20 research outputs found
Maintaining Direct Regional Head Elections, Solutions or Challenges?
The discourse of simultaneous local elections in 2024 is still being debated by by-election and democracy observers. Based on Article 201 paragraph (8) of Law Number 10/2016 concerning the Election of Governors, Regents, and Mayors, simultaneous national voting for regional elections in all regions of Indonesia will be held in November 2024. This event, known as Pilkada, is being discussed by the government with the DPR and is nearing its end. One of the prominent debates is whether the Pilkada will be changed from where the Governor and the Regent/Mayor are elected directly through elections to where the Provincial DPRD elects the Governor. The Regent/Mayor is still elected through elections. Does the question arise whether the direct or indirect Pilkada is a solution or a challenge? Direct Pilkada means that the filling of regional head positions is carried out through a general election (election) or is elected directly by the people-voters. Indirect elections seem to mean that regional heads are elected not directly by the people's voters but by the Regional People's Representative Council (DPRD) or appointed (appointed) by officials above them. Does this paper examine whether the Pilkada, conducted directly or indirectly, is a solution to democracy in Indonesia, or is it a challenge?
MASALAH PELAKSANAAN PERKAWINAN BEDA AGAMA PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (PERBANDINGAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN KRISTEN PROTESTAN)
There is no rule on the inter-religion marriage law in Indonesia post Regulation number 1, 1974 on Marriage Law. The Problem is, how can be it handled by the Indonesian Positive Law. This is the main problem of this legal research. It was studied with an empirical-legal approach.The results are:1. There is a dispensation rule in Protestant Christian Law. Otherwise, it is absent in Islamic Law.2. The inter-religion marriage law is legal according to the Regulation 1, 1974, because it accepted by Article 2 section (1) of the Regulation. It caused by a Letter of Sacred Marriage of a Protestant Church.3. The inter-religion marriages were registered by the Civil Register as the instruction of the Court.Key words: Inter-religion Marriage, Civil Register, Islamic Law, Protestant La
SOSIALISASI TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT YANG TIDAK MAMPU SECARA CUMA-CUMA DI KECAMATAN BANGKINANG KOTA KABUPATEN KAMPAR
Seiring berjalannya waktu, profesi advokat dirasa semakin komersial, hal ini berkaitan dengan perubahan tingkat profesionalitas dan terjadinya tuntutan spesialisasi advokat. Profesi Advokat semakin menjadi tempat mencari keuntungan dan bukan lagi sebagai sarana perjuangan membela hak-hak rakyat miskin. Pemberian bantuan hukum secara cuma-cuma menarik untuk diteliti, mengingat jaman sekarang ini sudah sulit ditemui seseorang yang mau melakukan pekerjaan tanpa memperoleh imbalan. Kegiatan ini telah dilaksanakan di Desa Ridan Permai dengan memberikan pengalaman berbeda bagi warga Desa Ridan Permai Kecamatan Bangkinang Kota Kabupaten Kampar
TINJAUAN FILSAFAT ILMU TENTANG PENEGAKAN HUKUM YANG BERBASIS TRANSENDENTAL
Secara formal untuk menjamin terwujudnya aturan hukum dan keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negara Kesatuan Republik Indonesia , maka membutuhkan suatu wadah yaitu peradilan yaitu tempat dimana dilakukan aplikasi hukum dan juga para pencari keadilan. Pengemban hukum yang begitu fundamental dituntut harus mampu berfikir keras untuk menemukan keputusan hukum yang tepat. Penegakan hukum disini adalah melihat hakim sebagai manusia yang akan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masayarakat. Dalam kaitannya dengan penegakan hukum ini adalah dua hal yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisah-pisahkan yaitu hukum dan keadilan. Penegakan hukum disini merupakan kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkan dalam sikap, tindak sebagai serangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian hidup. Penegakan hukum hanya dapat terlaksana apabila berbagai dimensi kehidupan selalu menjaga harmonisasi (keselarasan, keseimbangan, dan keserasian) antara moralitas sosial, moralitas kelembagaan dan moralitas sipil warga negara yang didasarkan pada nilai-nilai aktual di dalam masyarakat
PEMILIHAN UMUM ANGGOTA PARLEMEN DALAM PERSPEKTIF KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DI INDONESIA
Isu keterwakilan perempuan memperoleh tempat sejak diterapkannya kuota 30% pada pemilu 2004, namun hingga berlangsungnya Pemilu 2014 jumlah perempuan di parlemen nasional berkurang 22 kursi dibandingkan pemilu 2009. Dalam perkembangan kultur pembangunan sumber daya manusia, sebenarnya negara tidak memandang dari sisi gender untuk pemerataan dan segala bentuk fasilitas pembangunan untuk sumber daya manusia yang sempurna dengan tujuan pembangunan bangsa itu sendiri. Hanya saja dalam kenyataan pelaksanaannya justru kelihatan dominan hanya laki-laki. Hal ini disebabkan karena selain ada kultur budaya jawa tentang perempuan juga atas akses public bagi perempuan terbatas, baik itu oleh norma adat, susila, kesopanan maupun norma hukum. Affirmative action yang dituangkan dalam undang-undang pemilu dari tahun 2004 – 2019 sejauh ini belum dapat terwujud, hal ini menimbulkan suatu fenomena dalam hak-hak politik perempuan. Permasalahan yang akan dibahas adalah Bagaimana Pemilihany Umum anggota Parlementf dalam perspektifg kesetaraank dan keadilanf gender? Tujuan dari permasalahan yang diangkat adalah : untuk mengetahui Pemilihan Umum yang berkesetaraan dan berkeadilan genderThe issue of women's representation has gained a place since the implementation of the 30% quota in the 2004 elections, but until the 2014 elections the number of women in the national parliament decreased by 22 seats compared to the 2009 election. In the development of human resource development culture, the state actually does not look from a gender perspective for equality and everything. form of development facilities for human resources that are perfect for the purpose of developing the nation itself. It's just that in reality, the implementation appears to be predominantly male. This is because in addition to the Javanese culture of women, there is also limited public access for women, be it by customary norms, morals, politeness or legal norms. The affirmative action set forth in the election law from 2004 - 2019 has so far not been realized, this has led to a phenomenon in women's political rights. The issue that will be discussed is How the General Election of Parliamentary members from the perspective of gender equality and justice? The objectives of the issues raised are: to determine a general election that is gender-equitable and equitabl
