953 research outputs found
Generator Sinyal Electromyographic Dengan Menggunakan Metode Fast Fourier Transform
Generator Sinyal mempunyai peranan penting dalam identifikasi sinyal biomedik. Salah satu sinyal biomedik adalah sinyal Electromyographic (EMG). Sinyal Electromyographic merupakan sinyal yang dihasilkan oleh otot dan dapat dianalisis dengan mengamati bentuk, amplitudo dan frekuensinya. Dengan membandingkan frekuensinya kita dapat membedakan antara sinyal emg normal dengan sinyal pasien yang mempunyai kelainan. Sedangkan metode untuk mendapatkan respon frekuensinya dapat digunakan Fast fourier transform (FFT). Pada penelitian ini telah dibuat sinyal generator EMG yang menghasilkan 4 sinyal normal dan 4 sinyal yang mempunyai kelainan. Sinyal normal yang dihasilkan mempunyai range frekuensi 6 ā 15 Hz dengan amplitudo ā2.5 sampai 2.5 milivolt pada saat otot beristirahat. Daerah pengukuran terletak pada otot Biceps,Ā Tibialis Anterior, First Dorsal Interosseus, dan triceps.Ā Sinyal abnormal yang dihasilkan terdiri dari myophaty dengan daerah pengukuran di otot biceps, neurophaty di Tibialis Anterior,Ā neurophaty di Biceps, dan cedera syaraf sciatica di Tibialis Anterior. Untuk sinyal abnormal yang telah dihasilkan cenderung terjadi pengurangan amplitudo dan penambahan frekuensi
Pengembangan Kurikulum dalam Era Desentralisasi Pendidikan
Akhir-akhir ini isu desentralisasi pendidikan telah menjadi agenda publik. Munculnya isu ini disemangati oleh isu otonomisasi daerah tingkat I dan tingkat II, yang undang-undangnya baru saja disahkan. Inti dari desentralisasi adalah diserahkannya sejumlah aset nasional untuk dikelola dan dikembangkan oleh daerah tingkat I dan tingkat II. Sehingga hanya tinggal lima bidang yang tetap diurus secara nasional, yaitu hukum, keamanan, keuangan, agama, dan hubungan luar negeri. Salah satu aset yang diserahkan ke daerah adalah urusan pendidikan. Diserahkannya pendidikan ke daerah ini kemudian memunculkan harapan dan kecemasan di pihak pelaku pendidikan. Di satu sisi, dengan desentralisasi lembaga pendidikan akan lebih bebas mengembangkan apa yang dimaui dan dianggap baik, dan di sisi lain, banyak yang tidak siap melakukan upaya untuk itu. Tapi yang jelas, siap tidak siap, lembaga pendidikan harus melakukan reposisi-reposisi dan reorientasi untuk menyikapi desentralisasi ini. Salah satu aspek penting yang harus diadakan reorientasi dan restrukturisasi adalah aspek kurikulum
Humanisme Hukum Islam tentang Waria Kajian Filsafat Hukum Islam tentang Praktik Keagamaan Waria di Pesantren Khusus Waria Senin-Kamis Yogyakarta
Tesis ini bertujuan untuk menjawab 3 (tiga) persoalan dalam kajian filsafat hukum Islam tentang praktik keagamaan waria; (1) bagaimana ketentuan hukum Islam (fiqh) yang telah ada dalam mengatur praktik keagamaan waria?, (2) bagaimana fenomena empiris-filosofis praktik keagamaan waria di Pesantren Waria Senin-Kamis Yogyakarta?, dan (3) bagaimana nilai-nilai humanisme dapat diterapkan dalam sistem hukum Islam terkait dengan praktik keagamaan waria?.
Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan studi fenomenologi dan filosofis tentang situasi aktual yang kontroversial, khususnya yang bersifat normatif (Connolly, 2011: 114; Bakker & Zubair, 1990: 107). Langkah-langkah yang diambil adalah: Pertama, mengarahkan penelaahan atas teks fiqh mengenai keagamaan waria untuk mengetahui model kesadaran dan pemikiran keagamaan yang mengitari teks. Kedua, mencermati praktik keagamaan waria di Pesantren Waria Senin-Kamis Yogyakarta untuk mengetahui dan memahami perilaku yang tampak dari waria serta kesadaran/pemikiran yang mendasarinya. Dan ketiga, memikirkan kemungkinan aspek-aspek kemanusiaan waria dapat memengaruhi terbentuknya hukum Islam selanjutnya tentang waria. Adapun untuk menuju pada kesimpulan, analisis dilakukan dengan pandangan humanisme yang diposisikan dalam sorotan filsafat hukum Islam.
Kesimpulan yang didapat adalah: Pertama, pencermatan literatur fiqh atas fenomena waria berdasar pada tinjauan fisik luarnya saja dan berdasar pada pemaknaan literal-praktis (bayani); bahwa waria itu adalah khuntsa, sementara laki-laki yang menyerupai lawan jenisnya disebut mutasyabbih yang menyalahi kodrat dan karenanya dilaknat/berdosa. Fiqh juga berpandangan tidak konsisten terhadap identitas waria; terkadang waria diidentifikasi sebagai perempuan, terkadang sebagai laki-laki, dan terkadang pula sebagai setengah laki-laki dan perempuan. Meskipun demikian, terdapat penemuan fiqh yang menyatakan bahwa waria āasliā (mukhannats min ashl al-khilqah), di mana kelainannya telah terjadi sejak dalam janin dan di luar kemampuannya untuk menghindar, dapat diterima serta tidak dilaknat oleh Islam. Kedua, santri Pesantren Waria Senin-Kamis Yogyakarta melaksanakan ibadah berdasarkan kesadaran identitas gendernya sebagai āperempuan bertubuh laki-lakiā. Sebagian di antara mereka ada yang ketika beribadah harus āmenjadi laki-laki untuk sementaraā, dan sebagian lainnya ada yang āmemberanikan diriā menggunakan atribut ibadah perempuan. Pemikiran keagamaan waria menegaskan bahwa menjadi waria merupakan takdir Allah yang harus dijalani, bukan didustai. Selagi manusia berada pada keimanan yang benar, menjalankan ibadah dan tidak merugikan orang lain, maka menurut mereka itulah kebenaran Islam yang harus dihargai. Ketiga, humanisme memandang hukum Islam sejatinya didasarkan pada standar dan tabiat kemanusiaan. Itu sebabnya, sisi kemanusiaan waria dalam beragama semestinya dapat diterapkan sebagai pertimbangan hukum Islam, yang di antaranya dapat diwujudkan melalui perumusan fiqh waria (fiqh al-mukhannats), yakni seperangkat pemikiran hukum Islam (fiqh) khusus waria dalam menjalani agamanya atas dasar kekhususan kondisi kehidupannya.
ABSTRACT
This thesis aims to answer three issues in the philosophical study of Islamic law regarding the religious practice of transgender adherents; (1) how do existent provisions of Islamic law (fiqh) regulate religious practices of transgender followers?, (2) what empirical phenomena can be observed in religious practice at the Senin-Kamis Transgender Islamic Boarding School in Yogyakarta?, and (3) how can humanism values be applied within the Islamic legal system as it relates to the religious practices of transgender persons?.
To achieve these objectives, this study used a phenomenological approach and philosophical studies about the controversial actual situation, especially normative (Connolly, 2011: 114; Bakker & Zubair, 1990: 107). The steps taken are: First, direct review of the religious texts of fiqh regarding transgender to know the model of awareness and religious idea around the text. Second, observe religious practices in Senin-Kamis Transgender Islamic Boarding School in Yogyakarta to know and understand the observed behavior of transgender also awareness / underlying idea. And third, think of the possibility of human aspects of transgender can affect subsequent formation of Islamic law on transgender. As for the lead to the conclusion, the analysis is done with a humanism view that is positioned in the spotlight of the philosophy of Islamic law.
