76 research outputs found
Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kemampuan Berkomunikasi Sekretaris
Mengingat pentingnya komunikasi didalam setiap aspek kehidupan terutama dalam dunia kerja pada umumnya dan sekretaris sebagai pemegang peran utama dalam menjembatani komunikasi didalam Perusahaan tersebut. Sehubungan dengan pekerjaaan sekretaris yang banyak berkomunikasi dalam dunia kerjanya, dan diketahui pula sekretaris merupakan pusat informasi sehingga dalam kinerjanya lebih banyak bernteraksi dengan lingkungan dan orang-orang sekitarnya dan sehubungan dengan ilmunya sekretaris memiliki fungsi sebagai PR internal. Kecakapan seseorang dalam berkomunikasi secara verbal yang jelas tidak dipengaruhi oleh IQ (kecerdasan intelegensi ) tetapi salah satunya mendapat pengaruh dari EQ (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional (EQ) banyak berpengaruh pada setiap aspek kehidupan, bahkan para ahli mengemukakan bahwa keberhasilan dalam hidup terdiri dari 50% kecerdasan emosional, 20 % kecerdasan intelegensi, sisanya untuk kerja keras dan ketekunan. Untuk itu akan dikupas pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap komunikasi, dalam hal ini komunikasi verbal sekretaris sehingga akan memudahkan hubungan kerjasama diantara rekan sekerja dan meminimalkan salah paham yang mungkin timbul karena adanya penangkapan yang kurang tepat terhadap apa yang disampaikan
Disaster Mitigation in Coastal Areas: Perspective of the Indonesian Spatial Planning Law
This article is a critical analysis on spatial planning with regard to disaster mitigation in coastal areas. The author explores the concepts and regulations of disaster mitigation and spatial planning in Indonesian coastal areas to identify how spatial planning works in terms of disaster mitigation in coastal areas and the roles of stakeholders in disaster mitigation in coastal areas in the context of the spatial planning law. This normative legal research was conducted by examining secondary data from relevant books, journals, and published documents. This study finds out that, first, according to the Spatial Planning Law, Management of Coastal Zone and Small Islands Law, Disaster Management Law, Job Creation Law, and their derivative regulations, there have been regulations mandating spatial planning as a non-structural mitigative measure with regard to disaster management in coastal areas. Second, in terms of spatial planning and disaster mitigation, the government is the dominant stakeholder, while the role of non-government stakeholders is not expressly provided for which may eventually result in "tokenism" participation in disaster mitigation in coastal areas
Implementation Of Energy Law Of Hybrid Power Station For Social Welfare
This study was aimed to investigate the Implementation of Energy Law of Hybrid Power Station for Social Welfare in Pantai Baru. The problem formulations are the management and utilization of hybrid power station in Pantai Baru and implementation of energy law of hybrid power station for social welfare in the fields of economy and information in Pantai Baru. Based on data analysis it is concluded that the management of hybrid power station in Pantai Baru is performed collaboratively between government and the society. The existence of hybrid power station in pantai baru has positive impacts in economy and information. Penelitian ini meneliti Pelaksanaan Hukum Energi Pembangkit Listrik Tenaga Hibrid untuk Kesejahteraan Rakyat di Bidang Ekonomi dan Informasi di Pantai Baru. Masalah yang diteliti adalah bentuk pengelolaan dan pemanfaatan pembangkit listrik tenaga hibrid di Pantai Baru dan pelaksanaan hukum energi pembangkit listrik tenaga hibrid untuk kesejahteraan rakyat di bidang ekonomi dan informasi di Pantai Baru. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan bahwa pengelolaan pembangkit listrik tenaga hibrid yang ada di pantai baru dilakukan secara kolaboratif, antara pemerintah dengan masyarakat. Kehadiran pembangkit listrik tenaga hibrid yang ada di pantai baru telah memberikan dampak positif di bidang ekonomi dan informasi
Do Emotional Intelligence and Ethical Leadership Elevate Work Engagement? The Mediating Role of Psychological Capital
The level of employees’ work engagement can affect an organization's resilience amid business competition. However, banking employees are often faced with rigid working hours that can affect the level of work engagement of employees. This study aims to determine the role of emotional intelligence and ethical leadership in the work engagement of banking employees. Furthermore, this study also investigates the mediating role of psychological capital because it still requires further research. The sample involved in the study was 206 employees of conventional commercial banks in Indonesia. The structural equation modeling (SEM) analysis results show that emotional intelligence, ethical leadership, and psychological capital can affect work engagement. On the other hand, psychological capital partially mediates the influence of emotional and ethical leadership on work engagement. Therefore, the result of this study can strengthen the job demands-resources theory. To increase work engagement, a deeper understanding of emotional intelligence, ethical leadership, and psychological capital can help the banking sector retain employees, improve employee and organizational performance, and maintain a competitive advantage amid intense competition between banks in Indonesia
PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP KEMAMPUAN BERKOMUNIKASI SEKRETARIS
Mengingat pentingnya komunikasi didalam setiap aspek kehidupan terutama dalam dunia kerja pada umumnya dan sekretaris sebagai pemegang peran utama dalam menjembatani komunikasi didalam perusahaan tersebut. Sehubungan dengan pekerjaaan sekretaris yang banyak berkomunikasi dalam dunia kerjanya, dan diketahui pula sekretaris merupakan pusat informasi sehingga dalam kinerjanya lebih banyak bernteraksi dengan lingkungan dan orang-orang sekitarnya dan sehubungan dengan ilmunya sekretaris memiliki fungsi sebagai PR internal. Kecakapan seseorang dalam berkomunikasi secara verbal yang jelas tidak dipengaruhi oleh IQ (kecerdasan intelegensi ) tetapi salah satunya mendapat pengaruh dari EQ (kecerdasan emosional). Kecerdasan emosional (EQ) banyak berpengaruh pada setiap aspek kehidupan, bahkan para ahli mengemukakan bahwa keberhasilan dalam hidup terdiri dari 50% kecerdasan emosional, 20 % kecerdasan intelegensi, sisanya untuk kerja keras dan ketekunan. Untuk itu akan dikupas pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap komunikasi, dalam hal ini komunikasi verbal sekretaris sehingga akan memudahkan hubungan kerjasama diantara rekan sekerja dan meminimalkan salah paham yang mungkin timbul karena adanya penangkapan yang kurang tepat terhadap apa yang disampaikan
Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Konsumsi Softdrink Dengan Status Gizi Remaja Di SMP Muhammadiyah 10 Surakarta
Background: Problems with nutritional status can lead to emotional and social problems for adolescents. The nutritional status of school children is important to note because the consumption patterns of children in school are not monitored by their parents. Knowledge is one of the factors that can affect the nutritional status in adolescents although indirectly. Consumption of soft drinks excessive amounts of lead in soft drinks excess calories are converted into fat form. Purpose: To know correlation between the level of knowledge and softdrink consumption with teens nutritional status in Muhammadiyah 10 junior high school Surakarta Method of the Research: The research implemented a survey-observational with cross-sectional approach. Subject of the research is 45 individuals selected by using simple random sampling. Data of knowledge and soft drink consumption was taken by used a recall form, data of antropometri was taken by used body mass index. Data is analyzed by using correlation test of Rank Spearman. Result: Based on univariate analysis, most of the research subjects have a good knowledge about the softdrink is equal to 62.2%, most of the research subjects rarely consume soft drinks is equal to 80% and most of the energy contributed by softdrink for students enough that is equal to 84.4%, most of the study subjects had normal nutritional status that is equal to 55.6%. The results of Rank Spearman correlation test for knowledge and nutritional status p value = 0.403, softdrink consumption and nutritional status p value = 0.040, energy contributed by softdrink and nutritional status p value = 0.026. Conclusion: There had been correlation between sofdrink consumption frequency and the energy contribution with nutritional status. There had not correlation between knowledge with nutritional statu
Hubungan Pengetahuan Gizi Dan Konsumsi Western Fast Food (Frekuensi Dan Sumbangan Energi) Dengan Status Gizi Remaja Di Smp Muhammadiyah 10 Surakarta
Background : Nutrition knowledge influencing selection and food habits.
Western fast food in Indonesia is growing rapidly turned out to be appreciated by
the public, especially children and adolescents. However, western fast food
contains high calories, fat and low in fiber if consumption overload can cause of
obesity.
Objective : To know the relationship between nutrition knowledge, western fast
food consumption rate (frequency and energy contribution) and nutritional status
in adolescents in SMP Muhammadiyah 10 Surakarta.
Methods : Observational research using cross sectional approach. Technique of
sampling was taken by employing stratified random sampling. Total sample of 45
students of class VII and VIII. Data nutritional knowledge was measured using a
questionnaire, frequency and energy of western fast food contribution using FFQ,
and nutritional status using anthropometry. Analysis of the relationship used the
Pearson product moment correlation test.