PERLINDUNGAN HUKUM DAN PEMULIHAN BAGI ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BREBES)
Social change that will be studied here is on a problem of family violances. Many cases showed that children and women were the victim of family violances. The problem is that the Indonesian social culture sees the fenomena were privat or family internal problem.This research concluded that Indonesian positive law has tried to change this fenomenon. There are two undangs-undangs those change this fenomenon. They are:Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 on Children ProtectionUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 on Elimination to Violances in HouseholdsThe problem is in the implementation of those two undang-undangs
Masalah Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Pasca Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Perbandingan Hukum Perkawinan Islam dan Kristen Protestan)
There is no rule on the inter-religion marriage law in Indonesia post Regulation number 1, 1974 on Marriage Law. The Problem is, how can be it handled by the Indonesian Positive Law. This is the main problem of this legal research. It was studied with an empirical-legal approach.The results are:1. There is a dispensation rule in Protestant Christian Law. Otherwise, it is absent in Islamic Law.2. The inter-religion marriage law is legal according to the Regulation 1, 1974, because it accepted by Article 2 section (1) of the Regulation. It caused by a Letter of Sacred Marriage of a Protestant Church.3. The inter-religion marriages were registered by the Civil Register as the instruction of the Court
PERLINDUNGAN HUKUM DAN PEMULIHAN BAGI ANAK DAN PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI BREBES)
Social change that will be studied here is on a problem of family violances. Many cases showed that children and women were the victim of family violances. The problem is that the Indonesian social culture sees the fenomena were privat or family internal problem.This research concluded that Indonesian positive law has tried to change this fenomenon. There are two undangs-undangs those change this fenomenon. They are:Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 on Children ProtectionUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 on Elimination to Violances in HouseholdsThe problem is in the implementation of those two undang-undangs
Perlindungan Hukum dan Pemulihan Bagi Anak dan Perempuan Korban Kekerasan (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Brebes)
Social change that will be studied here is on a problem of family violances. Many cases showed that children and women were the victim of family violances. The problem is that the Indonesian social culture sees the fenomena were privat or family internal problem.This research concluded that Indonesian positive law has tried to change this fenomenon. There are two undangs-undangs those change this fenomenon. They are:Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 on Children ProtectionUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 on Elimination to Violances in HouseholdsThe problem is in the implementation of those two undang-undangs
PENYULUHAN DAMPAK NEGATIF BULLYING BAGI ANAK DI BAWAH UMUR DAN SANKSI PIDANA BAGI PEMBULLYING DI DESA SALO
Bullying adalah pengalaman yang biasa dialami oleh banyak anak-anak dan remaja di sekolah. Perilaku Bullying dapat berupa ancaman fisik atau verbal. Bullying terdiri dari perilaku langsung seperti mengejek, mengancam, mencela, memukul, dan merampas yang dilakukan oleh satu atau lebih siswa kepada korban atau anak yang lain Bully atau pelaku Bullying adalah seseorang yang secara langsung melakukan agresi baik fisik, verbal atau psikologis kepada orang lain dengan tujuan untuk menunjukkan kekuatan atau mendemonstrasikan pada orang lain.Tindakan kekerasan (bullying) yang dialami anak-anak adalah perlakuan yang akan berdampak jangka panjang dan akan menjadi mimpi buruk yang tidak pernah hilang dari ingatan anak yang menjadi koban. Menurut Pinky Saptandan dalam buku Bagong Suyanto, dampak yang dialami anak-anak yang menjadi korban tindak kekerasan biasanya kurangnya motivasi atau harga diri, mengalami problem kesehatan mental, mimpi buruk memiliki rasa ketakutan dan tidak jarang tindak kekerasan terhadap anak juga berujung pada terjadinya kematian pada korbanKebanyakan perilaku Bullying berkembang dari berbagai faktor lingkungan yang kompleks. Dari aspek hokum, sanksi hukum bullying diatur dalam Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C Undang-Undang Perlindungan Anak dengan ancaman pidan 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.72.000.000, 00 (tujuh puluh dua juta rupiah) dan Pasal 345 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,” tegasnya di hadapan para siswa yang hadir mengikuti sosialisasi Penanganan Kasus Bullying Aspek Hukum, Khususnya Implementasi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. dampak bahaya bullying yang dilakukan secara terus-menenurus yang bisa mengakibatkan fisik mental seseorang, dengan adanya penyuluhan yang dilakukan bisa jadi pembelajaran bagi pemerinta, guru, orang tua dan masyarakat