15 research outputs found
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI KETIDAKBERHASILAN PENGENDALIAN STATUS GLIKEMIK PADA DM TIPE II (STUDI KASUS DI TPK YAKES TELKOM AREA JATENG DAN DIY)
MAGISTER EPIDEMIOLOGI
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI KESEHATAN
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2008
ABSTRAK
LILY KRESNOWATI
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI
KETIDAKBERHASILAN PENGENDALIAN STATUS GLIKEMIK PADA DM TIPE II (STUDI KASUS DI
TPK YAKES TELKOM AREA JATENG DAN DIY)
Latar Belakang : Pengendalian status glikemik pada diabetisi yang tidak adekuat sampai saat ini
masih menjadi masalah kesehatan mayor di berbagai negara, bahkan Amerika (AS) sekalipun. Yang
dimaksud dengan pengendalian status glikemik adalah kadar HbA1c berada dalam batas yang
ditentukan oleh konsensus yang ada. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi ketidakberhasilan pengendalian status glikemik.
Metode penelitian : Penelitian ini merupakan studi epidemiologi observasional analitik dengan desain
kasus-kontrol. Kasus adalah pasien rawat jalan di TPK dan TPK Khusus yang telah didiagnosis dokter
sebagai pasien DMT2 dengan hasil pemeriksaan HbA1c rata-rata 6 bulan terakhir, tergolong status
glikemik tak terkendali (HbA1c > 8%). Adapun kontrol adalah penderita DMT2 dengan status glikemik
terkendali (HbA1c < 8 %). Analisis data menggunakan program SPSS versi 15.0 meliputi analisis
univariat, analisis bivariat dengan uji X2 (Chi-Square) dan X2 linier for trends, serta analisis multivariat
dengan uji Multiple Logistic Regression metode Backward Conditional.
Hasil Penelitian : Analisis multivariat menunjukkan faktor yang terbukti berpengaruh terhadap
ketidakberhasilan pengendalian status glikemi, yaitu : Edukasi Dokter/Internist yang tidak adekuat (OR
Adjusted = 8,35 ; 95% CI : 2,72 – 25,61), Sikap yang negatif (OR = 7,28 ; 95% CI : 2,01 – 26,32),
Praktik yang tidak baik (OR = 4,55; 95% CI : 1,60– 12,93), dan Kebiasaan Olah Raga yang Tidak Baik
(OR = 8,90; 95% CI : 3,17 – 24,99). Individu dengan faktor-faktor tersebut di atas memiliki probabilitas
untuk tidak berhasil mengendalikan status glikemik sebesar 99,23 %. Adapun faktor-faktor yang tidak
terbukti mempengaruhi ketidakberhasilan pengendalian status glikemik adalah Tingkat Pendidikan,
Status Sosioekonomi, Edukasi Ahli Gizi, Pengetahuan, Pengaturan Diet, Obesitas, Pola Minum Obat
dan Depresi.
Kesimpulan : Edukasi Dokter/Internist yang tidak adekuat , Sikap yang negatif, Praktik yang tidak baik
dan Kebiasaan Olah Raga yang tidak baik terbukti mempengaruhi ketidakberhasilan pengendalian
status glikemik
Kata Kunci : Studi Kasus-Kontrol, Status glikemik, Pengendalian
Kepustakaan : 73 (1990-2008)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
MASTER’S DEGREE OF EPIDEMIOLOGY
CONSENTRATION OF HEALTH EPIDEMIOLOGY
POST GRADUATE PROGRAM OF DIPONEGORO UNIVERSITY SEMARANG
2008
ABSTRACT
LILY KRESNOWATI
INTERNAL AND EXTERNAL FACTORS THAT AFFECTING UNSUCCESFUL GLYCEMIC CONTROL
IN TYPE II DM (CASE STUDY AT TPK YAKES TELKOM AREA JATENG & DIY)
Background : Inadequacy of glycemic control in diabetes still becoming major health problems in many
country, even in United States of America (US). Controlled glycemic status means that the level of
HbA1c is within boundaries set by Consensus on Diabetes. This research is aimed to find out what are
internal and external factors that affecting glycemic control in type II diabetes.
Methods : This research is observational analytic epidemiological study using Case-Control design.
