9 research outputs found

    Storyteling in Teaching Vocabulary ( an EFL Seting in Indonesia Primary School Context)

    Full text link
    Bahasa Inggris telah menjadi salah satu bahasa yang memegang peranan penting pada pergaulan tingkat global, baik didalam konteks personal maupun profesional. Di Indonesia, hal ini berpengaruh terhadap kebijakan diberlakukannya pembelajaran bahasa Inggris di tingkat sekolah dasar sejak tahun 1994. Akan tetapi, kebijakan memasukkan pelajaran bahasa Inggris pada kurikulum SD bukan tanpa masalah. Masalah yang sering dihadapi pada konteks tersebut diantaranya adalah ketersediaan guru bahasa Inggris SD yang berkualitas, yang dapat menjalankan pembelajaran bahasa Inggris sesuai dengan karakteristik siswa SD. Penggunaan metode bercerita (storytelling) dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing telah direkomendasikan sebagai salah satu metode untuk membelajarkan vocabulary oleh para ahli di bidang English as a Second/Foreign Language (ESL/EFL). Brewster, Ellis dan Girard (2002) menyatakan bahwa penggunaan storytelling dapat memotivasi siswa SD untuk belajar bahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Artikel ini membahas tentang penggunaan storytelling dalam membelajarkan vocabulary bagi siswa sekolah dasar, khususnya di kelas rendah dikaitkan dengan the four strands approach yang dicetuskan oleh Nation (2001). Selain itu artikel ini memuat pula contoh singkat kegiatan pembelajaran bahasa Inggris yang membelajarkan vocabulary pada siswa SD kelas 1 dengan mengadopsi cerita The Very Hungry Caterpillar karya Eric Carle

    PICTURE MAPPING METHOD AND STORYTELLING: A WAY TO PROMOTE 2�ST CENTURY SKILLS

    Get PDF
    Abstract:Storytelling has an important role in promoting children’s mental development (Davies, 2007; Gadzikowski, 2007). The use of picture in storytelling has widely recognised in EYL classroom (Rossiter, Derwing & Jones, 2008; Bonvillian and Floven, 2003). Since children aged 5-6 years old are not able to write and read yet, picture mapping method is implemented in this study following storytelling session. Picture map is used as tool for children to develop their communication and collaboration skills which are parts of 21 st century skills. The research aimed to identify the development of 2�st century skills in a storytelling activity that employed picture mapping in kindergarten classroom. The research protocols were transcribed recorded talk with students, observation documents, and video record. The results indicated that the developed 2�st century skills were students’ skills which is shown by the capability in: (�) communicating ideas and thoughts with the use of picture map; (2) listening effectively to the story told by the teacher; (3) responding effectively to others during storytelling sessions; (4) communicating effectively in a bilingual atmosphere, and (5) express willingness to be helpful. Keywords: picture mapping, story telling, 2�st century skills, English for young learners, kindergarten in Indonesi

    PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI MEDIA POP UP BOOK BERBASIS POWERPOINT BERMUATAN SEX EDUCATION DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SD

    Get PDF
    Cases of child sexual abuse often occur in Indonesia, so it’s important to educate children from an early age so that they can understand the forms of sexual acts and how to prevent them. In addition, the English language skills of elementary school students are also a concern because students still experience delays in understanding the material and vocabulary. This problem can be solved by integrating sex education and English learning through PowerPoint-based pop up book media in English with sex education content, named WiseBook: Wisdom in Sexual Education E-Book. This research aims to obtain an overview of the process, feasibility test data and application test data on WiseBook media development. The research method employed is D&D with the results of the applied research based on the results of the material expert test which obtained a score of 65 out of 75 resulting in a percentage of 86% in the “very good” category and the media expert test obtained a score of 56 out of 75 resulting in a percentage of 74.6% in the “good” category. Based on the results of implementation and interviews with teachers, it shows that the use of WiseBook media can be applied to low-grade elementary school students because students become active and interactive during learning. The application of this learning media can make it easier for students to remember and understand the material presented, especially in learning English which is often considered difficult. Kasus kekerasan seksual pada anak sering terjadi di Indonesia, sehingga penting untuk memberikan edukasi pada anak sejak usia dini agar mereka dapat memahami bentuk tindakan seksual dan cara mencegahnya. Selain itu, kemampuan berbahasa Inggris siswa sekolah dasar juga menjadi perhatian karena siswa masih mengalami keterlambatan dalam memahami materi dan kosakata. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mengintegrasikan sex education dan pembelajaran Bahasa Inggris melalui media pop up book berbasis PowerPoint berbahasa Inggris bermuatan sex education, yang diberi nama WiseBook: Wisdom in Sexual Education E-Book. Riset ini bertujuan untuk memperoleh gambaran proses, data hasil uji kelayakan dan data hasil uji penerapan pada pengembangan media WiseBook. Metode riset yang digunakan yaitu D&D dengan hasil riset yang diterapkan berdasarkan hasil uji ahli materi yang memperoleh skor 65 dari 75 menghasilkan persentase 86% dengan kategori “sangat baik” dan uji ahli media memperoleh skor 56 dari 75 menghasilkan persentase 74,6% dengan kategori “baik”. Berdasarkan hasil implementasi dan wawancara pada guru, menunjukkan bahwa penggunaan media WiseBook dapat diterapkan kepada siswa sekolah dasar kelas rendah karena siswa menjadi aktif dan interaktif selama pembelajaran berlangsung. Dengan diterapkannya media pembelajaran ini dapat mempermudah siswa untuk mengingat dan memahami materi yang disampaikan, terutama dalam pembelajaran Bahasa Inggris yang seringkali dianggap sulit

