18 research outputs found

    ANALISIS EDIBLE FILM DARI TEPUNG JAGUNG PUTIH (Zea mays L.) TERMODIFIKASI GLISEROL DAN KARAGENEN

    Get PDF
    Edible film berbahan dasar tebung jagung putih dimodifikasi dengan karagianan dan gliserol. Gel dari karagenan dapat meningkatkan kekuatan dan homogenitas suspensi edible film. Sementara gliserol dapat meningkatkan permeabilitas film, selain itu menjadikan film lebih halus dan tidak mudah retak. Tujuan penelitian antara lain mengetahui Kualitas edible film dari tepung jagung putih diketahui dengan cara: karakterisasi dan uji proksimat tepung jagung sebagai bahan baku, analisis sifat fisik dan mekanik edible film, optimasi konsentrasi optimal gliserol dan karagenan. Optimasi konsentrasi dilakukan dengan melakuakan variasi konsentrasi gliserol (5%, 10%, dan 15%) dan konsentrasi karagenan (1%, 2% dan 3%). Karaktistik dan kualitas tepung jagung putih dari Kabupaten Sumbawa menggunakan FTIR dan uji proksimat serta uji warna. Spektra IR menunjukkan bahwa tepung jagung Sumbawa tersusun dari gugus fungsi alkana, alkohol, keton/aldehid, hemiaketal dan hemiasetal yang merupakan gugus fungsi dari molekul karbohidrat. Sementara hasil uji proksimat menunjukkan bahwa tepung jagung Sumbawa memiliki kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat, amilosa, amilopektin serta pati berurut – turut: 12,61%; 0,72%; 0,08% ;0,41% ;86,17% ;55,40%; 19,84% ;77,30%. Hasil uji warna tepung jagung menunjukkan bahwa tepung jagung tanpa perlakukan memiliki warna putih tulang dan gelap, sehingga dalam penggunaanya sebagai bahan edile film perlu dimodifikasi dengan cara perendaman dalam natrium metabisulfit kemudian difermentasi untuk mengurangi kadar asam fitat yang bersifat antinutrisi dalam tepung jagung. Sifat fisik dan mekanik dari edible film berbahan dasar tepung jagung putih diketahui menggunakan uji warna, kuat tarik dan persen pemanjangan film didukung oleh FTIR. Hasil FTIR menunjukkan pengaruh gliserol dan karagenan terlihat dari vibrasi ikatan O–H (3400-3300 cm-1), vibrasi ikatan CH2 (1465 ) overlap dengan vibrasi ikatan S–O, S?O pada karagenan, vibrasi ikatan C–O, C?O (1600 cm-1, 1200-1020 cm-1) yang terlihat pada spektra IR edibe film G5%K2%. Konsentrasi optimal gliserol dan karagenan dalam pembuatan edible film tepung jagung putih yakni: gliserol 5-10% dan karagenan 3% sebab memiliki elongasi dan kuat tarik optimum serta warna edible film yang cerah. Elongasi dan kuat tarik optimum berturut - turut : 40 – 43.33%; 2,4 – 3,6 N. Hasil uji warna sampel edible film dengan kandungan gliserol 5-10% dan karagenan 3% menunjukkan index keputihan 54-58

    PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KACANG HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK BOLU KUKUS BERBAHAN DASAR TEPUNG UBI KAYU (Manihot esculenta)

