55 research outputs found

    Pengaruh Bauran Eceran Terhadap Keputusan Pembelian (Survei Pada Konsumen Toko Sarikat Jaya Gresik)

    Full text link
    This study aims to determine the effect of Retail Mix toward Purchase Decision. The variables in this study include Product, Promotion, Place, Price, Presentation, Personnel and Purchase Decision Structure. The research method used is explanatory research. The research location is in Sarikat Jaya Store Gresik. The population of this research is the consumer of Sarikat Jaya Store Gresik. The sample used is 100 respondents determined using Purposive sampling technique. Data collection methods used were survey with the aid of research instruments in the form of questionnaires. From the results of multiple linear regression analysis using the F test (simultaneous test) known together the concept of Mix Retail consisting of variables (Product, Promotion, Place, Price, Presentation, and Personnel) have a significant influence simultaneously on the Purchase Decision Structure. While based on the results of partial analysis (t-test) is known from the six variables in the Retail Mix there are five variables that have a significant influence on the Purchasing Decision Structure. Variables include Product, Promotion, Price, Presentation, and Personnel. While the variable Place on this study did not have a significant influence on the Purchase Decision Structure

    Kultur Antera, Teknik Penyelamatan Embrio dan Rekayasa Genetik untuk Menunjang Pemuliaan Tanaman Padi

    Full text link
    The success of biotechnology in developed country encourage Indonesia to use it in rice breeding program. Every technick In biotechnology has advantage and it can be used to solve a problem in a certain purpose. Embryo rescue technich solved the problem of crossing with wild species. This technick may insert a gene from one organism to another through gene transformation technich. The anther culture technich been used on rice: Javonica, Javanica and indica. Generally, the percentage of callus induction and regeneration has great variation (1.8% - 40%). It was Influenced by the number and type of genome. The transformation of rice using microprojecty system using cry gene resulted 172 putative transgenic plants. Twenty five of them have been tested using moleculer technick and it showed t at the plants contained cry gea

    Media Leaflet, Video dan Pengetahuan Siswa SD Tentang Bahaya Merokok (Studi pada Siswa Sdn 78 Sabrang Lor Mojosongo Surakarta)

    Full text link
    Merokok merupakan kegiatan yang sering kita jumpai di masyarakat. Meskipun sebagian besar masyarakat mengetahui bahaya merokok, namun kebiasaan merokok tetap banyak dilakukan di masyarakat. Bahkan telah merambah ke siswa sekolah dasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh media leaflet dengan video terhadap pengetahuan siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo tentang bahaya merokok. Jenis penelitian ini adalah eksperimen, dengan rancangan penelitian pretest and posttest without control group design. Sampel sebanyak 96 siswa kelas V dan VI SD Sabrang Lor Mojosongo yang ditentukan dengan tehnik total sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pre test pengetahuan siswa SD pada kelompok leaflet sebagian besar, yaitu 30 orang (62,5%) dalam kategori baik dan pada kelompok video sebagian besar, yaitu 33 siswa (68,8%) dalam kategori cukup. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan ada pengaruh penggunaan media leaflet (p= 0,000≤ α=0,05) namun tidak ada pengaruh penggunaan media video (p= 0,328> α=0,05) terhadap pengetahuan siswa SDN 78 Sabrang Lor Mojosongo tentang bahaya merokok. Sehingga dapat dikatakan media leaflet lebih efektif dalam meningkatkan pengetahuan siswa SD tentang bahaya merokok dibandingkan video. Smoking is an activity that often be done by society. Although almost human know the negative effect of cigarette, but they still have cigarette smoking habit. In fact, the habit have cut down to students in elementary school. The aim of the research was to know the influence of health education with leaflet and film toward elementary school Sabrang Lor student\u27s knowledge about the negative effect of smoking. The study was experimental with pretest and posttest without control group design. Sample were 96 Sabrang Lor elementary school students that was given by total sampling technique. The result of the study showed, before intervention in leaflet group, the score of student\u27s knowledge majority was in good category= 30 students (62,5%) and in film group majority in enough category= 33 students (68,8%). After intervention, the score increased, in leaflet group there were 8 Students to be good category and in film group there were 3 students to be enough category. The conclu-sion of the research was : leaflet is more effective to increase the knowledge of Sabrang Lor elementary school students about the dangerous of smoking than film media

    Penentuan Alergenisitas Protein Gen RB Pada Kentang Produk Rekayasa Genetika Berdasarkan Studi Bioinformatika

