44 research outputs found
IMPLEMENTASI PENGATURAN TRADING IN INFLUENCE DALAM PEMBAHARUAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001
Sejak reformasi, kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan masih sering terjadi. Korupsi dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa. Inilah yang melatarbelakangi lahirnya UNCAC. Sebagai negara yang telah meratifikasi UNCAC, Indonesia belum mengadopsi pengaturan Trade In Influence dalam hukum positifnya. Padahal jika ditelusuri lebih jauh, ada beberapa kasus yang jelas-jelas memiliki dimensiTrade in Influence namun sering disamakan dengan suap. Oleh karena itu, penulis dalam penelitian ini membahas tentang perbedaan suap dan Trade In Influence dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, serta urgensi penerapan rule of trading in influencer dalam reformasi tindak pidana korupsi di Indonesia. penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dalam penelitian iniserta didukung olehdata sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa Trade In Influence. seringkali memiliki kemiripan dengan penyuapan. Namun terdapat perbedaan mendasar antara Trade In Influence dengan suap, antara lain: perbedaan perbuatan baik hubungan trilateral / hubungan bilateral, subjek hukum, bentuk tindakan yang berkaitan dengan kewenangan atau bentuk penerimaan kedua perbuatan tersebut. Penerapan ketentuantrade in influence ke dalam hukum positif Indonesia menjadi urgensi yang penting, walaupun Indonesia telah menetapkan ketentuannya sendiri dalam Rancangan KUHP, namun ketentuan tersebut masih memiliki kelemahan dan belum mengakomodasi semua ketentuan yang terdapat dalam UNCAC. Upaya penerapan jual beli pengaruh kekuasan dapat dilakukan dengan pembaruan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI E-COMMERCE DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 (Studi Kasus Kerudungbyramana Bandung)
Pada era ekonomi digital saat ini, penggunaan media internet sebagai sarana perdagangan secara elektronik (e-commerce) mengalami perkembangan yang signifikan dan sangat pesat. Keberadaan regulasi e-commerce di Indonesia belum secara komprehensif dalam hal memberikan perlindungan hukum terhadap para pelaku e-commerce. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu tentang aspek pengaturan hukum bagi pelaksana dan pengguna e-commerce di Indonesia dan tentang pengaturan e-commerce yang diharapkan dapat diterapkan di Indonesia. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif atau penelitian hukum doktrinal, dimana penelitian hukum ini menekankan pada penelaahan dokumen-dokumen hukum dan bahan-bahan pustaka yang berkaitan dengan pokok-pokok permasalahan hukum. Strategi dalam hal pemasaran ekspor kerudung dengan menggunakan e-commerce ini merupakan bagian dari e-business, di mana cakupan e-business lebih luas, tidak hanya sekedar perniagaan tetapi mencakup juga pengkolaborasian mitra bisnis, negoisasi, pelayanan nasabah, lowongan pekerjaan dan lain-lain. e-commerce digunakan bukan hanya sebagai media pemasaran online biasa tetapi juga sebagai sarana untuk berinteraksi dan menarik para buyer agar lebih mudah dalam melakukan transaksi perdagangan nasional
KEKUATAN HUKUM PEMBUKTIAN SECARA AKTA OTENTIK DITINJAU DARI PASAL 1868 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DALAM PROSES SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN
The evidence system relies heavily on how a legal expert provides definitions for each of these evidences. Legal experts will, of course, provide a definition by first defining the meaning of a proof. Some experts express their opinion regarding the meaning of the term system of proof as follows: R. Subekti gives insight in evidence, namely the process of proving and convincing the judge of the truth of the arguments put forward by the parties in a dispute argued the process. Sudikno Mertokusumo takes a different view, namely that what is termed in a legal sense from the context of evidence is an attempt to give judges examining the case in question sufficient ground to provide assurance as to the truth of the proposed legal event. Provable are the events or legal relationships presented by the litigants, the dispute or dispute filed by the party but denied or denied by the other party. Evidence is provisions that provide outlines and guidelines about ways justified by law to prove wrongdoing in a dispute. Evidence is also a provision that regulates evidence that is justified by law and can be used by judges in proving a civil dispute. Evidence in Article 1865 of the Civil Code Evidence is: "Anyone who claims to have a right, or who designates an event to confirm his right or to refute a right of another, is obliged to prove the existence of that right or event which is stated". The proof is based on Article 1868 of the Civil Code which states that "an authentic deed is a deed in the form determined by law, made by or before public officials who have power for that at the place where the deed was made."