    Get PDF
    Bolu steamed is one of the cakes that is enough to be contaminated by the community. The basic ingredient is wheat flour. Excessive use of wheat flour can interfere with the health of small bowel damage, so it is necessary to do substitution efforts with other flour such as cassava flour and green bean flour. Using cassava as the basic ingredient of steamed cakes is an alternative to adding nutrients. But the cassava is low in protein, so it is necessary to increase the source of proteins. Green beans have a fairly high protein content. Therefore, it is necessary to review the influence of the addition of green bean flour in steamed cakes made from cassava flour. The results showed the cassava flour affects the level of delight in the colour and flavor of the steamed bolu, while the addition of green bean flour is influential against the color, texture and flavor but does not affect the aroma of the steamed bolu. Based on proximate testing, moisture content of ash, protein levels, fat content and carbohydrate levels contained in the steamed Bolu does not exceed the standard based on the wet cake SNI, while the moisture content of the steamed Bolu exceeds the standards that can be influential On the shelf power of steamed cakes.Bolu kukus merupkan salah satu kue yang cukup diemari oleh masyarakat. Bahan dasar pembuatannya adalah tepung terigu. Penggunaan tepung terigu yang berlebihan dapat mengganggu kesehatan berupa kerusakan usus halus, sehingga perlu dilakukan upaya substitusi dengan tepung lainnya seperti tepung ubi kayu dan tepung kacang hijau. Pemanfaatan ubi kayu sebagai bahan dasar bolu kukus merupakan alternatif menambah gizi. Namun ubi kayu rendah kandungan proteinya, sehingga perlu adanya penambahan sumber protein. Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tentang pengaruh penambahan tepung kacang hijau dalam bolu kukus berbahan dasar tepung ubi kayu. Hasil penelitian menunjukkan tepung ubi kayu mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap warna dan rasa dari bolu kukus, sedangkan penambahan tepung kacang hijau berpengaruh terhadap warna, tekstur dan rasa namun tidak mempengaruhi aroma dari bolu kukus. Berdasarkan pengujian proksimat, kandungan kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat yang terdapat pada bolu kukus tidak melebihi standar berdasarkan SNI kue basah, sedangkan kadar air dari bolu kukus melebihi standar yang dapat berpengaruh pada daya simpan bolu kukus

    ANALISIS KADAR RESIDU ANTIBIOTIK DALAM DAGING AYAM POTONG YANG BEREDAR DI KOTA MATARAM

    Get PDF
    Analisis kuantitatif residu antibiotik dalam daging ayam potong yang beredar di Kota Mataram telah dilakukan dari bulan September hingga Oktober 2011. Pengambilan sampel dilakukan secara acak di tiga lokasi Pasar, Supermarket HERO, KFC dan Kentuku. Analisis kimia yang dilakukan melibatkan proses ekstraksi, sentrifugasi dan pengukuran dengan HPLC. Pada proses ekstraksi, pelarut yang digunakan yaitu Mcilvaine EDTA yang mampu memisahkan antibiotik dalam daging. Analisis kualitatif dengan HPLC mengindikasikan keberadaan residu antibiotik Oksitetrasiklin dalam sampel daging ayam potong dari Kota Mataram. Kadar residu antibiotik Oksitetrasilin yang telah ditemukan lebih kecil dari batas maksimum 1 ppm yang ditetapkan FAO. Kadar residu antibiotik Oksitetrasiklin dalam sampel masing-masing lokasi yaitu Seganteng 0,353 ppm, Bertais 0,259 ppm, Sesela 0,190 ppm, Sweta 0,172 ppm, Hero 0,157 ppm, KFC 0,113 ppm dan Kentuku 0,092 ppm

    Karakterisasi Alat Filtrasi Air Portable Berdasarkan Variasi Jumlah Absorber Karbon Aktif Limbah Tongkol Jagung

    Get PDF
    Sumbawa Regency is an area with soil water content containing lime. There was even lime blockage in the pipe holes used. So this research aims to create a portable filtration device that is cheap and efficient. The aim of this research is to characterize a portable water filtration device with an innovative absorber from corncob waste. The way this research works is the process of carbonizing corn cob waste and then activating it using 0.5 M NaOH for 24 hours. The absorber is then filled into a portable filter with dimensions of 50 cm in length and 4 inches in diameter. Filtration is carried out by flowing the collected well water into the water reservoir through a filter. Tests are carried out on water that has not been passed through a filter. After that, characterization was also carried out on the water that had passed through the filter. This characterization consists of Total Dispended Solid (TDS), Temperature, pH, Ca levels, and turbidity. The TDS value obtained decreases with the increasing number of absorbers used, namely from 203, 163, to 123 ppm. In addition, the temperature of the test water has almost no change. The resulting results were temperatures of 32, 33, and 32oC. The resulting pH value shows a decrease with an increase in the number of absorbers used, namely from 8.3; 7.7; 7.3. For turbidity, there was a decrease in the turbidity rate with an increase in the number of absorbers used, namely from 0.29 NTU to 0.3 NTU, and 0.28 NTU. In addition, CaCO3 levels decreased with an increase in the number of absorbers used, namely from 330 mg/l, 290 mg/l, and 240 mg/l. This value has met the threshold set by PMK No. 32 of 2017