The conclusion is: First, the scrutiny of fiqh literature on transgender phenomenon based on outward physical review and based on the practical meaning of literal (Bayani), that transgender is khuntsa (hermaphrodite), while men who resemble the opposite sex called mutasyabbih (transvestism) the accusatory nature and therefore cursed / sinful. Fiqh is also inconsistent view of the transgender identity; sometimes transgender is identified as a woman, sometimes as a men, and sometimes also as half of men and women. Nevertheless, there are inventions fiqh which states that āoriginal transgenderā (mukhannats min ashl al-khilqah), in which the disorder has occurred since the fetus and beyond his ability to dodge, acceptable and not cursed by Islam. Second, students of Senin-Kamis Transgender Islamic Boarding School in Yogyakarta perform worship based awareness gender identity as āa women-bodied menā. Some of them were when worship should ābe a man for a whileā, there are also some who ādaredā to use the attributes of worship women because he believes that him self is a women. Religious thought of students of Senin-Kamis Transgender Islamic Boarding School asserts that being transgender is a destiny that God should be lived, not deceived. While humans are the true faith, to worship and do not harm others, then they think that is the truth of Islam that must be appreciated. Third, his true humanism regard Islamic law based on the standard and nature of humanity. Thatās why, the humanity of transgender religious considerations should be applied as the law of Islam, some of which can be realized through the formulation āIslamic law of transgenderā (fiqh al-mukhannats), which is a set of Islamic legal thought (fiqh) undergoing religious specialized transgender in the conditions of life on the basis of specificity
Relasi Gender Dalam Islam
The differences between men and women still have problematic sides, both in terms of the substance of events and the roles they play in society. The biological anatomical differences between the two are quite clear. However, the effects arising from these differences raise debate, because it turns out that differences in biological sex (sex) have given birth to a set of cultural concepts. This cultural interpretation of gender differences is called gender. Biological differences between men and women have implementative value in cultural life. This fact will be very interesting if it is connected with the Qur'an as the main source of Islamic teachings. The Al-Qur'an is very wise in talking about gender issues by prioritizing the principles of justice, equality and partnership. Nor does the Qur'an deny that there is a difference (distinction) between men and women, but this difference is not a distinction (discrimination) that benefits one party and harms the other.The principles that the Qur'an brings regarding gender have been given various understandings by interpretation scholars and fiqh scholars. As a result, the ideal relationship between men and women as creatures of Allah SWT has occurred at a certain level of distortion, in which one party becomes superior to the other
Peran Instagram dalam Strategi Digital Public Relations bagi Industri Perhotelan di Kota Malang
Praktik public relations yang merupakan bagian dari strategi komunikasi perlu disesuaikan dengan era ekonomi digital. Penelitian ini mengidentifikasi peran Instagram sebagai media digital dalam praktik kehumasan di industri perhotelan, berfokus pada hubungan dengan pelanggannya. Seiring dengan tingginya jumlah pengguna media sosial di Indonesia, hotel dan hubungan pelanggan dapat diidentifikasi dari interaksi mereka di Instagram. Berdasarkan topiknya, dilakukan metode kualitatif, wawancara dengan informan yang dipilih secara purposive dikumpulkan untuk mendapatkan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Instagram merupakan media yang efektif untuk membangun kepercayaan antara hotel dan pelanggannya karena tiga alasan. Pertama, menciptakan hubungan langsung karena pelanggan dapat dengan mudah berkomunikasi dengan pihak hotel untuk menanyakan informasi apa pun dengan mengirimkan pesan langsung atau menambahkan komentar. Kedua, Instagram mungkin bisa memberikan customer experience melalui kuis-kuis seputar product knowledge hotel atau hal-hal terkait lainnya. Ketiga, Instagram memungkinkan pelanggan untuk berbagi informasi positif tentang hotel dengan berbagi foto selama mereka menginap. Kepercayaan yang dibangun diharapkan dapat mendukung hotel untuk bersaing di era digital.
