437 research outputs found
Wacana Media Massa Tentang Keikutsertaan Unjuk Rasa Kepala Daerah Menolak Kenaikan Harga Bbm
Government's initiative to r aise fuel price on April 1, 2012 was faced with demonstration in a numberof regions. In fact, local goverenment heads mobilized the people and led a demonstration. Their involvement in the demonstration made the news, evoked polemic and discourses in mass media. This writting dealt with mass media discourses regardingthat issue. This research's used method of socialsemiotic as introduced by Halliday. That method consists of three aspects: 1) Field of discourse (what mass media's discourse); 2) Tenor of discourse (persons on the news, their characters, positions, and roles; 3) Mode of discourse (how to describe field and tenor of discourse). This research shows that discourses on media are divided into three groups: first, discourse of law & ethics violation conducted by local government heads. Second, discourse of no-law & ethics violation. Third, discourse of no-lawviolation but ethics disrespectfullness. Discourseson media which were involved in heated fight were propalace discourse versus opponent media. Propalace discourse always referred to resources from palace's insiders. Opponent media used politicians, critics as their resources. Those two opposing groups of media harnessed language to legitimate their own argument, and delegitimate discourse in contrasting. Rencana pemerintah menaikkan harga BBM 1 April 2012disambut aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Kepala daerah bahkan menggerakkan massa dan memimpin jalannya unjuk rasa. Keikutsertaan mereka dalam unjuk rasa menjadi pemberitaan media massa, menimbulkan polemik dan pertarungan wacana di media massa. Tulisan ini membahas wacana media massa tentang isu di atas. Penelitian ini menggunakan metode Semiotika Sosial Halliday. Metode ini terdiri dari tiga komponen: 1) Medan Wacana (apa wacana media massa); 2) Pelibat Wacana (orang-orang yang dicantumkan dalam teks berita, sifat, kedudukan, dan peranan mereka; 3) Sarana Wacana (cara menggambarkan medan, dan pelibat wacana). Temuan penelitian menunjukkan bahwa wacana media massa terkategori menjadi 3 (tiga). Pertama, wacana adanya pelanggaran hukum dan etika yang dilakukan kepala daerah. Kedua, wacana tidakadanya pelanggaran hukum dan Etika. Ketiga, wacana tidak adanya pelanggaran hukum, namun ada pelanggaran etika. Wacana media yang sengit bertarung adalah wacana yang proistana dan media oposan. Wacana media yang proistana selalu merujuk sumberberita yang berasal dari lingkaran istana. Media oposan menjadikan politisi dan para pengamat sebagai sumber berita. Kedua kubu ini menggunakan bahasa untuk melegitimasi argumen mereka masing-masing, dan mendelegitimasi wacana yang berseberangan
Media Dan Konstruksi Realitas
Ledakan bom terjadi 15 April 2011 di masjid Al Dzikro Polres Cirebon. Ini menarik perhatian media massa termasuk Koran Tempo. Realitas yang disajikan Tempo bukanlah relitas sebenarnya, tetapi realitas yang mengalami proses seleksi, konstruksi dan rekonstruksi. Masalah penelitian yang dikaji adalah bagaimana Tempo mengonstruksi realitas ledakan bom bunuh diri di Cirebon itu serta frame- frame yang muncul dalam pemberitaannya. Mengetahui konstruksi T empo penting karena ia merupakan salah satu media powerfull yang memiliki otonomi redaksi. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif melalui analisis framing model Pan and Kosicky. Hasilnya menunjukkan Koran Tempo melihat pelaku ledakan ini sebagai bagian dari aksi bunuh diri, pelakunya bagian dari kelompok jaringan khusunya Aceh. Struktur pemberitaan yang dikaji adalah elemen framing: skematik, skrips, tematik dan retorik. Skematis: Koran Tempo menghubungkan pelaku bom memiliki kaitan dengan aksi teror di tanah air. Sumber utama beritanya adalah kepolisian. Latar informasi yang dimunculkan, aksi teror yang terjadi di tanah air. Skrip: Tempo memosisikan keterangan yang dikutip saling melengkapi serta secara lengkap disampaikan. Tematik: Tempo meyakini bahwa pelaku bom berkaitan dengan jaringan lokal, Aceh pada mana Abu Bakar diduga terlibat. Secara Retoris: Koran Tempo melakukan pemberian aposisi, dan penekanan teks dengan elemen grafis
Konstruksi Nilai-Nilai Demokrasi Kelompok Islam Fundamentalis di Media Online
Indonesia sebagai negara demokrasi harus melaksanakan sistem dan nilai-nilai demokrasi. Implementasi demokrasi ini mendapat tantangan sebagian umat Islam (kelompok fundamentalis). Studi literatur menunjukkan bahwa hubungan demokrasi dan Islam lebih banyak disorot dari sisi politik dan pada tataran prosedural (pemilihan umum). Peneliti terjebak cara berfikir oposisi biner: Islam moderat versus fundamentalisme. Artikel ini membahas konstruksi wacana nilai-nilai demokrasi oleh kelompok Islam fundamentalis di media online. Kelompok Islam fundamentalis yang dimaksud adalah JAT, MMI, dan HTI. Aspek yang dikaji adalah konstruksi kelompok Islam fundamentalis terhadap HAM, kebebasan beragama, kelompok minoritas, kebebasan berekspresi. Penelitian ini menggunakan perspektif Teori Konstruksi Realitas Sosial dan model