1,237 research outputs found

    Pemberdayaan Masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan

    Full text link
    Skema Kemitraan Kehutanan digagas sebagai salah satu upaya untuk memberdayakan masyarakat di dalam dan sekitar hutan, dengan menyediakan akses bagi masyarakat untuk mengelola tanah pada areal hutan yang telah dibebani hak atau pada wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Skema ini juga sebagai wahana penyelesaian konflik atas sumberdaya hutan yang terjadi antara pengelola hutan dan unit manajemen hutan dengan masyarakat yang sudah memanfaatkan kawasan hutan. Pelaksanaan skema Kemitraan Kehutanan dilaksanakan berbasis pada Peraturan Menteri Kehutanan No P.39/2013. Kemitraan/Partnership terlibat aktif dari mulai memfasilitasi penyusunan kebijakannya, mensosialiasikan kepada para pihak sampai dengan membuat uji coba implementasinya. Hasil pembelajaran uji coba implementasi skema ini di lapangan salah satunya menemukan bahwa masih terbatasnya kapasitas para pihak, baik pengelola hutan, pemegang ijin, pemerintah daerah dan masyarakat dalam memahami dan menerapkan prinsip dan langkahlangkah melakukan Kemitraan kehutanan

    Konsekuensi Yuridis Penggarap Liar pada Tanah Hgu PTPN II (Studi di Pasar XII Desa Bandar Klippa Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang)

    Full text link
    Basically, UUPA (Agrarian Law) No. 5/1960 about Regulation Of The Basic Principles Agrarian does not regulate arable land becausse it does not have any land rights status. The legal sources which regulate thetillers\u27 rights are Law No. 2/1960 on Production Sharing Agreement between the Owner and Tillers. Law No. 51/1960 on Prohibition Of Land Use Without Permission Is Entitled or their proxies, Government Regulation No. 224/1961 on Division Of Land And Grant Of Compensation and Keppres No. 34/2003 on National Policy In The Field Of Land. Since outlawed tillers and their arable are basically illegal, the problem of the tilling right can be settled according to the notification of the history of the land in the land in the village Office. Witnesses on the land boundaries are asked to trace the history of the land, along with any land certificates. In general, all types of transfer of the tilling right on arable land will be registered in the village land book so that it can be seen in it the valid SKT (Letter of Notification on Land) issued by the village Administration. The Land history of Pasar XII of Bandar Klippa , Percut Sei Tuan Subdistrict, is the area of the residential land of more than 176,252 (one hundred seventy six thousand two hundred and fifty two) hectares, adjacent to PTPN II plantation which has its HGU (Leasedhold). This residential land is given to the people at Pasar XII of Bandar Klippa Village by PTPN II, for they are ex-workers of PTPN II which use to be PTP IX. They hold the land rights according to the Letter of PTPN II is under Article 385 of the Penal Code. Besides that, BPN (National Land Board) can also play its role in handling and settling the dispute in the HGU arable land of PTPN II through mediation, based on the mechanism of the Regulation of the Head of BPN RI No. 3/2011 on Assessment and Case Management of Land Management

    Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Terjadinya Tanah Absentee dan Dampaknya Bagi Masyarakat di Kecamatan Binuang Kabupaten Polewali Mandar

    Full text link
    Relating absentee land ownership, the rule refers to the implementation of Law No. 5 of 1960 on the Basic Principles of Regulation Agraia (BAL) The government passed Law 56 Prp 1960 on Hold Size Determination Farms with implementation of PP No. 224 of 1961 on the Implementation of Land Distribution and Compensation Division, in article 3, paragraph (1) PP 224 of 1961 in conjunction with Article 1 PP 41 of 1964 stipulates the prohibition of land ownership In Absentee, which states that "ownership of agricultural land by people who live outside the districts where geography is prohibited, namely that farmers actively and effectively in work on his farm land so that productivity can be increased. This study used a sociological juridical approach through qualitative descriptive analysis is an approach that is conducted to analyze the extent to which a rule / law or the law being applied effectively. The results showed the ban on absentee land ownership in the District Binuang has yet to be implemented effectively

    Kajian Kebijakan Penguasaan Lahan dalam Kawasan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Kabupaten Lampung Selatan

    Full text link
    Dalam pengelolaan kawasan hutan tidak terlepas dari adanya persoalan-persoalan atau konflik lahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi konflik lahan antara lain ekonomi, sosial, ekologi dan kebutuhan lahan pertanian. Beberapa bentuk konflik lahan antara lain tumpang tindih penggunaan lahan dan sengketa kepemilikan lahan. Di lain pihak, konflik sosial dapat terjadi antara penduduk pendatang dan penduduk asli. Hal ini merupakan salah satu hambatan dalam pembangunan KPH. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi para pihak serta bentuk klaim lahan dalam pengelolaan lahan, mengidentifikasi kelembagaan dan aturan tenurial di kawasan KPH serta rekomendasi kebijakan. Kajian dilakukan dengan metode Rapid Land Tenure Assessment (RATA) untuk menilai, menganalisis, memahami, dan menjelaskan secara ringkas suatu masalah dan/atau konflik sistem penguasaan tanah yang kompleks. Hasil kajian menunjukkan bahwa masalah tenurial di kawasan KPH Lampung Selatan terjadi dengan telah diokupasinya kawasan hutan oleh pemukiman, fasilitas umum/sosial dan pusat perbelanjaan dalam bentuk desa definitif. Peran para pihak/aktor dalam penguasaan lahan di kawasan KPH sangat menentukan. Pemerintah pusat yang menerbitkan kebijakan tidak melakukan evaluasi terutama dalam tata batas kawasan dan ijin-ijin yang sudah tidak aktif. Sementara pemerintah daerah mengeluarkan Perda pembentukan desa definitif dan menerbitkan SPT pajak tahunan bagi penggarap lahan yang merupakan legal klaim. Dalam kelembagaan, tidak ada koordinasi antara Kementerian Kehutanan (sebagai penguasa kawasan) dengan para pihak di pemerintahan daerah dalam penerbitan sertifikasi tanah. Disarankan adanya kebijakan yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat lokal. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan oleh Kementerian Kehutanan adalah dengan menjadikan lahan kawasan hutan menjadi lahan garapan dengan program HTR, HKM atau Hutan Desa serta melakukan tata batas ulang kawasan

    Memberdayakan Masyarakat melalui Kemitraan Kehutanan: Kompilasi Tulisan Pengalaman dari KPH Rinjani Barat

    Full text link
    Skema Kemitraan kehutanan merupakan salah satu bentuk program pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Skema ini diharapkan mendukung peningkatan akses masyarakat terhadap kawasan hutan, khususnya pada areal hutan yang pengelolaannya telah diberikan kepada pemegang ijin dan pengelola hutan, dalam hal ini Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Selain itu diharapkan dapat menjadi alternatif pengembangan kerjasama antara Perusahaan dengan masyarakat sehingga dapat mengatasi sengketa dan atau konflik lahan hutan
    corecore