    Alginate-Based Nanoencapsulation on Ultrasonic-Assisted Extraction of Parijoto Fruit (Medinilla Speciosa Blume) and Its Antioxidant Activity

    Get PDF
    Parijoto (Medinilla speciosa Blume) has very strong antioxidant activity, but the bioavailability was low. Therefore, Parijoto should be formed into a nanoparticle. The research aimed to determine the characterization and IC₅₀ value of nanoencapsulated Parijoto. Encapsulation was done using ionic gelation with alginate: CaCl₂ ratio 0.05%:0.05% (b/v). The ultrasonication was modified by a variation in frequency and sonication time. The characterization of nanoparticles was carried out using PSA to show the particle size and polydispersity index (pdI), and UV-Vis Spectrophotometer to show the percent of transmittance. The antioxidant activity was determined using FRAP assay. The characterization of pre-sonicated nanoextract was 265 nm of particle size, 0,472 of PdI, and 98,29% of transmittance. The best condition of sonication effect is given from 45 Hz of frequency and 15 minutes in time. The lower particle size from sonicated nanoextract was 218 nm, 0,415 of PdI, 99,56% percent of transmittance, and IC50 value obtained 1.696±0,014 ppm with a very strong category

    Alginate-Based Nanoencapsulation on Ultrasonic-Assisted Extraction of Parijoto Fruit (Medinilla Speciosa Blume) and Its Antioxidant Activity

    Get PDF
    Parijoto (Medinilla speciosa Blume) has very strong antioxidant activity, but the bioavailability was low. Therefore, Parijoto should be formed into a nanoparticle. The research aimed to determine the characterization and IC₅₀ value of nanoencapsulated Parijoto. Encapsulation was done using ionic gelation with alginate: CaCl₂ ratio 0.05%:0.05% (b/v). The ultrasonication was modified by a variation in frequency and sonication time. The characterization of nanoparticles was carried out using PSA to show the particle size and polydispersity index (pdI), and UV-Vis Spectrophotometer to show the percent of transmittance. The antioxidant activity was determined using FRAP assay. The characterization of pre-sonicated nanoextract was 265 nm of particle size, 0,472 of PdI, and 98,29% of transmittance. The best condition of sonication effect is given from 45 Hz of frequency and 15 minutes in time. The lower particle size from sonicated nanoextract was 218 nm, 0,415 of PdI, 99,56% percent of transmittance, and IC50 value obtained 1.696±0,014 ppm with a very strong category

    UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SERBUK EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa blimbi L.)

    Get PDF
    The Averrhoa Blimbi L. is spread all over in Indonesia as home garden plant. It has not been yet cultivated and developed its utilization. The utilization of this Averrhoa Blimbi L. that can be attempted is that as an instant powder. This fruit contains of chemical elements functioning as natural antioxidant. This study attempts to investigate the variation concentration of Averrhoa Blimbi L. extract on antioxidant activity by using DPPH (1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil) method and UV-Vis spectrophotometer. Based on the result of the antioxidant activity test, it is found that different treatment shows different antioxidant activity. At concentration of Averrhoa Blimbi L.: sugar, Y1 (1:1) is -7.8%, Y2 (2:1) is -3.4%, and Y3 (4:1) is 48.4%. This indicates that the more the extract of Averrhoa Blimbi L. is added, the higher antioxidant activity is. The organoleptic test in this study includes colour, aroma, texture, and taste. The most preferred treatment is Y3 (Averrhoa Blimbi L.: sugar: = 4:1). The level of panelist acceptance score on the test parameter is shown as follows: the colour is 2.34 (bright yellow), the aroma is 2.45 (a little bit of sour aroma), the texture is 2.21 (smooth), and the taste is 2.15 (sweet and a bit of sour).Averrhoa Blimbi L. tersebar di seluruh Indonesia sebagai tanaman kebun rumah. Belum dikembangkan dan dikembangkan pemanfaatannya. Pemanfaatan Averrhoa Blimbi L. ini yang bisa dicoba adalah sebagai serbuk instan. Buah ini mengandung unsur kimia yang berfungsi sebagai antioksidan alami. Penelitian ini mencoba untuk menyelidiki variasi konsentrasi ekstrak Averrhoa Blimbi L. pada aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH (1, 1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan, ditemukan bahwa perlakuan yang berbeda menunjukkan aktivitas antioksidan yang berbeda. Pada konsentrasi Averrhoa Blimbi L .: gula, Y1 (1: 1) adalah -7,8%, Y2 (2: 1) adalah -3,4%, dan Y3 (4: 1) adalah 48,4%. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak ekstrak Averrhoa Blimbi L. ditambahkan, semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Tes organoleptik dalam penelitian ini meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. Perawatan yang paling disukai adalah Y3 (Averrhoa Blimbi L .: gula: = 4: 1). Tingkat skor penerimaan panelis pada parameter uji ditunjukkan sebagai berikut: warnanya 2,34 (kuning cerah), aromanya 2,45 (sedikit aroma asam), teksturnya 2,21 (halus), dan rasanya 2,15 (manis dan sedikit asam)