Kata Kunci: Instragram; public relations; strategi komunikasi
 
Perempuan dalam posisi kepemimpinan pendidikan
Rendahnya jumlah wanita potensial dalam posisi kepimpinan telah menyebabkan kesenjangan gender tidak hanya di pendidikan tetapi juga di tempat kerjalainnya. Masyarakat telah menyepakati hanya laki-laki yang bisa menjadi pemimpin yang baik; oleh karenanya masyarakat masih tetap menolak akses wanita dalam kepemimpinan karena tidak sesuai dengan norma yang berlaku. Wanita yang menginginkan posisi kepemimpinan menghadapi hambatan-hambatan dan seringkali harus menyerah karena merasa tidak mampu mengatasi berbagai hambatan itu.Laki-laki dan perempuan memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda, tapi perbedaan ini bukan berarti yang satu lebih baik dari lainnya. Kenyataannya, perilaku efektif kepemimpinan erat hubungannya dengan karakteristik yang dapat diatribusikan kepada feminitas
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA DI SMPN DEPOK SLEMAN
Kepemimpinan pondok pesantren: individual atau kolektif
Dalam suatu kelompok atau organisasi dapat dipastikan ada pemimpinnya. Adanya pemimpin dalam suatu kelompok bisa karena ādipaksaā harus ada ataupun karena āmemang harusā ada (natural). Dari perspektif ini maka banyak orang mencari bentuk-bentuk kepemimpinan dalam setiap kelompok manusia dan menentukan pemimpin mana yang akan membawa kelompoknya mencapai hasil gemilang di masa depan. Pemimpin manusia, dalam hal ini pesantren yang terpilih tentu juga manusia, yang membawa sekian potensi untuk dikembangkan. Dalam konteks ini maka orang berbicara teologi kepemimpinan, yaitu suatu gerakan dasar (keyakinan tersembunyi) yang menggerakkan pemimpin berbuat sesuatu. Dalam proses penggerakan ini pandangan pribadi pemimpin ikut berbicara. Agama yang dianut, ajaran yang ditaati, situs sosial yang memaksa, dan pengalaman diri, masing-masing bisa terbentuk menjadi basis teologis itu. Maka sangat sulit melihat potensi teologi tunggal apa yang menyebabkan pemimpin membawa kelompoknya ke depan. Artikel ini membahas aspekaspek kepemimpinan pesantren dan mencoba menawarkan gagasan bagi kemajuan pesantren melalui kepemimpinannya. Sebelum sampai pada inti makalah ini perlu dibahas secara detail aspek-aspek kemepimpinan pada umumnya
Kepemimpinan pondok pesantren: individual atau kolektif
Dalam suatu kelompok atau organisasi dapat dipastikan ada pemimpinnya. Adanya pemimpin dalam suatu kelompok bisa karena ādipaksaā harus ada ataupun karena āmemang harusā ada (natural). Dari perspektif ini maka banyak orang mencari bentuk-bentuk kepemimpinan dalam setiap kelompok manusia dan menentukan pemimpin mana yang akan membawa kelompoknya mencapai hasil gemilang di masa depan. Pemimpin manusia, dalam hal ini pesantren yang terpilih tentu juga manusia, yang membawa sekian potensi untuk dikembangkan. Dalam konteks ini maka orang berbicara teologi kepemimpinan, yaitu suatu gerakan dasar (keyakinan tersembunyi) yang menggerakkan pemimpin berbuat sesuatu. Dalam proses penggerakan ini pandangan pribadi pemimpin ikut berbicara. Agama yang dianut, ajaran yang ditaati, situs sosial yang memaksa, dan pengalaman diri, masing-masing bisa terbentuk menjadi basis teologis itu. Maka sangat sulit melihat potensi teologi tunggal apa yang menyebabkan pemimpin membawa kelompoknya ke depan. Artikel ini membahas aspekaspek kepemimpinan pesantren dan mencoba menawarkan gagasan bagi kemajuan pesantren melalui kepemimpinannya. Sebelum sampai pada inti makalah ini perlu dibahas secara detail aspek-aspek kemepimpinan pada umumnya
- ā¦