    Full text link
    Genetically modified products (GMP) of Katahdin potato event SP951 containing RB gene resistant to late blight diseasescaused by Phytophtora infestans has been developed in the USA. This Katahdin SP951 potato has been crossed with localvarieties Atlantic and Granola for its development in Indonesia. In the release process, the GMP potato should be tested forenvironmental and food safety. One of the food safety assessment needs to be done by determining allergenicity of RB proteinwhether it is potential as allergen. This research aims to translate the RB gene sequence into RB protein sequence andinvestigate the potential RB protein as an allergen through bioinformatic studies. This study was performed based on thealignment with available protein allergens from available database websites. The predicted RB protein obtained from 2,913amino acids RB gene was a 971 amino acids length protein with ATG as a start codon and TAA as a stop codon. Bioinformaticsstudies of RB protein were performed using www.allergenonline.com, consisted of three searches, i.e. full-length search byFASTA, 80 amino acids search by FASTA, and 8 amino acid exact matches. For full-length alignment search, there are threeallergen proteins similar with RB protein sequence with the percentage identity of <35%, while for alignment with 80 aminoacids and 8 amino acids did not show similarity with any allergen protein in the database. It can be concluded that RB proteindid not have any potential as an allergen, as according to Codex Alimentarius guidelines for full-length alignment search, onlyprotein with identity greater than >50% indicating possible cross reactivity with protein allergen

    Pemanfaatan Tanaman Kentang Transgenik Rb Untuk Perakitan Kentang Tahan Penyakit Hawar Daun (Phytophthora Infestans) Di Indonesia

    Full text link
    Hawar daun yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestansmerupakan salah satu penyakit utama pada tanaman kentang.Kehilangan hasil akibat penyakit tersebut berkisar antara 47−100%.Hingga kini pengendalian penyakit hawar daun dilakukan secaraintensif dengan penyemprotan fungisida dosis tinggi. Hal iniberbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, selain meningkatkanbiaya produksi. Pemanfaatan varietas tahan merupakanalternatif pengendalian yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.Gen ketahanan (gen RB) yang berasal dari spesies liar kentangdiploid Solanum bulbocastanum memiliki spektrum yang luasterhadap P. infestans. Gen ini telah diintroduksikan ke dalamkentang Katahdin melalui transformasi Agrobacterium. Tanamantransgenik Katahdin RB menunjukkan ketahanan yang lebih tinggiterhadap penyakit hawar daun dibandingkan dengan tanaman nontransgenikpada pengujian di rumah kaca dan di lapangan. Untukmendukung program pemuliaan kentang tahan penyakit hawar daundi Indonesia, tanaman transgenik Katahdin RB dapat digunakansebagai sumber ketahanan. Persilangan antara transgenik Katahdin(event SP904 dan SP951) dengan varietas kentang yang rentanterhadap hawar daun (Atlantic dan Granola) menghasilkan klonklonkentang transgenik yang mengandung gen RB. Melaluievaluasi ketahanan klon-klon tersebut terhadap P. infestans dilapangan uji terbatas (LUT) di Pasir Sarongge, Cianjur, diperolehempat klon tahan pada 77 hari setelah tanam atau 21 hari setelahinfeksi, sementara di LUT Lembang didapatkan tiga klon tahanpada 46 hari setelah tanam atau 20 hari setelah infeksi. Sementaraitu, Atlantic dan Granola memerlukan aplikasi fungisida lebih awal,yaitu pada saat muncul gejala infeksi. Klon-klon kentang tahanpenyakit tersebut diharapkan dapat membantu program pemuliaanuntuk perakitan varietas unggul baru yang produktif dan tahanterhadap penyakit hawar daun

    Klon-klon Kentang Transgenik Hasil Persilangan Terseleksi Tahan Terhadap Penyakit Hawar Daun Phytophthora Infestans Tanpa Penyemprotan Fungisida Di Empat Lapangan Uji Terbatas

    Full text link
    The use of resistant varieties is an appropriate alternative in controlling the late blight, a major diseases on potato, caused by the fungus Phytophthora infestans. The development of late blight resistant potato was done through hybridization between non-transgenic Atlantic or Granola with RB transgenic Katahdin SP904 and SP951. The hybrid clones which have been positively contained the RB gene were evaluated for the resistance to P. infestans in four Confined Field Trials (CFTs) i.e. Pasir Sarongge (2008), Lembang (2009-2010), Pangalengan (2010-2011) and Banjarnegara (2011-2012). There are twelve selected hybrid clones which were resistant to P. infestans both in each location of CFT or in four locations were obtained. These clones consist of five clones from crosses of Atlantic and trangenic Katahdin SP951 (B35, B169, B163, B11, B162) and seven clones from crosses of Granola and transgenic Katahdin SP951 (D76, D12, D25, D48, D38, D37, D15). The selected hybrid clones showed resistance to P. infestans until 14 to 18 days after infection or about 40 to 45 days after planting, in the absence of fungicide spraying. The hybrid clones had a resistance score varied from 7,65 to 8,23 and were significantly different from the parents Atlantic and Granola, with a resistance score of 3,6 and 3,45, respectively. This was also supported by AUDPC values, which showed that AUDPC of the hybrid clones were in the range between Atlantic or Granola and transgewnic Katahdin SP951. This indicate that the resistance level of the hybrid clones is in the range between susceptible and resistant check. The resistant hybrid clones are valuable genetic resources for late blight resistance breeding programs, particularly in reducing the frequency of fungicide applications