    PENGARUH SIRUP GULA CAIR HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS DARI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI MEDIA FERMENTASI TERHADAP KADAR SEFALOSPORIN C: Effect of Glucose Syrup Results Enzymatic Hydrolysis of Sago (Metroxylon sp.) as Media Fermentation Against Cephalosporins C.

    Get PDF
    ABSTRACT Liquid sugar syrup which made by sago's starch material can be use as fermentation media for sefalosporin. The hydrolisis is a one way to obtain a liquid sugar syrup itself. The enzymatically hydrolisis divided into two process, they are Liquification and sacharification. The research purpose to understanding the way of hydrolisis sago's starch by enzymatically. Next, glucose quality result. Then the influence of the syrup by enzymatically hydrolisis as fermentation media toward quality of sefalosporin. The sample of this research was taken from PT. Selat Panjang, Riau. In Liquification process, the result showed that the maximum glucose quality was obtained about 3874 ppm from concentration of starch and enzym (60g/L: 300µL) meanwhile, the minimum glucose quality was obtained about 3501ppm from concentration of starch and enzym (40g/L: 200µL). Next, sacharification process (lasting 24-48 hours) maximum glucose quality was obtained about 12070 ppm with duration 48hours of hydrolisa. The addition liquid syrup of hydrolisis with five levels concentration, there are 1.5; 2.0; 2.5; 3.0, and 3.5% affected sefalosporin quality. The maximum quality of sefalosporin about 3709 ppm by concentration lyquid syrup GS 3.0% and minimum quality about 2044 ppm by concentration lyquid syrup Gs 1.5%. Meanwhile, by the positive control (glucose monohidrat) with similar treatment, the sefalosporin's quality was about 2170 ppm. Key words: Sago, Sago Starch, Enzymatic Hydrolysis, Fermentation, Cephalosporins C. ABSTRAK Sirup gula cair dari pati sagu dapat digunakan sebagai media fermentasi sefalosporin. Sirup gula cair dapat dengan cara dihidrolisis. Hidrolisis pati sagu secara enzimatis meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi. Penelitian bertujuan mengetahui cara hidrolisis pati sagu secara enzimatis dan kadar glukosa yang dihasilkan, serta pengaruh sirup gula cair hasil hidrolisis enzimatis sebagai media fermentasi terhadap kadar Sefalosporin C. Sampel pati sagu diperoleh dari PT Selat Panjang, Riau. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahap likuifikasi (2 jam) diperoleh kadar glukosa maksimum sebesar 3874 ppm dari konsentrasi pati sagu dan enzim (60g/L:300µL). Sedangkan kadar glukosa minimum diperoleh sebesar 3501 ppm dari konsentrasi pati sagu dan enzim (40g/L:200µL). Pada tahap sakarifikasi (24-48 jam) kadar glukosa maksimum diperoleh sebesar 12070 ppm dengan waktu hidrolisa 48 jam. Dalam penambahan sirup gula cair hasil hidrolisis dengan lima level konsentrasi sirupgula cair 1,5; 2,0; 2,5; 3,0 dan 3,5% mempengaruhi kadar Sefalosporin C. Kadar maksimum Sefalosporin C dihasilkan sebesar 3709 ppmdari konsentrasi sirup gula cair GS 3,0% dan kadar minimum diperoleh sebesar 2044 ppm dari konsentrasi sirup gula cair GS 1,5%. Sedangkan pada kontrol positif (glukosa monohidrat) dengan perlakuan yang sama diperoleh kadar Sefalosporin C sebesar 2170 ppm. Kata kunci: Sagu, Pati Sagu, Hidrolisis enzimatis, Fermentasi,Sefalosporin C

