12 research outputs found
KARAKTERISTIK BIOETANOL HASIL FERMENTASI KULIT SINGKONG
Kulit singkong merupakan limbah dari singkong yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi sehingga kulit singkong dapat dijadikan salah satu alternatif bahan baku pembuatan bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah saccharomyces cerevisiae dan waktu fermentasi terhadap yield pada pembuatan bioethanol dari kulit singkong. Proses pembuatan bioetanol ini melalui tahap – tahap yaitu pembuatan tepung kulit singkong, proses hidrolisis tepung kulit singkong kemudian menganalisa kadar glukosa, proses fermentasi dan proses distilasi. Pembuatan bioetanol dari tepung kulit singkong diawali dengan proses hidrolisis asam. Proses hidrolisis ini bertujuan untuk mengubah polisakarida (pati) menjadi monosakarida (glukosa). Asam yang digunakan adalah asam klorida (HCl) 0,1 N, tepung kulit singkong dalam larutan asam dihidrolisa pada suhu 92oC selama 1 jam. Dari hasil percobaan hidrolisis tepung kulit singkong kemudian dilakukan analisa kadar glukosa. Pada proses fermentasi, buburan hasil hidrolisa asam yang akan difermentasi sebanyak 150 gram. Glukosa akan diuraikan menjadi etanol oleh ragi Saccharomyces cerevisiae. Dalam penelitian ini dilakukan variasi penambahan fermipan (3 gram dan 5 gram) dan waktu fermentasi (2 hari, 4 hari, 6 hari dan 10 hari), jumlah urea 3 gram. Proses distilasi untuk memisahkan etanol dilakukan selama 1 jam atau sampai tidak terjadi tetesan lagi, pada suhu 78oC – 80oC. Pada penelitian ini didapatkan yield maksimum pada waktu fermentasi 6 hari dengan jumlah fermipan 5 gram yaitu 3,7 ml bioetanol.
Kata kunci : kulit singkong, bioethanol, hidrolisa, fermentasi
Bioplastik Berbahan Dasar Tepung Tapioka dengan Modifikasi Gliserin dan Serat Bambu
Plastik konvensional yang saat ini sering digunakan berasal dari polimer minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui dan sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga mencemari lingkungan. Bioplastik adalah plastik yang terbuat dari bahan alam yang mampu terurai oleh mikroorganisme menghasilkan air dan gas karbon dioksida. Bioplastik merupakan solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh plastik yang tidak mudah terurai. Tepung tapioka dengan kandungan pati yang tinggi sebesar 98% berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioplastik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik bioplastik dari tepung tapioka dengan modifikasi gliserin dan serat bambu. Gliserin dan serat bambu ditambahkan dengan tujuan meningkatkan karakteristik bioplastik. Meliputi ketahanan air, ketebalan, biodegradasi, morfologi, tensile strength, dan elongation. Variabel bebas yang digunakan pada penelitian ini meliputi jumlah penambahan gliserin (0,0%; 0,5%; 1,0%;1,5%; 2,0%) dan penambahan serat bambu (0,0%; 0,5%; 1,0%; 1,5%; 2,0%). Variabel terikat pada penelitian ini meliputi uji ketahanan air, ketebalan, morfologi, biodegradasi, tensile strength, dan elongation. Hasil penelitian menunjukkan bioplastik karakteristik terbaik diperoleh pada penambahan gliserin 2% dan penambahan serat  bambu 2%, meliputi karakteristik ketahanan air 100%, ketebalan, 0,84 mm, morfologi homogen, biodegradasi 6 hari, tengsile strength 5,93 mPa, dan elongation 224,41%. Karakteristik bioplastik yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan dengan karakteristik bioplastik dengan standar SNI No 7188.7:2016
Kemasan Menarik dan Internet Marketing untuk Meningkatkan Nilai Jual Emping Garut sebagai Produk Unggulan Kabupaten Sragen
Tanaman garut termasuk dalam jenis umbi-umbian yang banyak ditanam oleh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Gesi, Kabupaten Sragen. Di Kabupaten Sragen terdapat beberapa industri rumah tangga emping garut, dua di antaranya yang memiliki motivasi sangat besar untuk berkembang adalah UKM emping garut “Sumber Rejeki” dan UKM emping garut “Fadilah”. Permasalahan kedua UKM adalah keterbatasan inovasi rasa emping garut, kemasan sangat sederhana, dan sistem pemasaran masih tradisional sehingga sehingga omzet penjualan dan nilai jual produk masih rendah. Untuk meningkatkan omzet penjualan dapat dilakukan dengan perbaikan inovasi dan teknologi pengemasan, teknologi seasoning dengan bumbu tabur, dan memperluas pemasaran dengan media internet. Produk emping garut yang dikemas secara menarik, inovasi produk emping garut aneka rasa, dan pemasaran dengan media internet melalui blogspot dapat menenbus pemasaran secara luas baik di toko-toko besar, harga jual produk meningkat 50%,dan omzet penjualan meningkat 100%