PERANAN PERBANKAN DALAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TIDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MELALUI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERBANKAN
ABSTRACTSecara umum, money loundering merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi tindak pidana, tindak pidana ekonomi, korupsi, perdagangan narkotika dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas tindak pidana. Pada dasarnya kegiatan tersebut terdiri dari tiga tahapan yang masing-masing berdiri sendiri tetapi seringkali dilakukan bersama-sama, Tahapan tersebut adalah Placement, Layering, Integration. Peranan Perbankan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang disini Bank adalah lembaga kepercayaan masyarakat yang memiliki kedudukan dan peranan penting dalam sistem perekonomian suatu negara, sehingga bank sering disebut sebagai jantung dari sistem keuangan. Keberadaan aset bank dalam bentuk kepercayaan masyarakat perlu selalu dijaga mengingat kepercayaan masyarakat sangat dibutuhkan bank untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan fungsi bank serta mencegah terjadinya bank runs and panics. Ada 3 tujuan kriminalisasi pencucian uang. Pertama, pencucian uang merupakan masalah yang serius bagi dunia international, maka harus dilakukan kriminalisasi. Kedua, aturan anti pencucian uang dipandang sebagai cara yang paling efektif untuk mencari pemimpin organisasi kejahatan ekonomi (leaders of organize criminal enterprise). Ketiga, bahwa pelaku pencucian uang lebih mudah di tangkap dari pada menangkap pelaku kejahatan utamanya (Predicate Offence). Kata Kunci : Peran Perbankan, Pencucian Uang, Kejahatan Khusus
Arbitrase Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan Ditinjau Dari Undang-Undang Arbitrase
Penyelesaian sengketa melalui lembaga arbitrase lebih disukai oleh pelaku ekonomi dalam kontrak bisnis yang bersifat nasional maupun internasional, dikarenakan sifat kerahasiaan, prosedur sederhana yang mana putusan arbiter mengikat para pihak disebabkan putusan yang diberikan bersifat final dan binding. Sebagai upaya hukum dalam perkembangan dunia usaha baik nasional maupun internasional pemerintah telah mengadakan pembaharuan terhadap Undang-Undang Arbitrase Nasional dengan dikeluarkan UU No. 30 Tahun 1999 tentangg Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dilakukan melalui klausula arbitrase yang terdiri dari dua jenis clausul arbitrase yaitu pactum de compromittendo dan acta compromise. Jenis Lembaga arbitrase yang dapat dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa ada Arbitrase ad hoc dan Arbitrase institusional. Mekanisme penyelesaian sengketa di awali dari tahap pemberitahuan dan jawaban kepada para pihak, kemudian diikuti dengan pemilihan dan pengangkatan arbiter, dan diakhiri dengan ppemeriksaan dan putusan. Kekuatan hukum dari putusan arbitrase adalah bersifat final dan mengikat, tetapi pengakuan dan pelaksanaan putusannya tetap harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri. Arbitrase biasa dilakukan oleh para pengusaha (nasional maupun internasional) sebagai suatu cara perdamaian memecahkan ketidak sepahaman pihak-pihak dibidang kegiatan komersial. Bidang komersial tersebut meliputi: transaksi untuk ekspor-impor makanan, perjanjian distribusi, perbankan, asuransi, pengangkutan penumpang, pesawat udara, kapal laut, perusahaan joint venture, dan lain sebagainy
Tanggung Jawab Pelaku Usaha terhadap Barang yang Hilang dalam Transaksi Online Ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Perlindungan hukum terhadap konsumen pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Undang- Undang tersebut memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen apabila hak-hak konsumen telah dilanggar oleh pelaku usaha. Dalam praktiknya konsumen memiliki kedudukan yang lemah, dimana hak-hak konsumen seringkali dilanggar oleh pelaku usaha. Sehingga, perlunya keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen dalam menjalankan transaksi jual beli. Adapun permasalahan dalam skripsi ini yaitu bagaimana bentuk tanggung jawab pada konsumen atas barang yang hilang dalam transaksi online ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di toko Mdpolaroid.id serta bagaimana akibat hukum terhadap konsumen atas barang yang hilang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di toko Mdpolaroid.id. Metode penelitian yang digunakan adalah empiris dengan menggunakan data primer berupa hasil observasi dan hasil wawancara serta data sekunder berupa peraturan perundang- undang, buku, jurnal. Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif deskriptif. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tanggung jawab yang dicetuskan oleh Philipus M. Hadjon. Hasil penelitian menunjukan bahwa Tanggung Jawab pelaku usaha terhadap konsumen belum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen karena konsumen belum mendapatkan hak-hak sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 4 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Tanggung Jawab pelaku usaha di atur dalam pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, tetapi dalam hal ini pelaku usaha bukan tidak memberikan tangungjawab kepada konsumen sebagaimana ketentuan pasal 19 karena yang mempunyai tanggungjawab tersebut ialah jasa pengangkut dan distributor luar negeri mengingat barang tersebut hilang pada saat ekspedisi pengiriman barang sehingga pelaku usaha tidak dapat mengirimkan barang kepada konsumen
AKIBAT HUKUM TERHADAP PUTUSAN PAILIT DALAM PENYELESAIAN HUTANG DEBITUR DITINJAU DARI UNDANG UNDANG KEPAILITAN
The financial crisis that hit Indonesia in mid-1997 had a negative impact on the national economy, causing great difficulties in settling debts and receivables for companies to continue their activities, and had a negative impact on society. At that time, many problems arose. Many companies struggled to pay their debts to their creditors and, moreover, many companies went bankrupt. In legal practice, often a debtor (debtor) neglects to fulfill his obligations or achievements, not because of forceful circumstances (overmacht). Such a situation is called broken promise (default). And some entrepreneurs in Indonesia, through their companies, do not carry out a thorough calculation of debt through borrowing and borrowing with companies from outside the country. The decline in the rupiah exchange rate has resulted in at least 3 (three) negative impacts on the national economy, namely: Negative Payments, Negative Spread, and Negative Equity. The above circumstances have put many companies at risk of bankruptcy due to the state of the national economy and the inability to pay the company's debts, which are usually denominated in dollars. One of the purposes of this research is to prevent debtors from taking actions that are detrimental to creditors, with the empirical normative juridical writing method so that they can build a strong legal mechanism in resolving this problem, a legal framework is needed in managing debt problems quickly, effectively, efficiently and fairly, however, this law also created many problems in its implementation. Therefore, a solution is needed to overcome bankruptcy by building a strong legal mechanism so that the final settlement of bankruptcy can become the law itself, namely justice for the parties. The author hopes that this paper will achieve outcomes by publishing in an accredited journal at Andalas Nagari Law Review University and can be set forth in the form of a book with an ISSN
Perlindungan Hukum bagi Konsumen terhadap Label Halal pada Produk Makanan dan Minuman yang Diperdagangkan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, sehingga ketentuan halal sangat berpengaruh terhadap konsumsi makanan dan minuman masyarakat. Ketiadaan label halal dapat mempengaruhi daya saing penjualan barang baik makanan, minuman atau produk lain. Melihat dinamika ini, penelitian diperlukan untuk memahami perlindungan hukum terhadap konsumen terhadap label halal pada produk makanan dan minuman yang diperdagangankan. Adapun metode penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan dilakukan penyuluhan kepada suatu lingkungan tertentu sebagai tujuan. Kendala utama yang dihadapi antara lain kurangnya pemahaman tentang prosedur pendaftaran sertifikasi halal, biaya yang dianggap tinggi, dan kerumitan proses administrasi, menuntut perlunya sosialisasi dan edukasi yang lebih intensif dari pemerintah. Selain itu masyarakat juga sering kali tidak memperhatikan habel halal pada makanan dan minuman yang dibeli atau dikonsumsi hanya mengutamakan kenikmatan rasa atau hal yang sedang viral