40 research outputs found
Puasa dalam Dimensi Fikih-Sufistik
Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan oleh sebagian masyarakat terkait problem puasa, penulis jawab dalam bagian pertama buku ini. Pertanyaan muncul dari berbagai daerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Papua dan daerah lain. Ini menunjukkan HARIAN BANGSA menjangkau dan dibaca oleh masyarakat di kawasan-kawasan tersebut. Diperkirakan pola pendekatan yang penulis gunakan ini akan menuai protes dari kalangan yang menganggap bahwa hukum Islam harus merujuk pada hukum yang āsudah jadiā dan sudah āsiap sajiā dalam kitab-kitab kih klasik. Pendekatan ini penulis pilih, karena himmah pembaca ingin langsung tahu ketentuan ayat Alquran atau hadis yang menjadi landasan hukum. Jadi, penulis hanya mengikuti arus besar pertanyaan masyarakat itu. Pada bagian kedua, penulis paparkan dimensi tasawuf dalam puasa. Untuk itu saduran yang dikutip dari Kitab Ihya' penulis lampirkan. Harus diakui bahwa pengarang kitab Ihya' adalah pemikir yang kontroversial pada masanya. Untuk itulah kitab Ihya' ini pernah menuai glombang protes massa di Maroko yang saat itu kawasan ini di bawah kendali dinasti Murabithin. Protes itu muncul karena al-Ghazali dinilai melecehkan prilaku ahli kih (fuqaha) yang oleh al-Ghazali dianggap terlalu bersifat formalis dan matrealistis. Walaupun demikian, kitab yang sudah berusia 1000 tahun ini sampai saat ini masih menjadi rujukan kaum Muslim seluruh dunia
Aswaja Klaim Nahdlatul Ulama Pembakuan terhadap Kemapanan dalam Visi Anak Muda Nahdlatul āUlama
Mukaddimah NU sejak berdirinya tahun 1926 mencantumkan istilah aswaja pada Qanun Asasinya.Jadi bagi NU, aswaja adalah doktrin aqidah yang harus dimengerti, ditanamkan secara benar dan dipertahankan oleh pimpinan dan para anggotanya. Dalam perkembangan selanjutnya, konsep Ahlusunnah Waljamaah disingkat Aswaja yang dijabarkan oleh K.H.Bisyri Mustafa dibakukan menjadi Aswaja versi NU. Menurutnya Aswaja adalah golongan muslim yang mengikuti rumusan Abu Hasan Al-Asyāari dan Abu Mansur Al- Maturidi dalam bidang aqidah dan mengikuti salah satu dari mazhab empat dalam fiqih serta mengikuti Imam Al-Junaid al-Bagdadi dan Abu Hamid al-Ghazali dibidang tasawuf. Dan kesemuanya itu menjadi rangkaian kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Tapi anehnya, ulama NU sejak berdiri sampai saat ini belum sempat melakukan ākajian seriusā terhadap pemikiran para tokoh perumus Aswaja tadi. Kevakuman ini mendorong generasi muda NU terutama mereka yang mengenyam pendidikan tinggi, seperti Said Aqil, Masdar F. Masāudi, Nurhadi Iskandar, Ulil Absar Abdalla dan lain-lain mencoba untuk melakukan ākajian kritisā terhadap keabsahan rumusan tersebut. Apakah betul klaim aswaja sebagai doktrin kelompok tradisional (baca NU)? Jauh sebelumnya, Umar Hasyim dalam bukunya Apakah Anda Temasuk Golongan Ahlussunnah Wal Jamaah menekankan bahwa pengertian Ahlussunnah Wal Jamaah dianut oleh seluruh umat Islam kalangan Sunni dan menolak asumsi bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah hanya dianut oleh segolongan tradisional saja.(Lihat, Einar Matahan Sitompul,Mth, NU dan Pancasila, footnote, hal 70) Walhasil, dengan melihat latar belakang intelektualitas para perumus Aswaja model NU dan kondisi sosialogis masyarakat Indonesia pada awal berdirinya NU, secara apriori ada satu keyakinan bahwa konsepsi Aswaja model NU tidak dimaksudkan sebagai defenisi mutlak dan oleh karenanya sangat kondisional dan temporal
Tiga ulama idola kaum Fundametalis
Kaum Muslim fundamentalis (Muslim Fundamentalism/al-
Usul al-Islamiyyah ) adalah gerakan kaum muslim baik individu
maupun kolektif yang menempatkan Islam sebagai totalitas, way of life dan ideologi. Indikatornya mereka memahami Islam secara tekstual, menyalahkan, menilai bidah, menyesatkan bahkan mengafirkan individu dan organisasi yang punya pemahaman keislaman yang berbeda dengan dirinya. Bahkan negara yang tak melaksanakan syariat Islam secara total mereka anggap kafir dan jahiliah. Untuk mencapai tujuannya, mereka menolak dialog dan mengafirkan sistem demokrasi dan semua isme produk barat. Akibatnya, mereka sering mendukung bahkan terlibat langsung dalam tindak kekerasan dan terorisme. Tindakan itu mereka yakini sebagai jihad. Gerakan ini kiranya sebagai kelanjut aliran Khawarij yang pernah eksis dan ditumpas dalam sejarah kaum Muslim