analisis wacana Theo Van Leeuwen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penolakan mereka terhadap demokrasi sebatas pemilihan umum. Mereka menerima nilai-nilai demokrasi berupa HAM, kelompok minoritas, dan kebebasan berekspresi. Mereka cenderung menolak kebebasan beragama. Penerimaan mereka terhadap nilai-nilai demokrasi tersebut harus dipahami dalam konteks bisa didamaikan dengan nilai-nilai Islam. Kelompok Islam fundamentalis melakukan adaptasi, reinterpretasi, kontekstualisasi nilai-nilai demokrasi sesuai dengan aspirasi Islam. Media online adalah sarana efektif untuk mendiseminasikan gagasan mereka. Kajian selanjutnya dianjurkan untuk memperdalam fenomena fundamentalisme ini pada aspek pemaknaan, pengalaman, atau dialektika mereka sebagai agen/struktur
Riset Penggunaan Media Dan Perkembangannya Kini
Theory of Uses-and-gratifications (U & G) is one of theories used by most of media USAge studies. This theory gives an attention on what people do with media. Formely, that theory was develoved by Kazt and Gurevic. Recently, it has develoved siginificantly, specially on its gratifivations concept. This significant development was influenced by the develpment of new media (internet). This article studied about state of the art of the theory within last 13 years. The result showed that the theory was fuctioned as single or core theory in most studies. Sometimes, several studies used other theory for example Media Dependency Theory. Although those two theories were different to each other in their elements (assumption and concept), but they have a similarity in the term of the study object (audience), and in theoretical tradition (social-psychological). Its gratification concept has a propensity to be miscellaneous. Moreover, media that met with an audience\u27s need have been developing from traditional into new media (internet), even into certain application. Past research approach was generally quantitative by surveying, and sometime qualitative approach to enrich data. Additionally, most surveys were conducted by internet (online surveys)
Media Sosial: Antara Kebebasan Dan Eksploitasi
Communication technology has contributed to any social change, from printing press, to internet which include social media. The Internet presence plays an important role in social events such as Revolution in Egypt, Arabic Spring in Middle east. In Indonesia, social media creates social cohesion as seen in the conflict between Corruption Eradication Commission of Indonesia (KPK) versus National Police or case of "Gecko vs Crocodile", and "Coins for Prita ". This paper will discuss the social media phenomenon and explain who get the most benefit from it. The results shows that participants feel having the freedom to participate in public space, circulate media content, and establish friendships. Actually, what happens in social media is exploitation by the conglomerates to media users. Participating in social networking media such as uploading of video, audio or article is like the unpaid workers. Social networking media owners benefit from the ads. instead. Youtube benefits from advertisers, and facebook and other social media do too. Contrarily, users do not realize that their activities are part of the elite media economic interests. Furthermore, in cyberspace, there is panoptic surveillance: participants are being monitored by the media, although they do not perceive it
Monopoli Kepemilikan Media & Lenyapnya Hak Publik
This article will discuss about how practice of monopoly conducted by media corporates and the effect to audience. I explain this matter by elaborating cases of the monopoly in America's media and Indonesia one. Cases may change and be different between past time and now. However, the concept of monopoly and characteristics of the media as an economy or business institution are the same. Media tend to concentrate the ownership or monopoly in order to be dominant. The real goal of media are money or profitability and influence. Ideally, media must ensure the diversity of media ownership both structurally organizationally. Culturally, media must prioritize the plurality of content. Mass media should also be a public sphere. The lack of diversity of media owners can be a barrier to create plurality of media content. Accordingly, media is only a apparatus/tool for both media elites and political party elites, not for public interest. Media watchdogs (e.g., Indonesian Broadcasting Commission and The Indonesian Press Board) should be more critical in evaluating media content in order to be more oriented to public interest, not for vested interest
Dominasi Wacana Anti-politik Barat Pada Media-muslim Revivalis (Analisis Wacana Model Teun Van Dijk Tabloid Media Umat Edisi Pemilu 2014)