    Strengthening psychological disaster literacy for elementary school students through visual storytelling activities

    Get PDF
    Psychological disaster literacy is the central pillar of disaster risk reduction, which provides mental strengthening of knowledge, attitudes, and actions for disaster risk reduction to avoid the widespread impact of disasters. As one of the areas that has the potential for a high-risk disaster, Pangandaran has implemented disaster risk reduction efforts in education units through disaster mitigation education activities from an early age in elementary schools, but the survey results show that 67.6% of them have never carried out disaster mitigation learning with students' psychological resilience. This study aims to strengthen psychological disaster literacy for elementary school students in Pangandaran through storytelling and visual expression activities. The method used is development research with the ADDIE model. The validation results show feasibility in the range of 0.85 - 0.93 for aspects of contextual assessment, material, and presentation feasibility. These results follow the local wisdom of disaster mitigation in Pangandaran. The development of psychological disaster literacy learning was considered relevant to the needs of elementary school teachers in Pangandaran, who received an assessment in the very good range and in the good range.   Abstrak Literasi psikologi bencana merupakan pilar utama pengurangan resiko bencana yang memberikan penguatan mental dari aspek pengetahuan, sikap dan tindakan pengurangan resiko bencana agar terhindar dari dampak bencana yang meluas. Sebagai salah satu wilayah yang memiliki potensi bencana dengan resiko tinggi, kabupaten Pangandaran telah mewujudkan upaya pengurangan resiko bencana di satuan pendidikan melalui kegiatan edukasi mitigasi bencana sejak dini di sekolah dasar namun hasil survey menunjukan 67.6% diantaranya belum pernah melaksanakan pembelajaran mitigasi bencana bermuatan ketahanan psikologis siswa. Penelitian ini bertujuan melakukan penguatan literasi psikologi bencana bagi siswa sekolah dasar di kabupaten Pangandaran melalui kegiatan ekspresi visual storytelling. Metode yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan model ADDIE. Hasil validasi menunjukan kelayakan pada rentang 0,85 - 0,93 untuk aspek penilaian kontekstual, materi dan kelayakan penyajian. Hasil tersebut dipandang sesuai dengan kearifan lokal mitigasi bencana di kabupaten Pangandaran. Pengembangan pembelajaran psikologi bencana ini dinilai relevan dengan kebutuhan guru sekolah dasar di kabupaten Pangandaran dan mendapatkan penilaian pada rentang sangat baik dan baik. Kata Kunci: Pembelajaran; literasi psikologi bencana; storytelling; ekspresi visua

    Metode Picture Mapping dalam Kegiatan Storytelling: Cara untuk Mengembangkan Keteampilan Abad 21 Anak Usia Dini

    No full text
    Kegiatan storytelling memiliki peran strategis dalam mengembangkan aspek moral pada diri anak-anak. Penggunaan gambar dalam kegiatan storytelling juga telah banyak dilakukan dalam pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak usia dini. Mengingat anak usia 5-6 tahun masih banyak yang belum memiliki keterampilan menulis dan membaca, maka penggunaan metode picture mapping dalam kegiatan storytelling dipelajari dalam penelitian kali ini. Penggunaan picture map dalam penelitian yaitu sebagai alat untuk menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi dan kolaborasi anak usia dini sebagai bagian dari keterampilan abad 21. Tujuan penelitian secara khusus yaitu untuk mengidentifikasi perkembangan aspek-aspek keterampilan abad 21 dalam kegiatan storytelling siswa TK kelompok B di daerah Cibiru, Kabupaten Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif. Instrumen pengumpul data yang terlibat yaitu rekaman hasil wawancara dengan anak, pedoman observasi yang dilengkapi catatan lapangan, dan rekaman video proses kegiatan storytelling. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa keterampilan abad 21 yang berkembang melalui kegiatan storytelling yang menerapkan penggunaan picture map adalah: (1) kemampuan mengomunikasikan pikiran atau ide menggunakan picture map; (2) kemampuan menyimak isi cerita yang disampaikan guru; (3) kemampuan memberikan respon pada orang lain selama sesi storytelling berlangsung; (4) kemampuan berkomunikasi dalam lingkungan dwibahasa; dan (5) menunjukkan sikap saling tolong menolong dan bekerja sama
    corecore