Kitab-Kitab Karya Ulama Pembaharu: biografi, pemikiran dan gerakan
Menelaah garis-garis besar tujuh kitab karya ulama pembaharu era klasik yang diwakili oleh Abu Hamid al-Ghazali dan Ibn Rusyd, era pertengahan oleh al-Syatibi dan era modern oleh al-Afgani, Mahmud bin al-Syarif dan Mahmud al-Thahhan. Buku ini juga menelaah karya kolektif ulama tradisional NU yang terangkum dalam Ahkam al-Fuqaha. Masing-Masing kitab diulas secara kritis sesuai konteks dan tantangan yang dihadapi oleh masing-masing penulis. Dengan demikian, buku ini mengharuskan analisa biografi terhadap masing-masing "pemilik" karya
Negotiating Religiosities among Indonesian Muslims amid the Covid-19 Pandemic: Acceptance, Resistance, and Transformation
The Covid-19 pandemic has disrupted religion. Provisions issued by religious authorities were imposed upon Indonesian Muslims to cope with. Various responses were identified representing how their religiosities negotiated. Here, direct participation in the implementation of Tarawih prayers in Surabaya was taken as a research unit. This study focused on (1) the diversity in negotiating religiosities amid the pandemic; (2) its underlying reasons; and (3) its potential implications. This qualitative research methodologically took a constructivist approach and phenomenological design by combining open-ended interviews, behavioral observations, and questionnaires in collecting data. The results demonstrated many factors playing a role in the shaping of diversity. They could include social, political, economic, and cultural consideĀrations. The negotiation occurred through acceptance, resistance, and transformation embodying the tensions between logics of religion in addressing scientific contriĀbutions. The diversity of religious negotiation amid the outbreak subsequently confirmed the flexibility and adaptability of Islam in addressing historical dynamics
Contesting Linguistic Repression and Endurance: Arabic in the Andalusian Linguistic Landscape
The present article portrays the use of Arabic in the Andalusian linguistic landscape (LL) where Arabic was used in the past as a lingua franca for eight centuries, banned since the Reconquest and is used nowadays as a minority language. Data were collected from road signs, public signs and signs in some specific places in the Andalusia region, field notes, and interviews with two informants. In the light of theories of ethnolinguistic vitality, language economy and power, and collective identity, the data analysis shows that Arabic is used in the Andalusian LL in three different circles, which are dissimilar to the three discourse frames found out in the previous study that identifies economic reasons as the main source of tension between the governmentās monolingualism ideology and the local peopleās ideology of multilingualism. In addition to commercial purposes, Arabic is apparent in Andalusia as a sign of vitality against language repression and as a way to build collective identity among the Muslims
Dynamics of Contested Sanctity in Mosques: A Historical Perspective
Mosques are symbols of peace and pluralism. However, some mosques are built over pre-Islamic places of worship or are considered sacred by non-Muslims. This has the potential to trigger interfaith tensions and conflicts. This article argues that mosques should be spaces and symbols of peace, religious tolerance, and multiculturalism. The study uses direct observation and compares textual and material evidence related to several large mosques in different countries. It concludes that mosque construction should consider historical and interfaith sensitivities, uphold the sanctity of places of worship, and avoid all forms of heresy. Mosque architecture and buildings can be a mirror of harmony and pluralism. Mosques are aesthetically adaptive and accommodate local
wisdom, culture, and religious traditions. Historically controversial mosques cannot be justified and imitated as Islamic mosques in general. Mosque construction must prioritise peaceful views and rational spiritual understanding to maintain harmony and pluralism
Tradisi intelektual muslim Uzbekistan