Result : The research results show that the subject with enough nutrition
knowledge (44,4%), the frequency of consumption of western fast food
considered being often and very often (40%), the energy contribution of western
fast food was mostly good (93,3%), and 57,8% of respondents have normal
nutrition status. The test results pearson product moment correlation nutrition
knowledge and nutritional status obtained p=0,463. The test result of relationship
frequencies western fast food consumption and nutritional status obtained
p=0,092. The test result of relationship contribution energy western fast food and
nutritional status obtained p=0,025.
Conclusion : There is no relationship between nutrition knowledge and
nutritional status (p=0,463), there was no association frequency of consumption
of western fast food with nutritional status (p=0,092), and no correlation beween
energy contribution of western fast food and nutritional status (p=0,025)
Hubungan Antara Pengetahuan Serat Dan Konsumsi Serat dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja di SMP Budi Mulia Dua Yogyakarta
Pendahuluan: Masalah gizi timbul karena perilaku gizi yang salah. Perilaku gizi
yang salah adalah ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizi.
Pengetahuan gizi sangat berpengaruh terhadap konsumsi yang baik dalam memilih
makanan yang berserat tinggi. Serat makanan adalah pemahaman yang berkaitan
dengan serat makanan meliputi jenis dan sumber serat makanan, konsumsi serat
makanan yang dianjurkan per hari serta manfaat dan kerugian apabila
mengkonsumsi serat makanan kurang maupun lebih, supaya tidak menyebabkan
terjadinya obesitas pada remaja.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara pengetahuan serat dan konsumsi serat
dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Budi Mulia Dua Yogyakarta
Metode Penelitian: Penelitian dilakukan di SMP Budi Mulia Dua Yogyakarta pada
bulan April- Mei 2012. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
menggunakan uji pearson product moment. Subjek penelitian berjumlah 50 subjek
penelitian
Hasil: Berdasarkan data pengetahuan serat makanan dari 50 subjek penelitian
tingkat pengetahuan baik sebanyak 31 (62%), pengetahuan tidak baik sebanyak 19
(38%). Konsumsi serat dari 50 subjek penelitian, didapatkan bahwa konsumsi serat
remaja secara keseluruhan tidak baik. Sedangkan data status gizi dari 50 subjek
penelitian terdapat 30 (60%) obesitas dan 20 (40%) tidak obesitas.
Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang bemakna antara pengetahuan serat dan
konsumsi serat dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Budi Mulia Dua
Yogyakarta
PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN BERSASTRA DI SMA NEGERI 3 BANTUL
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan problematika pembelajaran bersastra dalam pembelajaran bahasa Indonesia siswa kelas XI SMAN 3 Bantul, hasil kegiatan bersastra siswa, kesan guru dan siswa terhadap kegiatan bersastra dalam pembelajaran bahasa Indonesia, fasilitas dari sekolah berkenaan dengan kegiatan bersastra siswa, dan upaya guru juga sekolah dalam meningkatkan kegiatan bersastra siswa kelas XI.
