5 research outputs found
Tanda Waqaf dalam Q.S Al-Munafiqun pada Mushaf Al-Qur’an Rasm Utsmani Ditinjau dari Semiotika Charles Sanders Peirce
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui jenis-jenis tanda waqaf yang ada dalam surat al-Munafiqun beserta interpretan dari masing-masing tanda waqafnya pada mushaf al-Qur’an rasm Utsmani dengan kajian Semiotika Charles Sanders Peirce. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Adapun jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini, ditemukan pokok bahasan bahwasannya. Teori semiotika yang digagas oleh Charles Sanders Peirce ini terdapat konsep trikotomi yang terdiri dari Representamen, Objek, dan Interpretan. bahwa tanda waqaf dalam surat al-Munafiqun ada enam jenis waqaf, diantaranya ada waqaf lazim, waqaf waful aula, waqaf jaiz, waqaf waslul aula, waqaf adamul waqfi, dan tanda ruku’. semua tanda waqaf menjadi (R (1)) yang objeknya (O (1)) adalah nama dari jenis waqafnya dan interpretannya (I (1)) bahwa semua tanda waqaf itu dilihat secara umum merupakan huruf hijaiyah. Akan tetapi ketika tanda waqaf itu menjadi (R (2)) maka interpretannya bila dilihat dari segi ilmu tajwid maka itu sebagai tanda waqaf yang berarti ketika membaca ayat al-qur’an ditemukan jenis-jenis waqaf memberi makna dan petunjuk dalam pembacaan ayatnya apakah berhenti atau diwashalkan sesuai dengan jenis waqafnya (I (2)
Tafsir Bil Ma’tsur dalam Studi Naskah Al-Qur’an
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tafsir bil ma’tsur dan apa saja yang harus di perhatikan hingga disebut dengan tafsir bil ma’tsur, serta pandangan para ulama terhadap tafsir bil ma’tsur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan kajian pustaka. Hasil dari penelitian ini, ditemukan pokok bahasan bahwasannya tafsir bil ma’tsur adalah Penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan sunnah, penafsiran al-Qur’an dengan qaul sahabat. Apabila penafsirnya adalah kalangan sahabat, maka itu termasuk tafsir sahabat. Dan apabila penafsirnya adalah tabi’i, maka itu bagian dari tafsir tabi’in. Yang harus diperhitungkan sebagai tafsir bil ma’tsur itu ada tiga jenis: Pertama: Apa yang diriwayatkan Rasulullah Saw dari penafsirannya terhadap Al-Qur'an. Kedua: Apa yang diriwayatkan dari para sahabat, yang memiliki hukum marfu'; seperti ababun nuzul dan mugibat. Ketiga: apa yang telah disepakati para sahabat atau para tabi’in. Pandangan ulama klasik dan kontemporerpun berbeda pendapat mengenai tafsir bil matsur
Hubungan Tuhan dan Manusia dalam QS. Al-Alaq Ayat 1-5 Tafsir Lenyepaneun Karya Moh. E. Hasim
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang hubungan Tuhan dan manusia yang terdapat dalam QS. al-Alaq ayat 1-5 penafsiran Moh. E. Hasim dalam tafsirnya Ayat Suci Lenyepaneun. Metode penelitian yang dilakuakan dalam penulisan ini adalah kualitatif yang bersifat deskriptif analitis. Langkah awal melakukan penelusuran mengenai ayat al-Quran yang berkaitan dengan ketauhidan yakni yang berhubungan antara Tuhan dengan manusia, kemudian ditemukan QS. al-Alaq ayat 1-5 dan ditafsirkan dengan menggunakan kitab tafsir ayat suci lenyepaneun yang dikarang oleh Moh. E. Hasim, kemudian menganalisis penafsirannya, selanjutnya penulis menyimpulkan ke dalam beberapa kalimat. Penemuan pertama bahwa hubungan Tuhan dengan manusia, Allah sebagai pencipta yakni sang khaliq sedangkan manusia adalah makhluq, yakni yang diciptakan-Nya. Baik alam sekitar maupun manusia adalah ciptaan Allah Tuhan yang maha Esa. Ciptaan Tuhan yang paling khas adalah manusia, yang masing-masing mempunyai kepribadian dan kecenderungan keagamaan yang berbeda. Dimaana manusia adalah makluq yang Allah ciptakan dari segumpal darah. Allah SWT melimpahkan martabat manusia dibandingkan dengan makhluk lain dan menciptakannya sebaik mungkin. Kedua, pernyataan akan Allah Tuhan yang maha mulia. Bahwasannya mulianya Allah adalah yang maha agung dan maha suci, agung tanpa ada tandingannya, dan suci tanpa ada yang menyerupainya. Sedangkan manusia, ia makhluq yang mulia karena Allah yang meninggikan derajatnya dan karena kesucian hatinya. Ketiga, Allah yang maha ilmu, hubungan Allah sebagai Tuhan yang mengajarkan dan manusia yang diajarkan. Dia yang mengajarkan manusia tentang apa-apa yang tidak diketahui manusia
Implementasi Metode Tafsir Tahlili terhadap Q.S Al-Mulk Ayat 1-5 tentang Keagungan Allah dalam Tafsir Al-Maraghi