Cases are outpatients in TPK and TPK Khusus which had been diagnosed as Type II diabetician with
average HbA1c of the last 6 months classified as uncontrolled (HbA1c > 8%), and Controls are those
with average HbA1c controlled (HbA1c < 8%). Datas are analyzed by SPSS Program version 15.0
including univariate analysis, bivariate analysis using X2 (Chi-Square test) and X2 linier for trends, and
multivariate analysis using Multiple logistic regression with Backward conditional method.
Results : Multivariate analysis shows that factors which proved to affect glycemic control are :
Inadequate Education from Doctor/Internist (OR Adjusted = 8,35 ; 95% CI : 2,72 – 25,62), Negative
Attitude (OR = 7,28; 95% CI : 2,02 – 26,31), Bad Practice (OR = 4,55; 95% CI: 1,60 – 12,93), and
Inadequate Exercises (OR = 8,90; 95% CI : 3,17 – 24,99). Individual with those factors has probability
to unsuccesful glycemic control up to 99,23%. Factors which are not proved to affect glycemic control
are : Level of Education, Socioeconomic status, Education from Nutritionist, Knowledge, Dietetic
Arrangements, Drug-taking Patterns, Obesity, and Depression.
Conclusion : Factors that proved to affect unsuccessful glycemic control are : Inadequate Education
from Doctor/Internist, Negative Attitude, Bad Practice, and Inadequate Exercises.
Keywords : Case-Control, Glycemic status, Control
Bibliography : 73 (1990 – 2008)
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.co
FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BAYI DAN BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PURWOYOSO SEMARANG
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, penderita ISPA khususnya pneumoniapada usia 6 bulan. Bagi Puskesmas diharapkanmeningkatkan penyuluhan tentang ASI eksklusif dan gizi pada bayi dan balita, memberikanmakanan tambahan kepada bayi dan balita untuk meningkat status gizi dan mencegahkejadian gizi buruk.Kata Kunci : ISPA, Bayi dan Balit
AKURASI KODE DIAGNOSIS UTAMA PADA RM 1 DOKUMEN REKAM MEDIS RUANG KARMEL DAN KARAKTERISTIK PETUGAS KODING RAWAT INAP RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS PERIODE DESEMBER 2009
Background: Coding is one of the Medical Record services to support quality services in Hospital. Writing code disease was useful for getting information about group of disease and for an input to decision making for hospital management and getting reimbursement equal for provider health care services. Skill of staff in coding could determine accurate disease code. The aim of research is to examine accuracy main code diagnosis and characteristic of coding’s staff in Mardi Rahayu Hospital, Kudus. Base on result survey on May, 2009, found code diagnosis was not accurate amount 10 % from 30 DRM (document of medical record).Method: Kind research is descriptive by using observation method and interview by cross sectional approach. Populations in research are all of code main diagnosis document medical record in Karmel room pe riod treatment December, 2009. The instrument is used check list, ICD-10 volume 1 and 3. Analysis of data used descriptive in narrative and tabulation form.Result: Base on result observation to main code diagnosis on 148 DRM showed 69.59% data was accurate and 30.41% was not accurate. Staff of coding has been work in coding part in one years ago, has education background Diploma III medical record and health information but they all have not ever follow training coding medical record. Training for coding and give advice to doctors by medical committee was recommended.Keywords: coding, accurac
HUBUNGAN ANTARA SPESIFITAS PENULISAN DIAGNOSIS TERHADAP AKURASI KODE PADA RM 1 DOKUMEN RAWAT INAP RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SEMARANG