Indonesia as a democratic country has conducted general elections since 1955. Democracy originating from Greece has globalized. In other word, it becomes grand narratives. In Indonesia, muslim media responds democracy differently. Some media denies it because of spirit to implement islam totally (revivalism). Media Umat tabloid is a media which voice discourse of ant-western politic (anti-democracy). This article dealts with how media delegitimize democracy as product of the West, and what the reasons media delegitimize it. This discourse analysis harnesses analysis model introduced by Teun Van Dijk. This one focuses on textual structure. This research shows that Media Umat Tabloid focuses to delegitimize political parties because of their inability to make an improvement for Indonesia. According to Media Umat, The root cause is secularism & capitalism. The argumentation to delegitimize based on two different contexs. First, performance of political and legal institutions do not make an improvement and welfare. Oppositely, they do corruptive actions. Democracy tends to be on the side of capitalist and only and brings about demagogue. Second, delegitimzation on the basis of theological argument that democracy is incompatible with Islamic canon (syari'ah). Indonesia sebagai negara demokratis sudah menyelenggarakan proses pemilihan umum. Demokrasi yang berasal dari bangsa Yunani kini menjadi sistem yang mendunia, grand narratives. Di Indonesia, konsep ini mendapat penolakan dari umat islam. Penolakan ini dikaitkan dengan semangat untuk kembali ke sistem Islam secara total (revivalisme). Tabloid Media Umat adalah media yang menyuarakan wacana anti-demokrasi. Tulisan ini akan membahas bagaimana wacana delegitimasi sistem demokrasi sebagai produk Barat dilakukan oleh media tersebut, dan bagaiama media ini melakukan delegitimasi demokrasi. Penelitian menggunakan analisis wacana model Van Dijk yang fokus pada analisis struktur teks. Kesimpulan penelitian ini menunjukkan bahwa Tabloid MU mendelegitimasi Partai politik yang dinilai tidak akan menciptakan kemajuan dan menyelesaikan persoalan bangsa. Sebab, akarnya terletak pada sistem yang sekuler dan kapitalistik. Delegitimasi demokrasi didasarkan pada dua konteks yang berbeda. Pertama, kinerja lembaga politik dan hukum tidak mampu memberikan kemajuan dan kesejahteraan tapi malah berbuat korup. Demokrasi selalu berpihak kepada pemilik modal, dan melahirkan para demagogue. Kedua, delegitimasi atas dasar teologis. Demokrasi tidak sesuai dengan hukum Islam
Pola Penggunaan Media Digital Di Kalangan Anak Dan Remaja (Kasus Di Kota Jayapura Provinsi Papua)
Anak dan remaja memiliki hak mengakses informasi. Hak ini perlu diperhatikan, dilindungi, dan dipenuhi.Indonesia –bekerjasama dengan berbagai organisasi- berupaya mengembangkan kebijakan dan programprogramuntuk memenuhi hak tersebut. Salah satu programnya adalah kota layak anak. Penelitian inimemberikan dukungan data dan informasi mengenai pola penggunaan media digital pada anak dan remaja diPapua. Pendekatan penelitian ini bersifat kualitatif-eksploratif dengan teknik pengumpulan data dengan FGD.Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan media digital bertujuan untuk mendapatkan informasi danhiburan termasuk media sosial. Salah satu tempat mereka mengakses internet adalah warnet. Menurut data,sebagian besar warnet tidak dilengkapi dengan teknologi fi ltering atau pemberitahuan berbentuk pampletatau lainya. Selain itu, mereka belum pernah mendapatkan sosialisasi internet sehat. Akibatnya, sisi negatifpenggunaan internet lebih kuat dan lebih dominan ketimbang sisi positifnya (seperti penggunaan internetuntuk belajar, memperoleh informasi, dan interaksi sosial). Dampak negatif yang dimaksud adalah penggunaaninternet sebaagi medium berpacaran. Selain itu, keranjingan bermain games online mendorong anak danremaja mencuri uang dan melakukan pemalakkan, serta menggunakan waktu secara tidak proporsional.Sedangkan sisi positifnya adalah internet membantu pengerjaan tugas sekolah. Karena itu, pemerintahdiharapkan menangani dampak negatif penggunaan internet
The Emotional Intelligence of Final Semester Students of English Department in Facing the Thesis Writing at University of Sembilanbelas November, Kolaka
This study was aimed at determining the level of emotional intelligence and find out the dominant aspect of the emotional intelligence of final semester students of English Department at University of Sembilanbelas November, Kolaka. This study was a survey research. The respondents in this study were the final level students of English Department. The number of respondents in this study was 40 respondents. The instruments of this study were a questionnaire and interview guideline. The sampling technique was quota sampling technique. Based on the analysis of the result of the Mean and Standard Deviation, 37 respondents or 92.5% had a standard level of emotional intelligence and 3 respondents or 7.5% had a high level of emotional intelligence. From the result of the calculation of the data, the ideal Mean (Mi) and the ideal Standard Deviation (SDi) of each aspect of emotional intelligence, it was found that the dominant aspect in students' emotional intelligence was self-awareness, then followed by the aspect of empathy, then followed by the aspect of motivation, and then the aspect of social skills, and the latter was aspect of self-setting. To add, the level of their emotional intelligence was categorized as very high with SD
- …