Kemasan Menarik dan Internet Marketing untuk Meningkatkan Nilai Jual Emping Garut sebagai Produk Unggulan Kabupaten Sragen
Tanaman garut termasuk dalam jenis umbi-umbian yang banyak ditanam oleh masyarakat yang tinggal di Kecamatan Gesi, Kabupaten Sragen. Di Kabupaten Sragen terdapat beberapa industri rumah tangga emping garut, dua di antaranya yang memiliki motivasi sangat besar untuk berkembang adalah UKM emping garut “Sumber Rejeki” dan UKM emping garut “Fadilah”. Permasalahan kedua UKM adalah keterbatasan inovasi rasa emping garut, kemasan sangat sederhana, dan sistem pemasaran masih tradisional sehingga sehingga omzet penjualan dan nilai jual produk masih rendah. Untuk meningkatkan omzet penjualan dapat dilakukan dengan perbaikan inovasi dan teknologi pengemasan, teknologi seasoning dengan bumbu tabur, dan memperluas pemasaran dengan media internet. Produk emping garut yang dikemas secara menarik, inovasi produk emping garut aneka rasa, dan pemasaran dengan media internet melalui blogspot dapat menenbus pemasaran secara luas baik di toko-toko besar, harga jual produk meningkat 50%,dan omzet penjualan meningkat 100%
KARAKTERISTIK CAT CLEAR DARI LIMBAH AMPAS AREN
Limbah ampas aren di daerah Boja Kabupaten Kendal mengandung kadar cellulose 82,03%. Cellulose ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan resin cat clear ramah lingkungan. Proses pembuatan cat clear dilakukan dengan tiga tahap yaitu proses delignifikasi, proses nitrasi, dan mixing. Proses reaksi dilakukan dalam reaktor yang dilengkapi dengan pengaduk dan pengukur suhu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kondisi optimum perbandingan campuran castor oil : nitrocellulose (0,5:1; 1:1; 1;2; 1:3; 1:4; 1: 5) dan Jumlah Co-Naphtenate : 0,5%; 1%, 1,5%; 2%, 2,5 % untuk mendapatkan cat clear paling baik dilihat dari karakteristik gloss level,drying time dan daya lekat. Hasil aplikasi cat clear pada panel kayu menunjukkan bahawa perbandingan campuran castor oil : nitrocellulose (1:5) dengan tambahan Co-Naftanet 2,5%, memberikan hasil gloss level terbaik 78,5, drying time 32 menit dan .daya lekat 0 (tidak ada yang mengelupas).
Kata kunci: Limbah ampas aren, cat clear, gloss level, drying time, daya lekat
PEMBUATAN VERNIS BERBAHAN GONDORUKEM YANG DIMODIFIKASI GLISEROL DAN PADUAN LINSEED OIL DENGAN MINYAK BIJI KARET MENGGUNAKAN METODE ESTERIFIKASI TANPA KATALIS
Pembuatan vernis dari gondorukem, perlu dilakukan modifikasi guna mengatasi kelemahan yang dimiliki gondorukem. Penelitian kali ini merupakan proses modifikasi gondorukem dengan menggunakan gliserol dan paduan linseed oil dengan minyak biji karet. Tujuan penelitian adalah mendapatkan rasio terbaik dari kedua minyak yang digunakan.Rasio minyak biji karet terhadap linseed oil dalam penelitian ini yaitu: 0% : 100%; 10% : 90%; 20% : 80%; 30%, : 70%; 40% : 60%; 50% : 50%; 60% : 40%; 70% : 30%; 80% : 20%; 90% : 10% dan 100% : 0%. Proses pembuatan vernis dilakukan dengan menggunakan metode esterifikasi tanpa katalis pada suhu 230oC – 250oC selama 4 jam. Selama proses dilakukan pengadukan menggunakan pengaduk mekanik. Vernis yang dihasilkan kemudian diaplikasikan pada panel kayu menggunakan spray gun.Vernis yang dihasilkan dianalisa kadar gliserol bebas, dan bilangan asam, sedangkan hasil aplikasinya dianalisa drying time, gloss level,daya rekat, hardness, serta pengamatan warna secara organoleptis.Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio 50% : 50% dan 60% : 40% menghasilkan vernis dengan karakter yang hampir sama dan lebih baik dibandingkan dengan rasio yang lain. Kata kunci: esterifikasi, gondorukem, linseed oil, minyak biji karet, vernis.