    PENGARUH MODIFIKASI CROSSLINK TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG UBI JALAR SAAT DIPANASKAN: Crosslink Modification Effect on the Characteristics of Sweet Potato Flour When Heated

    Get PDF
    ABSTRACT Sweet potato is a plant that is easy to be cultivated and very potential to be processed into flour. But the quality is still low compared to other flour especially when heated. Because it is done to improve the quality especially when heated. Modification done crosslink using sodium tripolyphosphate reagent (STPP). The purpose of this study was to determine the effect of modified flour on flour characteristics when heated. Parameters used in this research are water absorption, Swelling Power, and flour solubility. The data processing used is RAL of 1 factor at the 0.05 level and further test using Duncan test. The results showed that the characteristics of flour modification is better than natural flour. The higher the concentration of STPP used, the water absorbency increases, the swelling power increases, and solubility decreases. Sweet potato flour has optimum absorption limit and optimal development on reaction process for 1 hour, and will decrease at longer reaction process.. Key words: sweet potato, sweet potato flour, modified flour, crosslink modification, STPP ABSTRAK Ubi jalar merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan berpotensi diolah menjadi tepung, namun kualitasnya masih rendah dibandingkan dengan tepung lainnya, khususnya saat dipanaskan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya meningkatkan kualitas tepung ubi jalar terutama saat dipanaskan. Modifikasi dilakukan secara crosslink dengan pereaksi sodium tripolyfosfat (STPP). Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh modifikasi terhadap karakteristik tepung saat dipanaskan. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah daya serap air, swelling power, dan solubillitas tepung. Pengolahan data menggunakan RAL faktorial pada taraf 0,05 dan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa karateristik tepung modifikasi lebih baik daripada tepung alami. Semakin tinggi konsentrasi STPP, daya serap air meningkat, nilai swelling power meningkat, dan solubilitas menurun. Tepung ubi jalar memiliki batas optimum penyerapan serta pengembangan optimal pada reaksi selama 1 jam dengan konsenrasi STTP 3%, serta menurun pada reaksi yang lebih lama. Kata kunci: ubi jalar, tepung ubi jalar, modifikasi pati, modifikasi crosslink, STP

    STUDI KUALITATIF DAN KUANTITATIF MINYAK GORENG YANG DIGUNAKAN OLEH PENJUAL GORENGAN DI KOTA SUMBAWA

    Get PDF
    Minyak goreng merupakan salah satu bahan pokok yang digunakan oleh penjual gorengan sebagai media pengolahan gorengan. Akan tetapi, penggunaan minyak goreng secara berulang dapat mempengaruhi kualitas minyak goreng dan memberikan dampak negatif bagi tubuh apabila dikonsumsi dalam jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan mutu minyak goreng dan kelayakan konsumsi gorengan di Kota Sumbawa berdasarkan analisis fisiko-kimia meliputi uji warna, uji organoleptik bau , uji kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, dan cemaran logam menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom. Dari penelitian ini diperoleh hasil uji kualitas sampel minyak goreng untuk uji kadar air 0,1365-0,5156%, bilangan asam 0,482-3,444 mg KOH/gr, bilangan peroksida 6-30,8 mek O2/kg, cemaran logam Kadmium (Cd) 0,0001-0,0003 mg/kg dan cemaran logam Timbal (Pb) 0,0001-0,0011 mg/kg. Hasil penelitian terhadap 9 sampel yang diuji, menunjukkan bahwa semua sampel uji tidak memenuhi syarat mutu minyak goreng berdasarkan SNI 01-3741-2013, namun pada uji cemaran logam Kadmium (Cd) dan Timbal (Pb), semuanya berada dibawah maksimal cemaran logam
    corecore