    Bioefikasi Klon-Klon Kentang Transgenik RB Hasil Silangan Terhadap Penyakit Hawar Daun Phytophthora Infestans Dan 2) Karakter Agronomi Di Lapangan Uji Terbatas

    Full text link
    Penyakit hawar daun yang disebabkan oleh cendawan Phytophthora infestans menyerang lebih dari 50% dari luas area pertanaman kentang di Indonesia dan dapat menyebabkan kehilangan hasil 10–90%. Perakitan tanaman kentang tahan terhadap penyakit hawar daun P. infestans melalui penyisipan gen RB kemudian disilangkan dengan varietas kentang komersial Atlantic dan Granola telah menghasilkan beberapa klon yang mengandung gen RB. Pengujian di lapangan uji terbatas (LUT) telah dilakukan untuk melihat ekspresi gen RB pada klon-klon turunannya terhadap P. infestans. Selain ekspresi ketahanan terhadap P. infestans, diamati pula karakter agronominya terutama hasil umbi. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan bioefikasi gen RB pada klon-klon kentang transgenik hasil silangan Atlantic atau Granola dengan transgenik Katahdin SP951 terhadap P. infestans, serta mengamati karakter agronomi. Penelitian dilakukan di Banjarnegara, Jawa Tengah pada ketinggian 1.400 m di atas permukaan laut dari bulan Desember 2013 sampai dengan April 2014. Klon-klon yang diuji terdiri atas empat klon silangan Atlantic x transgenik Katahdin SP951, yaitu klon B35, B163, AKRb 134, dan AKRb 354 serta enam klon silangan Granola dengan transgenik Katahdin SP951, yaitu klon D12, D48, D38, D37, GKRb 181, dan GKRb 401. Atlantic dan Granola digunakan sebagai tetua rentan, sedangkan tetua tahan adalah transgenik Katahdin SP951. Percobaan menggunakan dua perlakuan penyemprotan fungisida, yaitu 2 dan 10 kali. Berdasarkan skor ketahanan dan nilai AUDPC, klon-klon kentang transgenik hasil silangan menunjukkan lebih tahan terhadap P. infestans dibandingkan Atlantic atau Granola, dan tidak berbeda nyata ketahanannya dengan transgenik Katahdin SP951, meskipun dengan penyemprotan fungisida secara minimal, 2 dan 10 kali. Pengamatan tinggi tanaman pada 53 hari setelah tanam (HST) menunjukkan tidak ada beda nyata antara klon-klon kentang transgenik hasil silangan dengan tetua-tetuanya atau masih berada dalam kisaran tinggi tanaman kedua tetuanya. Jumlah batang utama klon-klon kentang transgenik hasil silangan adalah 3,3 – 4,6 berbeda nyata dibandingkan Atlantic atau Granola dengan jumlah batang berkisar 2,6 – 2,9. Diameter batang berkisar antara 0,87 – 0,93 cmtidak berbeda nyata dibandingkan Atlantic, Granola atau transgenik Katahdin SP951. Klon-klon kentang transgenik hasil silangan menghasilkan berat umbi per plot berkisar 3.210 – 4.489 g dengan dua kali penyemprotan fungisida, sedangkan Atlantic, Granola, dan transgenik Katahdin SP951, masing-masing 1.355 g, 467 g, dan 3.544 g. Pada perlakuan 10 kali penyemprotan fungisida, hasil umbi per plot paling tinggi diperoleh untuk klon AKRb354 (8.401 g) diikuti B35 (6.557 g), B163 (5.333 g), dan AKRb134 (4.666 g), sedangkan Atlantic dan transgenik Katahdin SP951, masing-masing 3.297 dan 6.808 g. Klon D48 dan D37 mempunyai berat umbi per plot sebesar 7.577 g dan 6.653 g, berbeda nyata dengan Granola (2.230 g)

    Pengaruh Penambahan Vitamin C Dengan Dosis Yang Berbeda Pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelulushidupan Kepiting Bakau (Scylla SP)