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kemunculan tafsir tahlili, dasar dan urgensinya, lagkah-langkah dalam penafsirannya, kelebihan dan kekurangannya, serta implementasinya pada surat al-Mulk ayat 1-5 tentang keagungan Allah swt dalam tafsir al-Maraghi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis. Adapun jenis penelitiannya adalah penelitian kepustakaan dengan pendekatan tafsir tahlili. Hasil dari penelitian ini, ditemukan pokok bahasan bahwasannya tafsir tahlili tidak muncul secara tiba-tiba melainkan secara bertahap dan kemunculannya tafsir itu melalui empat periode. Mulai dari masa Nabi saw hingga pada masa peggabungan ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir. Metode tafsir tahlili memiliki dasar dan urgensi karena telah memberikan peran besar dalam menyumbang dan melestarikan khazanah intelektual Islam. Dalam penafsirannya, dengan menggunakan metode tafsir tahlili terdapat lagkah-langkah secara umum yang dilakukan para ahli tafsir yang dirangkum dalam tujuh point, diantaranya terdiri atas penjelasan ayat secara umum, penjelasan makna kata dan maksud syara’ yang terkandung dalam ayat yang bersangkutan, penjelasan berdasarkan asbabun nuzul, penjelasan munasabah ayat, penjelasan kata atau mufradat pada ayat berdasar sudut pandang bahasa Arabnya, penjelasan dari segi keindahan susunan kalimatnya, dan penjelasan ayat-ayat ahkam yakni dengan menjelaskan hukum fiqih. Penggunaan metode tafsir tahlili dalam menafsirkan al-qur’an, tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Salah satunya dengan ruang lingkup yang luas, maka akan memberikan kebebasan pada para mufassir dan menampung banyaknya gagasan dan ide baru yang dapat dikembangkan. Akan tetapi disamping itu juga akan memungkinkan menjadikannya petunjuk al-qur’an itu parsial, karena banyaknya perbedaan dalam penafsiran
Tafsir Ayat 15 dan Tradisi Pengamalannya oleh Santri Santriwati al-Raudlah Bandung
Kehadiran al-Qur’an ditengah masyarakat dalam kehidupan sosial ini, terdapat beberapa pengamalan yang dilakukan secara rutin mengenai pembacaan terhadap surat-suart tertentu atau ayat-ayat pilihan dari beberapa surat.Salah satu kasus yang terjadi mengenai pengamalan ayat-ayat tertentu dalam surat-surat khusus yang ada dalam al-Qur’an yaitu seperti yang dilakukan di pondok pesantren ar-Raudloh Cileunyi – Bandung yang mengamalkan ayat 15 (lima belas) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui penafsiran para mufassir terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang termasuk pada ayat 15, cara pengamalan santri dan santriwati dalam mengamalkan pembacaan ayat 15, dan respon santri dalam pengamalan pembacaan ayat 15. Jenis penelitian adalah field research berbasis living Quran dengan data kualitatif menggunakan pendekatan fenomenologi. Sumber data mencakup primer dan sekunder. Praktik membaca ayat 15 di Pondok Pesantren Ar-Raudloh Bandung dijadikan sebagai sumber data utama kajian. Buku-buku kajian living Quran serta karya tulis lainnya, yang menggunakan kajian living Qur'an, menjadi sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun hasil dari penelitian ini, mengenai penafsiran ayat-ayat yang termasuk pada ayat 15 oleh para mufassir dalam tafsirnya yang digunakan penulis ada tafsir Ibnu Katsir, al-Munir, al-Quthubi, al-Misbah, an-Nur, al-Azhar, Dur al- Mansur, Al-Qusyairi, Al-Baghawi, dan Lathaif al-Isyarat dalam menafsirkannya tidak jauh beda yakni didalamnya mengenai keagungan Allah, mengesakan, tanda- tanda kekuasaannya, dan ketauhidan. Adapun yang membedakan dalam penafsirannya hanya sedikityakni mengikuti dengan corak tafsirnya masing- masing. Sedangkan cara pengamalannya santri dan santriwati pondok pesantren ar- Raudlah dalam pelaksaan tradisi pembacaan ayat 15 ini dipimpin oleh imam shalat jama’ah setiap ba’da shalat yang disatukan dengan dzikir ba’da shalat. Sementara Respon santri dan santriwati dalam pengamalan pembacaan ayat 15 itu sebagaimana hasil wawancara, dapat disimpulkan: Respon Kognitif, respon kognitif yang dimaksud adalah respon yang berupa pengetahuan, informasi, dan keterampilan santri ar-Raudlah Bandung terhadap ayat 15. Sedangkan respon afektif santri diantaranya: bahwasannya dalam menyikapi adanya anjuran untuk melakukan pembacaan ayat 15 sebagian santri merespon karena hal itu merupakan bagian dari sesuatu yang baik sehingga tidak masalah juga bagi mereka yang dianjurkan mengamalkannya