikan sanksi yang tegas, operasi bersih terhadap anggota Polri yang menyalahgunakan narkotika, pengawasan yang melekat bagi anggota Polri dan pembinaan rohani terhadap seluruh personel Polri Polda Aceh secara rutin di Mesjid Polda
    corecore