Uzbekistan khususnya dan Asia Tengah umumnya adalah suatu kawasan yang belum menjadi perhatian serius dalam studi Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Di luar itu, Timur Tengah misalnya mendapatkan perhatian yang lebih kuat dibanding dengan kawasan-kawasan lain. Kenyataan ini menyebabkan ketimpangan dalam studi kawasan sehingga baik dalam pembelajaran maupun dalam penelitian, kawasan Asia Tengah hampir tidak tersentuh. Oleh karena itu, perlu ada rintisan awal untuk mengembangkan studi kawasan agar keterlibatan UIN Sunan Ampel dalam wacana akademik lebih kokoh sehingga memberikan kontribusi yang berharga bagi pengembangan pengetahuan tentang kawasan Asia Tengah. Langkah ini bisa disebut sebagai salah satu bagian dari road map untuk mewujudkan World Class University. Cita-cita itu perlu didukung dengan kebijakan yang konkret untuk mengembangkan kurikulum studi kawasan, penelitian yang terarah, pusat studi kawasan Asia Tengah, dan tentu saja diperlukan suasasana akademik yang bisa mendukung proses-proses kajian tentang Asia Tengah
Tradisi intelektual muslim Uzbekistan
Uzbekistan khususnya dan Asia Tengah umumnya adalah suatu kawasan yang belum menjadi perhatian serius dalam studi Islam di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Di luar itu, Timur Tengah misalnya mendapatkan perhatian yang lebih kuat dibanding dengan kawasan-kawasan lain. Kenyataan ini menyebabkan ketimpangan dalam studi kawasan sehingga baik dalam pembelajaran maupun dalam penelitian, kawasan Asia Tengah hampir tidak tersentuh. Oleh karena itu, perlu ada rintisan awal untuk mengembangkan studi kawasan agar keterlibatan UIN Sunan Ampel dalam wacana akademik lebih kokoh sehingga memberikan kontribusi yang berharga bagi pengembangan pengetahuan tentang kawasan Asia Tengah. Langkah ini bisa disebut sebagai salah satu bagian dari road map untuk mewujudkan World Class University. Cita-cita itu perlu didukung dengan kebijakan yang konkret untuk mengembangkan kurikulum studi kawasan, penelitian yang terarah, pusat studi kawasan Asia Tengah, dan tentu saja diperlukan suasasana akademik yang bisa mendukung proses-proses kajian tentang Asia Tengah
Elective cancer surgery in COVID-19-free surgical pathways during the SARS-CoV-2 pandemic: An international, multicenter, comparative cohort study
PURPOSE As cancer surgery restarts after the first COVID-19 wave, health care providers urgently require data to determine where elective surgery is best performed. This study aimed to determine whether COVID-19āfree surgical pathways were associated with lower postoperative pulmonary complication rates compared with hospitals with no defined pathway. PATIENTS AND METHODS This international, multicenter cohort study included patients who underwent elective surgery for 10 solid cancer types without preoperative suspicion of SARS-CoV-2. Participating hospitals included patients from local emergence of SARS-CoV-2 until April 19, 2020. At the time of surgery, hospitals were defined as having a COVID-19āfree surgical pathway (complete segregation of the operating theater, critical care, and inpatient ward areas) or no defined pathway (incomplete or no segregation, areas shared with patients with COVID-19). The primary outcome was 30-day postoperative pulmonary complications (pneumonia, acute respiratory distress syndrome, unexpected ventilation). RESULTS Of 9,171 patients from 447 hospitals in 55 countries, 2,481 were operated on in COVID-19āfree surgical pathways. Patients who underwent surgery within COVID-19āfree surgical pathways were younger with fewer comorbidities than those in hospitals with no defined pathway but with similar proportions of major surgery. After adjustment, pulmonary complication rates were lower with COVID-19āfree surgical pathways (2.2% v 4.9%; adjusted odds ratio [aOR], 0.62; 95% CI, 0.44 to 0.86). This was consistent in sensitivity analyses for low-risk patients (American Society of Anesthesiologists grade 1/2), propensity scoreāmatched models, and patients with negative SARS-CoV-2 preoperative tests. The postoperative SARS-CoV-2 infection rate was also lower in COVID-19āfree surgical pathways (2.1% v 3.6%; aOR, 0.53; 95% CI, 0.36 to 0.76). CONCLUSION Within available resources, dedicated COVID-19āfree surgical pathways should be established to provide safe elective cancer surgery during current and before future SARS-CoV-2 outbreaks