ingin mencoba saja. Pemerintah diharapkan dapat memperkuat perannya dengan meningkatkan aksesibilitas layanan sertifikasi halal, mempercepat proses administrasi, serta memberikan pendampingan intensif kepada pelaku usaha. Peraturan (regulasi) yang baik serta comprehensive, sosialisasi, pengawasan, penegakan dan sanksi yang tegas. Intergritas struktural yang berwenang juga menjadi salah satu kunci utama untuk memberikan perlindungan bagi konsumen atas produk makanan dan minuman dengan label halal selain itu, kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat diperlukan untuk memperluas cakupan sertifikasi halal, sehingga dapat memberikan kepastian hukum, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan mendukung daya saing produk di pasar
AKIBAT HUKUM TERHADAP PUTUSAN PAILIT DALAM PENYELESAIAN HUTANG DEBITUR DITINJAU DARI UNDANG UNDANG KEPAILITAN
ABSTRACT:
The financial crisis that hit Indonesia in mid-1997 had a negative impact on the national economy, causing great difficulties in settling debts and receivables for companies to continue their activities, and had a negative impact on society. At that time, many problems arose. Many companies struggled to pay their debts to their creditors and, moreover, many companies went bankrupt. In legal practice, often a debtor (debtor) neglects to fulfill his obligations or achievements, not because of forceful circumstances (overmacht). Such a situation is called broken promise (default). And some entrepreneurs in Indonesia, through their companies, do not carry out a thorough calculation of debt through borrowing and borrowing with companies from outside the country. The decline in the rupiah exchange rate has resulted in at least 3 (three) negative impacts on the national economy, namely: Negative Payments, Negative Spread, and Negative Equity. The above circumstances have put many companies at risk of bankruptcy due to the state of the national economy and the inability to pay the company's debts, which are usually denominated in dollars. One of the purposes of this research is to prevent debtors from taking actions that are detrimental to creditors, with the empirical normative juridical writing method so that they can build a strong legal mechanism in resolving this problem, a legal framework is needed in managing debt problems quickly, effectively, efficiently and fairly, however, this law also created many problems in its implementation. Therefore, a solution is needed to overcome bankruptcy by building a strong legal mechanism so that the final settlement of bankruptcy can become the law itself, namely justice for the parties. The author hopes that this paper will achieve outcomes by publishing in an accredited journal at Andalas Nagari Law Review University and can be set forth in the form of a book with an ISSN.
Keywords :
Legal Mechanism, Bankruptcy, Receivable
Kontroversi Undang-undang Cipta Kerja Terhadap Perlindungan Hak Pekerja yang Mengalami Pemutusan Hubungan Kerja Akibat Covid-19 dalam Perspektif Hukum Ketenagakerjaan
ABSTRAKTujuan penulisan artikel ini adalah untuk menelaah serta memahami Kontoversi Undang-undang Cipta Kerja terhadap perlindungan hak pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja akibat pandemi Covid-19 dilihat dalam perspektif hukum ketenagakerjaan. serta perlindungan hukum untuk pekerja apabila pekerja mengalami pemutusan hubungan kerja akibat Covid-19 ditinjau dari Undang-Undang Cipta Kerja. Metode penelitian pada penulisan artikel jurnal ini dengan menggunakan penelitian hukum normatif melalui pendekatan perundang-undangan. Adapun hasil studi menagnalisa bahwa dalam hal kejadian pandemi Covid-19 ini, pengusaha kemungkinan menggunakan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk melakukan pemutusan hubungan kerja karyawannya mengingat pengaruhnya yang besar dan berdampak luas pada kegiatan operasional perusahaan karena pandemi Covid-19 bisa merupakan suatu peristiwa yang tidak terduga karena timbul di luar kekuasaan manusia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mencegah keadaan tersebut. Terkait berbagai hak pekerja yang dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja akibat force majeure diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, yang meliputi uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak
