10 research outputs found
Peran Museum Majapahit Sebagai Mediator Pelestarian Warisan Budaya dan Industri Pembuatan Bata.
Abstract. The Role of Majapahit Museum as a Mediator between Heritage Preservation and Brick-Making Industry. Trowulan, the archaeological site which is believed as the former capital of theMajapahit Kingdom, currently suffers damages caused by the local brick-making industry. Majapahit Museum is one of the institutions which can suppress, or even stop, the growth and development of thebrick-making industry. The aim of this research is to provide a recommendation for the development of Majapahit Museum in the future in order to work as a mediator that can bridge both interestsbetween heritage preservation (government, archaeologists, academicians, and non-governmental organizations) and local citizens, especially the brick-makers. The methods used on this research is qualitative method through observation and literature study, followed by analysis based on new museology approach and cultural resources management approach. Based on the result, it is expected that the Majapahit Museum can play a key-role in raising the awareness of local citizens of the importance of the Trowulan site. The preserved site will provide benefits and positive impacts to three aspects in society, which are ideological, academic, and economic aspects. Abstrak. Trowulan, situs arkeologi yang diduga merupakan ibukota Kerajaan Majapahit, mengalami kerusakan yang semakin hari semakin parah seiring dengan perkembangan industri pembuatan bata oleh masyarakat setempat. Museum Majapahit adalah salah satu pihak yang dapat tampildalam upaya menekan, atau bahkan menghentikan, laju pertumbuhan dan perkembangan industri pembuatan bata tersebut. Penelitian dilakukan untuk memberikan suatu rekomendasi terhadap pengembangan Museum Majapahit pada masa mendatang agar dapat berperan sebagai mediator yangmenjembatani kepentingan pelestari budaya (baik pemerintah, arkeolog, akademisi, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat) dengan masyarakat Trowulan, khususnya para pembuat bata. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif melalui observasi dan studi literatur, disertaianalisis berdasarkan pendekatan new museology dan pendekatan cultural resources management. Berdasarkan hasil penelitian, Museum Majapahit diharapkan berperan sebagai media yang mampu menanamkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat setempat mengenai pentingnya kelestarian Situs Trowulan. Situs yang lestari akan memberikan manfaat dan dampak positif terhadap tiga aspek di dalam kehidupan masyarakat, yaitu aspek ideologis, akademis, dan ekonomis
How Indonesian People in the Past Deal with Disaster Mitigation? An archaeological perspective
Bencana alam adalah bagian dari riwayat bangsa kita sejak masa prasejarah. Meskipun bencana alam merupakan hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, namun disadari masih kurang kesadaran dan kesiapan terhadap kondisi ini. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya angka kerugian material dan non material dalam setiap kejadian bencana. Keadaan ini disebabkan oleh belum optimalnya pelaksanaan penanggulangan bencana di Indonesia, khususnya dalam mitigasi bencana. Untuk merumuskan konsepsi baru penanggulangan bencana, masyarakat saat ini harus belajar menghadapi bencana alam dari manusia di masa lalu. Nilai dan kearifan lokal masih relevan hingga saat ini karena kita hidup di nusantara yang sama. Sebagai ilmu yang mempelajari budaya manusia yang telah punah, arkeologi dapat membantu menjelaskan sejarah bencana di suatu wilayah dan dampaknya terhadap kehidupan manusia di masa lalu. Dengan menggunakan pendekatan studi kepustakaan, tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan aksi mitigasi bencana yang dilakukan oleh leluhur bangsa Indonesia sebagai acuan mitigasi bencana di zaman modern ini. Setidaknya ada dua sorotan nilai yang masih relevan. Pertama, pembinaan mental dan karakter masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana, dan kedua pembangunan fisik mengenai sifat bencana di masing-masing daerah.
A natural disaster is part of our nation’s journey from the prehistoric era. Even though natural disaster is an inseparable matter with Indonesian people’s lives, but there is still a lack of awareness and readiness due to this issue. The high number sees it as material and non-material losses in every disaster event. This situation is caused by non-optimally disaster management implementation in Indonesia, especially in disaster mitigation. To formulate the new conception of disaster management, modern people should learn how to deal with natural disasters from ancient people. Values and local wisdom are still relevant today since we live in the same archipelago. As a science that studies extinct human culture, archaeology can help explain the history of disasters in a region and its impact on human life in the past. Using the literature study approach, this paper aims to describe disaster mitigation actions implemented by Indonesia’s ancestors as a reference to disaster mitigation in modern times. At least there are two highlights of values that are still relevant. First is the mental and character building of people who live in a disaster-prone area, and second is the physical development regarding the nature of disaster in each region
Konsep Open Air Museum: Alternatif Model Pelestarian Situs Arkeologi di Indonesia
Abstract. Open air museum is a kind of museum that exhibits its collections in an open space. In its development, it not only displays the collections outdoor, but also an attempt to preserve archaeological sites. The concept is already developed in advanced countries. Through this concept, an archaeological site was transformed into "life " again. Landscape and heritage buildings were reconstructed in accordance with the conditions in the past. Beside the tangible remains, the intangible remains were also reconstructed. Recently, people can obtain knowledge and experience about the atmosphere of the past. In Indonesia, the concept is rather new. The concept can be used as one of the solutions in order to optimally preserve archaeological sites. Significant values, both physical and non-physical, are well-developed to benefit the community. Thus, the meaning of the archaeological sites can be understood by today andfuture society, so it would grow the awareness of national identity and increase the patriotism. Abstrak. Open air museum adalah jenis museum yang memamerkan koleksinya di ruang terbuka. Dalam perkembangannya, open air museum tidak hanya memamerkan koleksinya secara outdoor, melainkan merupakan salah satu media dalam upaya pelestarian situs arkeologi. Konsep tersebut sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju. Melalui konsep open air museum, suatu situs arkeologi berubah menjadi hidup kembali. Lansekap dan bangunan Cagar Budaya direkonstruksi sesuai dengan kondisinya di masa lalu. Selain tinggalan budaya tangible, tinggalan budaya intangible juga direkonstruksi kembali. Dengan demikian, masyarakat masa kini dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman mengenai suasana situs beserta kehidupannya di masa lampau. Konsep open air museum masih dapat dikatakan asing di Indonesia. Padahal jika dikaji lebih lanjut, konsep tersebut dapat dijadikan salah satu solusi dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan situs secara optimal. Potensi-potensi yang terkandung di dalam situs, baik fisik maupun nilai, digali dan dikembangkan semaksimal mungkin, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, makna yang terkandung di dalam situs dapat dipahami oleh masyarakat masa kini dan masa yang akan datang sehingga menumbuhkan kesadaran akan identitas dan jati diri bangsa, serta meningkatkan rasa cinta tanah air
AMERTA 29 nomor 2
KEHIDUPAN MANUSIA MODERN AWAL DI INDONESIA:
SEBUAH SINTESAAWAL
Truman Simanjuntak
Rentang wak:tu Plestosen Akhir atau paruh kedua Plestosen Atas pada urnumnya merupakan periode yang mengait dengan kemunculan dan perkembangan Manusia Modern Awal (MMA) di Indonesia. Bukti-bukti arkeologi sedikit banyaknya telah meyakinkan keberadaannya, berikut rekaman perilakunya yang khas, dalam periode tersebut. Terlepas dari pertanggalan kolonisasi awal yang belum diketahui pasti dari manusia modern awal ini, pertanggalan radiometri yang tersedia menampakkan bahwa mereka telah menghuni Indonesia, dan Asia Tenggara pada umumnya, paling tidak sejak: sekitar 45 ribu tahun lalu hingga akhir kala Plestosen.
Beberapa fenomena perilaku yang paling menonjol, yang membedakannya dari perilaku manusia purba yang mendiami Indonesia sejak: jutaan tahun sebelumnya, adalah: (1) ekploitasi geografi yang semakin luas di kepulauan; (2) perubahan lokasi hunian dari bentang alam terbuka ke relung-relung alam seperti gua dan ceruk; (3) pengembangan teknologi litik yang menghasilkan alat-alat serpih menggantikan alatalat yang tergolong kelompok kapak perimbas/penetak; dan (4) sistem mata pencaharian yang lebih maju dan beragam dengan eksploitasi lingkungan (flora dan fauna) yang lebih bervariasi. Keseluruhan fenomena perilak:u tersebut ak:an menjadi pokok bahasan tulisan ini.
"THE ROLE OF BHIMA AT CANDI SUKUH"
As represented by a number of reliefs1)
Hariani Santiko*)
Peranan Bhima di Candi Sukuh. Tokoh Bhima digambarkan dalam sejumlah relief di Kompleks Percandian Sukuh. Tokoh ini dijumpai pada episode-episode ceritera Bhimaswarga yang dipahatkan pada dinding Candi Kyai Sukuh, yaitu sebuah kuil kecil di muka kuil utama Candi Sukuh. Fragrnen dari cerita yang sama juga ditemukan di gerbang Kala-mrga. Selain itu, ditemukan pula fragrnen ceritera Sudamala yang menggambarkan Bhima menyerang tokoh iblis di sebuah papan batu, sedangkan sejumlah relief Bhima lainnya yang belum dikenali asal ceriteranya ditemukan tersebar di halaman Kompleks Percandian Sukuh. Berdasarkan studi banding antara data artefaktual dan data tekstual penulis meyakini bahwa tokoh Bhima dipuja sebagai perantara antara Dewa Siwa dan orang-orang yang ingin mencapai pelepasan akhir (moksa). Peranan Bhima sebagai penyelamat manusia dapat dijumpai pada ceritera Bhimaswarga. Pada relief yang mengambarkan episode terakhir Bhimaswarga, tokoh Bhima digambarkan sedang diberi sebotol amrta oleh Siwa.
LINGKUNGAN GEOLOGI SITUS HUNlAN GUA GEDE DI PULAU NUSA PENIDA,
KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI
Dariusman Abdillah
Gua Gede adalah salah satu gua karst di lereng perbukitan Banjar Pendem, Nusa Penida dengan lingkungan yang memungkinkan sebagai tempat hunian. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Denpasar di gua ini ditemukan sisa-sisa pemukiman dari masa prasejarah berupa alat-alat dari tulang, alat batu, tembikar, dan sisa-sisa makanan dari moluska.
Manusia dapat bertahan hidup di lingkungan karst pada masa prasejarah di daerah ini, didukung oleh kondisi gua yang memenuhi syarat sebagai tempat hunian dengan ketersediaan sumberdaya alam. Kedua faktor ini terpenuhi di Gua Gede sehingga menjadikannya sebagai tempat hunian di zaman prasejarah. Seperti apa kondisi Gua Gede dan sumberdaya lingkungan apa saja yang mendukung kehidupan manusia prasejarah didalarnnya, menjadi pokok bahasan dalam tulisan ini
PERIODISASI CANDI SIMANGAMBAT:
Tinjauan terhadap beberapa temuan ragam bias candi
Sukawati Susetyo
Candi Simangambat merupakan suatu candi yang terletak di bagian Selatan Provinsi Sumatera Utara yang kondisinya sudah runtuh. Beberapa artefak yang ditemukan baik dari hasil penggalian maupun yang sudah berada di permukaan tanah yaitu batu-batu berbentuk kala; makara; batu berelief guirlande, ga.Qa, pilar dan motif kertas tempel; menunjukkan kemiripan dengan artefak dari candi-eandi zaman Mataram Kuna. Berdasarkan hal itu maka diduga bahwa Candi Simangambat dibangun sezaman dengan eandi-candi dari jaman Mataram Kuna.
KONSEP OPEN AIR MUSEUM:
Alternatif Model Pelestarian Situs Arkeologi di Indonesia
Atina Winaya
Open air museum adalab jenis museum yang memamerkan koleksinya di ruang terbuka. Dalam perkembangannya, open air museum tidak hanya memamerkan koleksinya secara outdoor, melainkan merupakan salah satu media dalam upaya pelestarian situs arkeologi. Konsep tersebut sudah banyak dikembangkan di negara-negara maju. Melalui konsep open air museum, suatu situs arkeologi berubah menjadi hidup kembali. Lansekap dan bangunan Cagar Budaya direkonstruksi sesuai dengan kondisinya di masa lalu. Selain tinggalan budaya tangible, tinggalan budaya intangible juga direkonstruksi kembali. Dengan demikian, masyarakat masa kini dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman mengenai suasana situs beserta kehidupannya di masa lampa·u. Konsep open air museum masib dapat dikatakan asing di Indonesia. Padabal jika dikaji lebih lanjut, konsep tersebut dapat dijadikan salah satu solusi dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan situs secara optimal. Potensi-potensi yang terkandung di dalam situs, baik fisik maupun nilai, digali dan dikembangkan semaksimal mungkin, sehingga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, makna yang terkandung di dalam situs dapat dipabami oleh masyarakat masa kini dan masa yang akan datang sehingga menumbuhkan kesadaran akan identitas dan jati diri bangsa, serta meningkatkan rasa cinta tanah air
AMERTA 33 nomor 2
Ingrid H.E. Pojoh, Dian Sulistyowati, Rizky Fardhyan, Arie Nugraha, dan Dicky Caesario
Sistem lnformasi Arkeologi: Pangkalan Data Berbasis Daring untuk Perekaman Data Artefak Tembikar dan Keramik di Kawasan Percandian Muarajambi
Kegiatan perekaman data arkeologi sampai sekarang masih menjadi permasalahan tersendiri baik dari segi keterbukaan informasi maupun ketersediaan sarana perekaman data yang terintegrasi. Sistem pangkalan data merupakan salah satu pemecahan mengenai permasalahan tersebut. Manajemen data dan pembuatan konten pangkalan data menunjukan integrasi dari dua ilmu yang berbeda sehingga dapat menghasilkan suatu instrumen perekaman data berbasis dalam jaringan (daring), yaitu suatu cara berkomunikasi yang penyampaian dan penerimaan pesan dilakukan dengan atau melalui jaringan internet. Untuk pengguna, aplikasi ini dapat berfungsi sebagai wadah untuk melakukan penjajakan dalam rangka melakukan penelitian. Untuk pengisi, pangkalan data ini merupakan salab satu instrumen perekaman data yang dapat menghemat waktu dan tenaga. Untuk mabasiswa, pangkalan data ini juga merupakan sarana pembelajaran untuk mempertajam kemampuan analisis. Kegiatan ini berfokus pada pembuatan sistem pangkalan data berbasis daring untuk temuan-temuan tembikar dan keramik yang ditemukan di Kawasan Percandian Muarajambi.
Hariani Santiko
Ragam Hias Ular-Naga di Tempat Sakral Periode Jawa Timur
Tinggalan Arkeologi dari masa Hindu-Buddha di Jawa Timur ( a bad ke-10-16), di antaranya berupa rag am bias ularnaga (ular dengan ciri-ciri fisik naga) yang digambarkan sendiri, maupun bersama tokoh garu<;la. Ragam bias ularnaga ini ditemukan di kompleks percandian, pemandian suci (patirthan), dan di gua-gua pertapaan. Menarik perbatian adalah, ragam bias jenis ini tidak ditemukan pada kepurbakalaan masa sebelurnnya, yaitu masa HinduBuddha di Jawa Tengah (abad ke-6 sampai awal abad ke- 10). Untuk mengetabui gagasan yang melatari dipilihnya artefak tersebut, akan diterapkan metode arkeologisejarah, yaitu metode yang menggunakan data artefaktual dan data tekstual, berupa naskah-naskah atau prasasti. Kemunculan garu<;la bersama ular-naga ini, dikemukakan babwa para seniman Jawa Kuno menggunakan cerita Samudramantbana (Amrtamanthana) dan cerita Garu<;leya. Kedua cerita tersebut menceritakan pengambilan dan perebutan air suci amrta (air suci, air penghidupan) antara dewa (.fora) dan asura. Ragam bias ular-naga terdapat pada Pemandian Jalatunda, Candi Kida! dan Candi Jabung, Candi Panataran, Candi Kedaton dan sebagainya. Dipilihnya cerita Samudramanthana dan Garu<;leya terkait dengan mitologi gunung dalam agama Hindu, yang merupakan "tangga naik" ke tempat dewa-dewa di puncaknya. Candi adalah bentuk miniatur dari Mahameru tersebut, tempat amrta yang dijaga oleh ular-naga.
Atina Winaya
Peran Museum Majapahit sebagai Mediator Pelestarian Warisan Budaya dan lndustri Pembuatan Bata
Trowulan, situs arkeologi yang diduga merupakan ibukota Kerajaan Majapahit, mengalami kerusakan yang semakin hari semakin parah seiring dengan perkembangan industri pembuatan bata oleh masyarakat setempat. Museum Majapahit adalab salah satu pibak yang dapat tampil dalam upaya menekan, atau bahkan mengbentikan, laju pertumbuban dan perkembangan industri pembuatan bata tersebut. Penelitian dilakukan untuk memberikan suatu rekomendasi terhadap pengembangan Museum Majapahit pada masa mendatang agar dapat berperan sebagai mediator yang menjembatani kepentingan pelestari budaya (baik pemerintah, arkeolog, akademisi, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat) dengan masyarakat Trowulan, khususnya para pembuat bata. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif melalui observasi dan studi literatur, disertai analisis berdasarkan pendekatan new museology dan pendekatan cultural resources management. Berdasarkan basil penelitian, Museum Majapahit diharapkan berperan sebagai media yang mampu menanamkan dan menumbuhkan kesadaran masyarakat setempat mengenai pentingnya kelestarian Situs Trowulan. Situs yang lestari akan memberikan manfaat dan dampak positif terhadap tiga aspek di dalam kehidupan masyarakat, yaitu aspek ideologis, akademis, dan ekonomis.
Libra Hari lnagurasi
Tambang Batu Bara Oranje Nassau, Kalimantan Selatan, dalam Pandangan Arkeologi Industri
Aktivitas pertambangan batu bara di Indonesia dimulai pada a bad ke-19. Dalam tulisan ini dikemukakan tinggalan arkeologi dari situs tambang batu bara tertua di Indonesia, yakni tambang batu bara Oranje Nassau. Lokasi situs berada di Desa Pengaron, Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Kronologi situs berasal dari tahun 1849 (abad ke-19). Oranje Nassau merupakan tambang batu bara yang diusahakan oleh pemerintah Hindia Belanda. Ketika didirikan, lokasi tambang itu menempati wilayah milik Kesultanan Banjarmasin. Tulisan ini bermaksud memberikan gambaran mengenai awal perkembangan industri di Indonesia melalui tambang batu bara tertua Oranje Nassau. Adapun tujuan tulisan ini adalah mengidentifikasi jenis, fungsi, dan hubungan antar tinggalan tambang batu bara dengan menggunakan pendekatan Arkeologi lndustri (Industrial Archaeology). Metode yang digunakan adalah deskriptif, historis, dan analisis kontekstual. Hasil yang telah diperoleh yakni teridentifikasinya peninggalan-peninggalan tambang batu bara kuno berasal dari masa Hindia Belanda. Peninggalan peninggalan tersebut merupakan fasilitas kegiatan penambangan batu bara seperti bangunan monumental untuk menempatkan mesin, sumur lubang galian batu bara, lorong, terowongan, lantai dibuat dari bahan bata, dan roda besi. Berdasarkan basil penelitian diketahui bahwa tambang batu bara merupakan teknologi yang berasal dari luar atau teknologi yang diimpor dari Eropa, bukan asli Indonesia.
lrfanuddin W. Marzuki
Konflik dan Penyelesaian dalam Penelitian Arkeologi di Wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado
Konflik antara masyarakat dengan tim penelitian arkeologi dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat akan nilai penting penelitian arkeologi dan kornunikasi yang tidak terjalin dengan baik. Konflik yang pernah terjadi pada kegiatan penelitian di wilayah Kerja Balai Arkeologi Manado berupa penelitian Situs Loga Desa Pada, Kabupaten Poso dan Situs Leang Tuo Mane'e di Kabupaten Talaud. Tujuan penelitian ini adalah untuk memetakan konflik yang terjadi dalam penelitian arkeologi di wilayah kerja Balai Arkeologi Manado dan mencari jalan keluamya sehingga dapat diselesaikan, serta tidak terjadi lagi pada masa mendatang. Metod
PENGARUH KESENIAN PĀLA TERHADAP GAYA SENI ARCA CANDI MENDUT
Indian culture presents a massive influence in the Early Classic Period in Java. One of the traces found in arts. However, which part of Indian art influenced is rarely mentioned. Some scholars said it was Gupta Art’s influence enormously in the Early Classic Period. Is it just Gupta Art? or another else? This paper aims to add knowledge about another Indian art, namely Pāla Art, which also presents in the Early Classic Period. The style of Pāla Art affects the depiction of Candi Mendut’s sculptures. The data collection using observation techniques and description as well. The data analysis using a qualitative approach by descriptive analysis methods. And finally, the data interpretation using the results of comparative studies. The conclusion reveals the similarities between both data. However, Candi Mendut’s sculptures did not entirely absorb the foreign influences, but they show authentic attributes known as a character of classical Javanese Art. Kebudayaan India memberikan pengaruh yang besar terhadap periode Klasik Tua di Jawa. Jejak kebudayaan India, salah satunya nampak pada bentuk-bentuk kesenian. Meskipun demikian, selama ini jarang disebutkan secara terperinci kesenian India mana saja yang memengaruhi kesenian Jawa klasik. Beberapa ahli berpendapat bahwa kesenian Gupta yang memberikan pengaruh besar terhadap bentuk kesenian Jawa pada periode Klasik Tua. Namun, benarkah hanya kesenian Gupta semata? Tulisan ini bertujuan untuk menambahkan pengetahuan mengenai gaya seni India lainnya, yakni kesenian Pāla, yang juga ditemui pada periode Klasik Tua. Pengaruh kesenian itu terlihat pada penggambaran arca-arca candi Mendut. Telaah dihasilkan melalui tahapan kerja yang bertingkat-tingkat, dimulai dari pengumpulan data dengan cara mengamati dan mendeskripsikan data; pengolahan data melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif; serta penafsiran data berdasarkan hasil studi komparasi. Simpulannya memperlihatkan persamaan gaya seni yang membuktikan bahwa kesenian Pāla memberikan pengaruhnya terhadap gaya seni arca Candi Mendut. Meskipun demikian, pengaruh kesenian Pāla tidak serta merta diserap secara utuh, melainkan terdapat ciri khas yang ditemui pada arca Candi Mendut yang menjadikannya sebagai karakter kesenian Jawa klasik
Ancient Javanese Women during the Majapahit period (14th – 15th centuries CE): An Iconographic Study based on the Temple Reliefs | Perempuan Jawa Kuno periode Majapahit (Abad ke-14 – 15 Masehi): Suatu tinjauan Ikonografi terhadap Relief Candi
The idea of Javanese women's images in the past is more known through literature. Some stories mention them in beautiful poetic words and could be imagined divergently by different people. At the same time, the images of Javanese women could be seen from the temple reliefs. It may be more concrete as its material. The Majapahit period that lasts from 14th to 15th centuries provides quite complete data such as artifactual and textual resources that sufficiently support to reveal the depiction of ancient Javanese women at that time. The Majapahit temples have lots of reliefs that portray the women in the daily lives. These data are useful in an attempt to interpret the depiction of the women images in the Majapahit period. This study using iconographic analysis such as observation, description, and classification. The analysis results are compared to the terracotta figurines and sculptures from the same period. Last, the results are compared to the ancient literature from the same period as well. The final results show a regular pattern which is concluded as the characteristics of the Majapahit women. Not only the images themselves, but the meaning behind them also show that the women in the Majapahit era are more present than before and the way to visualize them is more reliable.
Gagasan mengenai penggambaran perempuan Jawa kuno lebih banyak diketahui melalui karya sastra yang berasal dari masa lampau. Beberapa kisah menceritakan mengenai figur mereka melalui narasi yang puitis dan dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang. Bersamaan dengan itu, penggambaran perempuan Jawa kuno juga dapat dilihat pada relief-relief candi. Figurnya nampak lebih konkrit karena digambarkan pada objek material. Periode Majapahit yang berlangsung pada abad ke-14 hingga 15 Masehi menyediakan data yang cukup lengkap meliputi artefak dan sumber tertulis yang dapat digunakan untuk mengungkap penggambaran perempuan di masa Jawa kuno. Candi-candi yang dibangun pada periode Majapahit memiliki sejumlah relief yang menggambarkan perempuan di dalam kehidupan sehari-hari. Data dibandingkan dengan sumber tertulis sezaman. Hasil penelitian memperlihatkan pola yang teratur dan berulang di dalam penggambaran perempuan pada relief candi. Tidak hanya dari segi visualnya saja, namun makna di baliknya juga menunjukkan bahwa perempuan pada periode Majapahit lebih nampak dibandingkan periode sebelumnya, dan cara menggambarkannya lebih bisa diandalkan
Ancient Javanese Women during the Majapahit period (14th – 15th centuries CE): An Iconographic Study based on the Temple Reliefs | Perempuan Jawa Kuno periode Majapahit (Abad ke-14 – 15 Masehi): Suatu tinjauan Ikonografi terhadap Relief Candi
The idea of Javanese women's images in the past is more known through literature. Some stories mention them in beautiful poetic words and could be imagined divergently by different people. At the same time, the images of Javanese women could be seen from the temple reliefs. It may be more concrete as its material. The Majapahit period that lasts from 14th to 15th centuries provides quite complete data such as artifactual and textual resources that sufficiently support to reveal the depiction of ancient Javanese women at that time. The Majapahit temples have lots of reliefs that portray the women in the daily lives. These data are useful in an attempt to interpret the depiction of the women images in the Majapahit period. This study using iconographic analysis such as observation, description, and classification. The analysis results are compared to the terracotta figurines and sculptures from the same period. Last, the results are compared to the ancient literature from the same period as well. The final results show a regular pattern which is concluded as the characteristics of the Majapahit women. Not only the images themselves, but the meaning behind them also show that the women in the Majapahit era are more present than before and the way to visualize them is more reliable.
Gagasan mengenai penggambaran perempuan Jawa kuno lebih banyak diketahui melalui karya sastra yang berasal dari masa lampau. Beberapa kisah menceritakan mengenai figur mereka melalui narasi yang puitis dan dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang. Bersamaan dengan itu, penggambaran perempuan Jawa kuno juga dapat dilihat pada relief-relief candi. Figurnya nampak lebih konkrit karena digambarkan pada objek material. Periode Majapahit yang berlangsung pada abad ke-14 hingga 15 Masehi menyediakan data yang cukup lengkap meliputi artefak dan sumber tertulis yang dapat digunakan untuk mengungkap penggambaran perempuan di masa Jawa kuno. Candi-candi yang dibangun pada periode Majapahit memiliki sejumlah relief yang menggambarkan perempuan di dalam kehidupan sehari-hari. Data dibandingkan dengan sumber tertulis sezaman. Hasil penelitian memperlihatkan pola yang teratur dan berulang di dalam penggambaran perempuan pada relief candi. Tidak hanya dari segi visualnya saja, namun makna di baliknya juga menunjukkan bahwa perempuan pada periode Majapahit lebih nampak dibandingkan periode sebelumnya, dan cara menggambarkannya lebih bisa diandalkan
Digitalizing Sculptures: A Photogrammetry Implementation Towards Ancient Mataram Statuaries in Central Java, Indonesia | Digitalisasi Arca: Implementasi Fotogrametri Terhadap Patung-patung Mataram Kuno di Jawa Tengah, Indonesia
The implementation of digital technology in cultural heritage in Indonesia started to develop in the past decade. However, Indonesia's iconography studies have not optimized to utilize these advanced approaches. In some other countries, iconographic documentation is upgraded to advanced methods, such as recording objects in 3D form and archiving it into secure digital data, thus making the data more natural and realistic in three-dimensional documentation. It also catches and records the shape from all perspectives to bring neither a specific nor comprehensive observation. Therefore, it can extend the analysis for interpretation and preservation purposes. This article discusses the implementation of photogrammetry towards sculptural objects in Indonesia. The object selection went to several sculptures from the Ancient Mataram period in Java, which ruled from the 8th to 10th centuries AD. Close-range photogrammetry successfully generates the sculpture data into three-dimensional digital form. The results could support the Ancient Mataram sculptures studies in particular and improve Indonesia's iconography studies in general.
Penerapan teknologi digital dalam bidang warisan budaya di Indonesia semakin berkembang dalam satu dekade terakhir. Namun, studi ikonografi Indonesia belum optimal untuk memanfaatkan pendekatan-pendekatan canggih tersebut. Sementara di beberapa negara lain, dokumentasi ikonografis ditingkatkan ke metode yang lebih canggih, seperti merekam objek dalam bentuk 3D dan mengarsipkannya ke dalam ruang digital. Teknologi digital juga memungkinkan warisan budaya direkam secara detail dan lengkap, sehingga dapat memperluas analisis untuk tujuan interpretasi dan pelestarian. Artikel ini membahas tentang penerapan fotogrametri terhadap benda pahat di Indonesia. Pemilihan objek dilakukan pada beberapa patung dari masa Mataram Kuno di Jawa yang memerintah pada abad ke-8 hingga ke-10 Masehi. Fotogrametri jarak dekat yang digunakan dalam penelitian ini berhasil merekam data pahatan ke dalam bentuk digital tiga dimensi. Hasil penelitian ini dapat mendukung kajian seni pahat Mataram Kuno pada khususnya dan meningkatkan kajian ikonografi Indonesia pada umumnya
Digitalizing Sculptures: A Photogrammetry Implementation Towards Ancient Mataram Statuaries in Central Java, Indonesia | Digitalisasi Arca: Implementasi Fotogrametri Terhadap Patung-patung Mataram Kuno di Jawa Tengah, Indonesia
The implementation of digital technology in cultural heritage in Indonesia started to develop in the past decade. However, Indonesia's iconography studies have not optimized to utilize these advanced approaches. In some other countries, iconographic documentation is upgraded to advanced methods, such as recording objects in 3D form and archiving it into secure digital data, thus making the data more natural and realistic in three-dimensional documentation. It also catches and records the shape from all perspectives to bring neither a specific nor comprehensive observation. Therefore, it can extend the analysis for interpretation and preservation purposes. This article discusses the implementation of photogrammetry towards sculptural objects in Indonesia. The object selection went to several sculptures from the Ancient Mataram period in Java, which ruled from the 8th to 10th centuries AD. Close-range photogrammetry successfully generates the sculpture data into three-dimensional digital form. The results could support the Ancient Mataram sculptures studies in particular and improve Indonesia's iconography studies in general.
Penerapan teknologi digital dalam bidang warisan budaya di Indonesia semakin berkembang dalam satu dekade terakhir. Namun, studi ikonografi Indonesia belum optimal untuk memanfaatkan pendekatan-pendekatan canggih tersebut. Sementara di beberapa negara lain, dokumentasi ikonografis ditingkatkan ke metode yang lebih canggih, seperti merekam objek dalam bentuk 3D dan mengarsipkannya ke dalam ruang digital. Teknologi digital juga memungkinkan warisan budaya direkam secara detail dan lengkap, sehingga dapat memperluas analisis untuk tujuan interpretasi dan pelestarian. Artikel ini membahas tentang penerapan fotogrametri terhadap benda pahat di Indonesia. Pemilihan objek dilakukan pada beberapa patung dari masa Mataram Kuno di Jawa yang memerintah pada abad ke-8 hingga ke-10 Masehi. Fotogrametri jarak dekat yang digunakan dalam penelitian ini berhasil merekam data pahatan ke dalam bentuk digital tiga dimensi. Hasil penelitian ini dapat mendukung kajian seni pahat Mataram Kuno pada khususnya dan meningkatkan kajian ikonografi Indonesia pada umumnya