BIOPLASTIK DARI LIMBAH KULIT BUAH NANAS DENGAN MODIFIKASI GLISEROL DAN KITOSAN
Plastik konvensional yang saat ini sering digunakan berasal dari polimer minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui dan sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga mencemari lingkungan. Bioplastik merupakan solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh plastik yang tidak mudah terurai. Bioplastik adalah plastik yang terbuat dari bahan alam yang mampu terurai oleh mikroorganisme. Bahan alam yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan dasar bioplastik adalah kulit buah nanas yang memiliki kandungan selulosa dan zat gula sebesar 52.05 %. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pembuatan bioplastik dari kulit buah nanas dengan penambahan gliserol dan kitosan. Variasi gliserol yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan variasai kitosan yang digunakan 0%,1%, 2%, 4%, 5%. Parameter bioplastik yang diukur pada penelitian ini meliputi uji ketebalan, tensile strength, dan ketahanan air. Hasil bioplastik terbaik diperoleh pada penambahan kitosan 5% dan gliserol 5%, dengan sifat fisik biplastik yaitu ketebalan sebesar 0,17 mm, tensile strength sebesar 40,9 MPa, dan ketahanan air sebesar 100%.
Kata kunci: bioplastik, gliserol, kitosan, kulit buah nanas
Abstract
Conventional plastics that are currently often used are derived from petroleum polymers which are non-renewable and difficult to decompose by microorganisms, thus polluting the environment. Bioplastics are a solution to overcome environmental pollution caused by plastics that do not decompose easily. Bioplastics are plastics made from natural materials that can be decomposed by microorganisms. Natural materials that have the potential to be used as basic ingredients for bioplastics are pineapple peels which contain 52.05% cellulose and sugars. The purpose of this study was to determine the manufacture of bioplastics from pineapple peels with the addition of glycerol and chitosan. Variations of glycerol used were 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and variations of chitosan used were 0%, 1%, 2%, 4%, 5%. Bioplastic parameters measured in this study included thickness, tensile strength, and water resistance tests. The best bioplastic results were obtained by adding 5% chitosan and 5% glycerol, with the physical properties of biplastic, namely a thickness of 0.17 mm, a tensile strength of 40.9 MPa, and a water resistance of 100%.
Keywords: bioplastics, glycerol, chitosan, pineapple peelPlastik konvensional yang saat ini sering digunakan berasal dari polimer minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui dan sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga mencemari lingkungan. Bioplastik merupakan solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh plastik yang tidak mudah terurai. Bioplastik adalah plastik yang terbuat dari bahan alam yang mampu terurai oleh mikroorganisme. Bahan alam yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan dasar bioplastik adalah kulit buah nanas yang memiliki kandungan selulosa dan zat gula sebesar 52.05 %. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pembuatan bioplastik dari kulit buah nanas dengan penambahan gliserol dan kitosan. Variasi gliserol yang digunakan adalah 5%, 10%, 15%, 20%, 25% dan variasai kitosan yang digunakan 0%,1%, 2%, 4%, 5%. Parameter bioplastik yang diukur pada penelitian ini meliputi uji ketebalan, tensile strength, dan ketahanan air. Hasil bioplastik terbaik diperoleh pada penambahan kitosan 5% dan gliserol 5%, dengan sifat fisik biplastik yaitu ketebalan sebesar 0,17 mm, tensile strength sebesar 40,9 MPa, dan ketahanan air sebesar 100%.
Kata kunci: bioplastik, gliserol, kitosan, kulit buah nanas
Abstract
Conventional plastics that are currently often used are derived from petroleum polymers which are non-renewable and difficult to decompose by microorganisms, thus polluting the environment. Bioplastics are a solution to overcome environmental pollution caused by plastics that do not decompose easily. Bioplastics are plastics made from natural materials that can be decomposed by microorganisms. Natural materials that have the potential to be used as basic ingredients for bioplastics are pineapple peels which contain 52.05% cellulose and sugars. The purpose of this study was to determine the manufacture of bioplastics from pineapple peels with the addition of glycerol and chitosan. Variations of glycerol used were 5%, 10%, 15%, 20%, 25% and variations of chitosan used were 0%, 1%, 2%, 4%, 5%. Bioplastic parameters measured in this study included thickness, tensile strength, and water resistance tests. The best bioplastic results were obtained by adding 5% chitosan and 5% glycerol, with the physical properties of biplastic, namely a thickness of 0.17 mm, a tensile strength of 40.9 MPa, and a water resistance of 100%.
Keywords: bioplastics, glycerol, chitosan, pineapple pee
MODIFIKASI PATI KIMPUL (Xanthosoma sagittifolium) DENGAN HIDROLISIS ENZIMATIK
Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) memiliki kandungan pati alami yang tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan pati modifikasi. Pati alami memiliki banyak kelemahan sehingga perlu dilakukan proses modifikasi untuk mengatasi kekurangan dan meningkatkan fungsionalnya. Pada penelitian ini dilakukan modifikasi pati kimpul dengan metode hidrolisis enzimatis menggunakan kecambah kacang hijau sebagai sumber enzim α-amilase. Tujuan penelitian adalah menentukan kondisi terbaik konsentrasi kecambah kacang hijau dan waktu inkubasi berdasarkan analisis parameter uji meliputi yield, daya serap air, dan daya kembang pati kimpul termodifikasi. Proses modifikasi enzimatik dilakukan dengan menginkubasi pati kimpul yang dicampur dengan kecambah kacang hijau pada berbagai konsentrasi (20, 25, 30, dan 35% dari pati yang akan dimodifikasi) pada suhu 30°C selama 1, 2, dan 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik diperoleh pada konsentrasi kecambah 35% dan lama inkubasi 2 hari dengan yield 99,2006%, daya serap air 3,58 g/g, dan daya kembang 35,14%
IbM Pemanfaatan Limbah Ampas Aren Menjadi Briket di Kabupaten Kendal
Desa Mluro Kecamatan Boja Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah merupakan sentra industri pati aren, terdapat 27 pengrajin pati aren dengan kebutuhan bahan baku batang aren untuk produksi mencapai  150 ton per hari. Limbah ampas pati aren yang dihasilkan dari proses produksi tepung aren mencapai 100 ton/ hari. Hasil tinjauan lapangan dan pembicaraan dengan dua kelompok pengrajin ditemukan permasalahan yang sedang dihadapi yaitu masalah limbah ampas aren yang belum dimanfaatkan, sehingga perlu diajarkan teknologi pembuatan briket ampas aren. Pelaksanaan program Iptek bagi Masyarakat (IbM) di Kabupaten Kendal telah dapat di selesaikan dengan baik. Hasil pelaksanaan program tampak adanya perubahan pada kelompok masyarakat sebagai berikut : terserapnya teknologi pembuatan briket oleh pengajin pati aren, kemauan untuk membuat briket sebagai sumber penghasilan, memberi tambahan lapangan kerja bagi warga sekitar, menjalin kerjasama dengan pengusaha yang bersedia membeli produk briket, mengatasi pencemaran sungai. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa briket biomassa berkarbonasi dari limbah ampas pati aren, mampu menghasilkan nilai kalor sebesar 5234,5 kkal/kg (lebih tinggi dari SNI nilai kalor briket biomassa: 5000 kkal/kg ).Kata kunci : briket, karbonisasi, limbah ampas aren. Abstract. Kendal Regency, Central Java Province is the center of the palm starch industry, there are 27 palm starch craftsmen with the raw material needs of palm stems for production reaching 150 tons per day. The waste of palm starch dregs produced from the production process of palm flour reaches 100 tons/day. From the results of field reviews and discussions with the two groups of craftsmen, it was found that the problem that is being faced by the palm starch craftsman groups is the problem of palm pulp waste that has not been utilized, so it is necessary to teach the technology of making palm dregs briquettes. The implementation of the IbM program in Kendal Regency has been completed. From the results of the program implementation, it appears that there are changes as follows: the absorption of technology for making briquettes by palm starch craftsmen, the willingness to make briquettes as a source of income, providing employment for local residents, establishing cooperation with entrepreneurs who are willing to buy briquette products, overcoming river pollution. Carbonated biomass briquettes from palm starch waste are able to produce a calorific value of 5234.5 kcal/kg (higher than the SNI calorific value of biomass briquettes: 5000 kcal/kg).Keywords: briquettes, carbonization, palm pulp waste.