2 research outputs found
Tinjauan fiqh siyasah terhadap putusan Mahkamah Konstitusi nomor 58/PUU-XVII/2019 tentang syarat usia calon kepala Daerah
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, yakni suatu jenis penelitian dengan objek kajiannya berpedoman pada norma atau kaidah dasar, asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, perbandingan hukum, doktrin serta yurisprudensi. Data dikumpulkan menggunakan teknik library research. Teknik analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif yang selanjutnya disusun secara sistematis sehingga menjadi data yang konkrit mengenai putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-XVII/2019. Selanjutnya data tersebut ditinjau menggunakan teori fiqh siyasah. Hasil penelitian ditemukan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-XVII/2019 tentang syarat usia Calon Kepala Daerah menurut Pasal 7 ayat (2) huruf e UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tidak bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Dalam kaitannya dengan kriteria usia, UUD 1945 tidak menentukan batasan usia minimum tertentu sebagai kriteria yang berlaku umum untuk semua jabatan atau aktivitas pemerintahan. Dalam tinjauan fiqh siyasah, Putusan MK yang menyerahkan penetapan batas usia kepada pembuat undang-undang untuk mengaturnya sejalan dengan siyasah dusturiyah yang berkaitan dengan peraturan perundang-undangan negara. Syarat menjadi pemimpin haruslah baligh karena menunjukkan kedewasaan seseorang. Namun, untuk mengatur dan mengurusi urusan umum diperlukan kompetensi dan kapasitas sebagai pemimpin dan penguasa. Sejalan dengan kesimpulan yang dibuat penulis bahwa dengan adanya peraturan tersebut, maka semua Calon Kepala Daerah dapat berkompetisi dalam pemilukada secara jujur dan adil sehingga terciptanya demokrasi yang berkualitas. Dan terhadap warga negara yang taat atas hukum maka seharusnya mematuhi putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi. Serta bagi pembentuk undang-undang agar lebih terbuka lagi dalam menafsirkan aturan mengenai batas usia Calon Kepala Daerah, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman di kemudian hari
THE ROLE OF INDONESIAN NATIONAL POLICE IN PREVENTING THE SPREAD OF COVID-19 FROM THE PERSPECTIVE OF FIQH SIYASAH
Abstract: The article discusses the role of the Indonesian police in preventing the spread of the covid-19 virus from a fiqh siyasah perspective with a statutory approach. Research data were obtained from primary legal materials, namely laws, and regulations related to the Indonesian National Police. Secondary legal materials were collected from books, articles, and news and analyzed descriptively with a deductive mindset. Data on the role of the police during the Covid-19 pandemic based on Law No. 2 of 2002 concerning the National Police of the Republic of Indonesia was analyzed with a review of fiqh siyasah. This research concludes that the Indonesian National Police agency acts as an instrument of law enforcement and supports the success of the Indonesian government in dealing with covid-19. Among the duties of the Indonesian National Police during the Covid-19 pandemic are enforcing the law, educating the public, detecting the spread of the covid-19 virus early, and maintaining security. The police force adheres to the role of al-hisbah in fiqh siyasah, aiming to invite people to act appropriately and prevent people from committing crimes