Rumah sakit Bhayangkara Semarang merupakan rumah sakit tipe C yang telah menggunakan ICD-10 sebagai pedoman koding, di rumah sakit tersebut belum pernah diadakan penelitian untuk mengetahui adanya hubungan antara spesifisitas penulisandiagnosis utama terhadap akurasi kode diagnosis utama pada lembar RM 1 dokumen rekam medis rawat inap di rumah sakit Bhayangkara Semarang periode 2011.Penelitian ini menggunakan metode observasi dengan pendekatan crossectional dan jenis penelitian analitik, sedangkan populasi dari penelitian ini adalah 3.833 berkas rekam medis rawat inap periode 2011 sehingga diperoleh sampel sebanyak 98 berkas yang diambil dengan menggunakan tekhnik sampel random sampling sedangkan untuk pengolahan data menggunakan rumus Chi-Square (x²).Hasil pengamatan jumlah penulisan diagnosis utama yang spesifik pada dokumen rekammedis rawat inap sebanyak 78,57 % dokumen rekam medis rawat inap, sedangkanakurasi kode penyakit pada diagnosis utama yang spesifik sebanyak 94,80 % dokumen, dan akurasi kode penyakit pada diagnosis utama yang tidak spesifik sebanyak 28,57 %dokumen rekam medis rawat inap. Dari hasil pengolahan data diperoleh hasil X² tabel = 2,71 dan X2 hitung = 46,31 jadi X2 hitung > X2 tabel maka maka Ho ditolak dan Ha diterima yangartinya ada hubungan antara spesifisitas diagnosis utama dan akurasi kode penyakit. Maka kesimpulan yang diperoleh yaitu, bahwa untuk mendapatkan akurasi kode penyakit, tidak hanya dipengaruhi oleh penulisan diagnosis utama yang spesifik saja tetapi dipengaruhi juga oleh ketelitian petugas koding serta factor-faktor lain yang mempengaruhi.oleh karena itu petugas koding sebaiknya aktif dalam mencari informasi jika menemukan diagnosis utama yang tidak spesifik serta perlu adanya peningkatan pengetahuan petugas koding dengan diikutkan dalam pelatihan koding ICD-10.Kata kunci : spesifitas diagnosis utama, akurasi kode penyakit menurut ICD-1
ANALISIS FAKTOR PENYEBAB KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS (DM) TIPE-2 DI RSUD TUGUREJO SEMARANG
Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secaralangsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Mengingat tingginyaprevalensi dan biaya perawatan untuk penderita DM maka perlu adanya upaya untukpengendalian kadar gula darah. Berdasarkan survei yang telah dilakukan pada RSUD TugurejoSemarang selama 3 tahun jumlah penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe-2 pada Tahun 2011-2012 sebanyak 1745 kasus pasien Rawat Jalan.Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui faktor-faktor (asupan makan dan latihan jasmani) yang berhubungan dengankadar gula darah pada penderita DM Tipe-2 di RSUD Tugurejo Semarang.Jenis penelitian ini adalah explanatory research dengan metode survei dan pendekatan crosssectional. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat jalan Diabetes Mellitustipe-2 yang melakukan cek gula darah di RSUD Tugurejo Semarang bulan September2013.Sampel diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling dengan besar sampel sebanyak 30 responden.Uji yang digunakan adalah menggunakan Fisher’s ExactHasil statistik menunjukan faktor yang berhubungan dengan kadar gula darah adalah latihanjasmani (p-value:0.0060.05), lemak (p-vaue:0,678>0.05),protein (p-vaue:1.000>0.05).Rekomendasi yang disarankan peneliti pada penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe-2 dianjurkanuntuk melakukan pencegahan dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin minimal 3 kalisepekan, dan memperbanyak aktifitas di rumah. Selain itu melakukan kontrol gula darahsecara rutin minimal sebulan sekali.Kata kunci : Diabetes Mellitus Tipe-2; asupan makan: karbohidrat, protein, lemak; latihanjasmani; kadar gula darah
PEMETAAN SEBARAN SEPULUH BESAR PENYAKIT DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sepuluh besar penyakit dan memetakan sebaran sepuluh besar penyakit di pusat kesehatan masyarakat Mojosongo dengan berbasis sistem informasi geografis (SIG). Penggunaan SIG dibidang kesehatan yaitu sebagai penyedia data atribut dan spasial yang mampu menggambarkan distribusi penderita suatu penyakit, pola atau model sebaran penyakit dan fasilitas pendukungnya. Melalui pemetaan sebaran penyakit diharap informasi tentang titik dan angka sebaran penyakit dapat lebih mudah diakses sebagai pertimbangan pengambilan keputusan.Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Pengambilan data dengan cara mengambil data sekunder yang telah terdapat dalam sistem informasi Puskesmas. Proses pengolahan dan pembuatan Peta menggunakan aplikasi ArcGis. 10.1.Dari penelitian ini, didapatkan dua hasil sebagai berikut: sepuluh besar penyakit yang sering muncul di Puskesmas Mojosongo yaitu Influenza, Defisiensi Vitamin, Gastritis, Sakit Kepala, Hipertensi, Diare, Faringitis, Sakit Gigi, Asma, dan Konjungtivitis, dengan jumlah total kasus sebanyak 26.647 kasus. Serta diperoleh hasil peta sebaran sepuluh besar penyakit di Puskesmas Mojosongo pada dengan berbasis Sistem Informasi Geografis. Desa Jurug menjadi wilayah yang paling sering diklasifikasikan sebagai desa dengan kejadian kasus penyakit sangat tinggi dan Desa Butuh menjadi desa paling sering diklasifikasikan sebagai sebagai desa dengan kejadian kasus penyakit sangat rendah.</p
FAKTOR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI POSYANDU SENJA CERIA SEMARANG
Hipertensi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan gangguansuplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah sampai ke jaringan tubuh.Mengingat besarkasus dan bahaya yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi maka perlu dilakukan pencegahan,sehingga di masa mendatang prevalensi hipertensi dapat diturunkan. Tujuan penelitian iniadalah mengetahui faktor-faktor risiko (faktor keturunan, merokok, IMT, olahraga, dan konsumsikopi) yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada lansia di Posyandu Lansia SenjaCeria Semarang 2013.Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan case control.Lokasi penelitianini di Posyandu Lansia Senja Ceria Semarang.Variabel bebas dalam penelitian ini adalahfactor keturunan, merokok, IMT, olahraga, dan konsumsi kopi. Sampling penelitian ini adalahkasus penderita hipertensi sebanyak 15 orang dan kontrol yang tidak menderita hipertensisebanyak15 orang. Analisis dilakukan dengan ujichi square menggunakan program SPSS16.0 for windows dengan nilai kepercayaan 95% dan tingkat signifikansi 0,05.Hasil penelitian ini adalah bahwa ada hubungan antara keturunan dengan kejadian hipertensi(p value 0,05) dengan OR 21,000, ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi (p value 0,014) dengan OR 16,000,tidak ada hubungan antara kebiasaan merokokdengan kejadian hipertensi (p value 1,000), tidak ada hubungan antara IMT dengan kejadianhipertensi (p value 1,000), tidak ada hubungan antara kebiasaan minum kopi dengan kejadianhipertensi (p value 0,427).Berdasarkan hasil penelitian agar responden melakukan olahraga secara teratur minimal 3-4 kali per minggu selama 30-40 menit, mengendalikan berat badan normal dengan makanmakanan yang sehat dan pentingnya melakukan pemeriksaan tekanan darah secara teraturkhususnya apabila mempunyai riwayat keturunan hipertensi.Kata Kunci : Faktor Risiko, Hipertensi, LanjutUsi
Studi Kualitatif tentang Kompetensi Tenaga Koder dalam Proses Reimbursement Berbasis System Case-mix di Beberapa Rumah Sakit yang Melayani Jamkesmas di Kota Semarang
Penyelenggaraan Jamkesmas dengan sistem Case-mix berbasis INA-DRG
(yang kemudian berganti dengan INA CBG’s) beberapa tahun terakhir ternyata masih
menghadapi berbagai kendala dalam implementasinya, khususnya terkait proses
reimbursement dari tagihan biaya pelayanan RS. Salah satu aspek yang paling
berpengaruh terhadap keberhasilan proses klaim adalah kode diagnosis penyakit dan
tindakan yang dilakukan oleh tenaga koder yang professional di RS. Tenaga koder yang
dipilih oleh RS untuk menangani case-mix memiliki kompetensi yang memadai ditinjau
dari latarbelakang pendidikan sebagai DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.
Namun pada praktiknya di lapangan masih dijumpai kendala-kendala dalam proses
koding untuk reimbursement ini.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk mengetahui Kompetensi Tenaga
Koder dalam menunjang Proses Reimbursement Berbasis Sistem Case-mix di Beberapa
Rumah Sakit di Kota Semarang. Objek penelitian adalah tenaga koder di RS yang
bertugas di bagian koding case-mix dan Supervisornya (atasan langsung). Data
dikumpulkan dengan metode wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif dan dibandingkan dengan teori yang ada
untuk kemudian dibuat suatu kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman kerja koder sangat
berpengaruh terhadap kinerja koder, baik dalam hal kecepatan maupun akurasi.