    Full text link
    Peningkatan nilai nutrisi pakan buatan dapat dilakukan dengan penambahan vitamin C sehingga diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan kelulushidupan kepiting bakau (Scylla sp). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan vitamin C dengan dosis yang berbeda pada pakan buatan serta mengetahui dosis terbaik vitamin C terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan kepiting bakau (Scylla sp). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan tersebut adalah penambahan vitamin C dengan dosis yang berbeda pada pakan buatan, A (0 mg/100 g), B (12 mg/100 g), C (18 mg/100 g), D (24 mg/100 g), dan E (30 mg/100 g). Hewan uji yang digunakan adalah kepiting bakau (Scylla sp) dengan bobot rata-rata 114,7±1,6 g/ekor. Kepiting bakau (Scylla sp) dipelihara dengan metode single room dalam basket plastik berukuran 21 cm x 21 cm x 16 cm selama 56 hari dan pemberian pakan 5%/bobot biomassa/hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan vitamin C dengan dosis yang berbeda pada pakan buatan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan mutlak dan efisiensi pemanfaatan pakan namun tidak berbeda nyata terhadap kelulushidupan kepiting bakau (Scylla sp). Pertumbuhan bobot mutlak yang tertinggi dicapai oleh perlakuan D (18,90±5,60 g), efisiensi pemanfaatan pakan tertinggi pada perlakuan D (5,56±1,62%). Nilai kelulushidupan kepiting bakau (Scylla sp) berkisar antara 66,67–100,00%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah penambahan vitamin C dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bobot mutlak dan efisiensi pemanfaatan pakan namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kelulushidupan. Dosis vitamin C yang dapat ditambahkan pada pakan buatan untuk kepiting bakau (Scylla sp) adalah 12 mg/100 g hingga 24 mg/100 g pakan. Improvement of nutrition value of artificial feed can be done with the addition of vitamin C that are expected to enhance the growth and survival rate of mud crab (Scylla sp). This study aims to determine the effect of vitamin C with different doses on artificial feed, and know the best dose of vitamin C on the growth and survival of mud crab (Scylla sp). This study used a completely randomized design with 5 treatments and 3 replications. The treatment is the addition of vitamin C with different doses on artificial feed, A (0 mg/100 g), B (12 mg/100 g), C (18 mg/100 g), D (24 mg/100 g) , and E (30 mg/100 g). The animal trials that used was mud crab (Scylla sp) with an average weight of 114.7±1.6 g/individual. Mud crab (Scylla sp) maintained by the method of single room in a plastic basket measuring 21 cm x 21 cm x 16 cm during 56 days of feeding 5% / biomass weight/day. The results showed that the addition of vitamin C with different doses on artificial diets significantly (P <0.05) on absolute weight growth and efficiency of feed utilization but not significantly different to the survival of mud crab (Scylla sp). The highest absolute weight growth achieved by treatment D (18.90 ± 5.60 g), the highest efficiency of feed utilization by treatment D (5,56±1,62%). The survival rate of mud crab (Scylla sp) ranged from 66.67 to 100.00%. The conclusion of this study is the addition of vitamin C with different doses significant effect on absolute weight growth and efficiency of feed utilization but no significant effect on survival rate. The dose of vitamin C can be added to artificial feed for mud crab (Scylla sp) is 12 mg/100 g to 24 mg/100 g of feed

    Keragaan Sifat Tahan Penyakit Blas dan Agronomi Populasi Silang Balik dan Haploid Ganda Turunan IR64 dan Oryza Rufipogon

    Full text link
    Perakitan varietas tahan blas sebagai galur harapan, merupakan salah satu prioritas dalam program pemuliaan padi. Dalam rangka mendukung program tersebut, telah dilakukan pembentukan populasi haploid ganda (HG) dan silang Balik (BC) dengan IR64 sebagai tetua berulang dan Oryza rufipogon (No. aksesi IRGC 105491) sebagai tetua donor gen tahan penyakit blas. Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaan tingkat ketahanan galur-galur haploid ganda (HG_I, HG_II, dan HG_III) dan galur-galur silang Balik (BC2, BC3, dan BC5) terhadap penyakit blas di rumah kaca dan lapang, sehingga diperoleh kandidat galur harapan. Hasil pengujian beberapa populasi HG dan BC menunjukan bahwa terdapat variasi keragaan yang berbeda-beda. Variasi paling kecil terdapat pada populasi HG_III. Hasil yang sama juga diperoleh pada populasi silang Balik (BC2-BC5). Variasi paling kecil terdapat pada populasi BC5. Bila dibandingkan antar populasi HG dan BC, tingkat variasi pada populasi HG_III lebih kecil dibandingkan dengan tingkat variasi pada populasi BC5. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat homosigositas paling tinggi terdapat pada populasi HG_III. Berdasarkan evaluasi penampilan agronomis beberapa galur HG_III terpilih, diperoleh tiga galur kandidat galur harapan Bio1, Bio2, dan Bio8
    • …
    corecore