Kurikulum pendidikan tentang koding dirasakan masih kurang dalam menunjang
kemampuan koding. Kompetensi tambahan yang sangat diperlukan untuk menunjang
kemampuan tenaga koder adalah dasar pengetahuan tentang anatomi, fisiologi,
terminology medis, ilmu penyakit dan farmakologi. Adapun kendala non-teknis yang tidak
terkait kompetensi yang sering dialami tenaga koder adalah; penulisan diagnosis yang
tidak lengkap, tulisan dokter yang tidak jelas terbaca, serta ketidaklengkapan dokumen
RM. Harapan yang disampaikan oleh supervisor koder sebagai wakil dari pihak
manajemen terutama adalah agar kode yang dihasilkan bisa lebih akurat sehingga
proses klaim reimbursement lancar. Dengan demikian disimpulkan bahwa kompetensi
tenaga koder di RS masih perlu ditingkatkan, antara lain melalui pelatihan-pelatihan
tingkat mahir.
Kata Kunci : Kompetensi koder, Kode Penyakit, Casemi
FACTORS THAT AFFECTING THE ACCURACY OF CODING DIAGNOSIS AND MEDICAL PROCEDURES OF INPATIENT HEALTH RECORDS IN 1ST SEMESTER 2013 AT PUBLIC HOSPITAL (RSUD) OF SEMARANG DISTRICT
Since the implementation of Prospective Payment Systems with Case-mix Classification based on Diagnosis Related Gmts (DRG’s) all over the World‚ the coding of main diagnosis and medical procedures has played an important role in health care reimbursement. The accuracy of coding has becoming primary conditions In claim reimbursement Many hospitals suffered loss in reimbursement due to inaccuracy of coding diagnosis and procedures. In Indonesia, the same problems occurred in many government hospitals served for Jamkesmas. One of those is RSUD Kota Semarang.
In coding process, there are many factors that have roles in producing accurate codes; roles of medical staff (doctors), health information management (HIM) staff, completeness of medical records, facilities and infrastructures, and last is management policies. This research is aimed to analyze those factors affecting the accuracy of coding main diagnosis and medical procedures in health record of inpatlents during 1 semester of 2013 at RSUD (Public Hospital) Semarang District. Research is conducted quantitatively to get the status of coding accuracy. and qualItatively to know which factors affecting the coding accuracy through Focused Groups Discussion. Subjects of research are; coder specialized In handling Jamkesmas claims, head of HIM department, medical staff (doctors) as the person responsible of the main diagnosis and medical procedures written in the records. Besides, observation to completeness of the records, facilities and Infrastructure, and also management policies related to coding procedures are also obtained.
The results are as follows ; Quantitatively. the status of coding accuracy are quIte good, with 37% accurate for main diagnosis codes, and 50% for medical procedure codes. Qualitative datas revealed for the factors affecting the accuracy status of coding main diagnosis an medical procedures are ; (a) The main diagnosis assigned by the doctors are not in accordance to the morbidity rules in lCD- 10. that made the coders have to do deep analysis through the records to be able to assign the right codes. But this can lead into coding error when the coders has mistakenly assuming the diagnosis or couldn’t got the appropriate infomation. (b) Despite of the educational backgrounds in HIM, coders do not have sufficient knowledge about procedures In medicine, so they may picked up the wrong codes (C) Lack of completeness of health records has contributed in the wrong assignment of codes. But (d) All facilities and infrastructures and also management policies related to Coding Procedures have been supportively enhance the coding process, only that dissemination and implementation of the policy must be re-evaluated in the aspects of discipline and enforcement.
In Conclusion, improvement of coding quality in RSUD Kota Semarang must involved all doctors responsible for determining the main diagnosis and medical procedures. coders and also improvement in the quality of health records. to produce more highly status of coding accuracy of main diagnosis and medical procedures
Keywords: coding accuracy, inpatient health records, factors