Penelitian berjenis deskriptif kualitatif, dengan menggunakan satu kelas sebagai subjek penelitian. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Keabsahan data diperoleh melalui validitas dengan ketekunan pengamatan dan triangulasi. Data hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif. Hasil analisis data kualitatif kemudian disimpulkan sesuai permasalahan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kegiatan menyimak sastra hanya berupa pembacaan teks cerpen, (2) kegiatan berbicara sastra hanya berupa kegiatan membaca teks cerpen kemudian menjawab soal, (3) kegiatan membaca sastra hanya membaca satu teks hikayat, (4) kegiatan menulis sastra hanya menulis resensi novel bebas. Kegiatan bersastra siswa kelas XI khususnya XI IPA 2 SMAN 3 Bantul hanya dilakukan pada saat pembelajaran bahasa Indonesia. Terdapat perbedaan antara rancangan pembelajaran yang terdapat di dalam dokumen guru dengan kegiatan bersastra yang berlangsung. Keadaan tersebut menurut guru bahasa Indonesia disebabkan antara lain keterbatasan waktu, keterbatasan sarana dan prasarana, dan pemahaman guru mengenai unsur-unsur sastra yang terdapat beberapa kesamaan. Guru tidak mengadakan evaluasi susulan, remidi, maupun pengayaan bagi siswa terkait dengan kegiatan bersastra. Tidak terdapat kegiatan ekstrakurikuler yang berkaitan dengan kegiatan bersastra. Keberadaan dan fungsi fasilitas berupa perpustakaan, stage, dan mading belum dimaksimalkan oleh pihak sekolah dan guru
ERANAN DESAIN GRAFIS DAN DESAINER GRAFIS DALAM PROSES DESAIN IKLAN (Proses Desain Iklan di Lembaga Studi Desain Surakarta)
Pada zaman modern ini, ilmu pengetahuan dan dunia usaha makin
berkembang cepat dan bersaing ketat. Salah satunya adalah dunia periklanan
(advertising). Periklanan (advertising) dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang
sering membuktikan urgensinya sebagai penunjang keberhasilan suatu usaha
untuk marketing atau sebagai wahana untuk mengkomunikasikan kebutuhan
membeli atau menjual berbagai produk barang dan jasa. Periklanan
(advertising) selain merupakan salah satu bentuk khusus komunikasi, juga
untuk memenuhi fungsi pemasaran. Konsepsi-konsepsi modern menyadarkan
para usahawan Indonesia bahwa advertising adalah salah satu aspek dari
marketing mix yang tidak dapat diabaikan keberadaannya.
Industri periklanan di negara kita masih relatif baru. Namun dapat kita
lihat betapa perkembangannya begitu cepat dengan munculnya biro-biro iklan.
Secara umum sebuah biro iklan bekerja perantara tepat pada posisi tengah
diantara mereka yang ingin memasang iklan pada media sebagai penyewa
ruang dan waktu yang akan digunakan untuk menginformasikan barang, jasa
atau ide serta gagasan.
Persaingan dalam dunia periklanan sangatlah ketat. Ini dapat dilihat
dari pemasangan iklan-iklan kreatif di berbagai media untuk menarik
perhatian khalayak terhadap produknya. Pembuatan iklan-iklan kreatif yang
i
efektif dan mampu bersaing menjadi sebuah harga mati bagi perusahaan, tidak
hanya untuk pencapaian finansial, namun juga sebagai pembentuk citra
perusahaan yang akan berimbas pada kepercayaan klien. Karena itu, sudah
tentu proses pembuatan suatu iklan menuntut totalitas dan profesionalitas
dalam proses kerjanya.
Iklan akan membantu untuk menghadapi dan menandingi para pesaing
dengan cara membujuk pelanggan dan mempengaruhi pemilihan dan
keputusan pembelian dengan menciptakan pernyataan tandingan. Maka iklan
yang akan disampaikan kepada khalayak sasaran produk, harus menjadikan
pesan atau informasi berita yang paling persuasif dan kuat serta pesan
penjualan atau naskah iklan tersebut harus didukung oleh bentuk kreatifitas
yang lain, seperti : gambar, tipografi, dan mungkin juga warna yang dapat
diselesaikan bersama dengan anggota tim yang lain dengan cara saling
memberi masukan ide atau gagasan tentang apa yang disampaikan dalam iklan
tersebut.
Berbicara tentang proses kerja pembuatan sebuah iklan, iklan tidak
dapat terlepas dari proses desain, yaitu suatu tahapan kerja yang didalamnya
terdapat komponen yang selalu diperhatikan sampai terciptanya karya yang
bernilai estetis. Dalam proses desain iklan, dunia periklanan menggunakan
desain grafis. Desain grafis adalah bidang yang penuh tantangan kreatif dan
artistik yang juga dikatakan sebagai desain komunikasi visual karena pada
umumnya menggunakan gambar, foto, symbol, dan berbagai macam bahasa
untuk mendukung pesan yang akan disampaikan. Desain Grafis merupakan
i
penyempurna penampilan dari suatu karya yang masih nampak sederhana
sampai terbentuk karya yang lebih bernilai kreatif dan imajinatif, sehingga
pesan yang akan disampaikan lebih menarik dan dapat ditangkap oleh
khalayak. Desain grafis harus selalu berpegang pada logika, informasi di suatu
produk dan mungkin intiusi (profesional judgment).
Suatu karya desain grafis dapat terlihat kreatif dan imajinatif sangat
bergantung kepada ide dan pengerjaan dari seorang desainer grafis. Desainer
grafis adalah seseorang yang menggunakan dan memvisualkan ide menjadi
gambar dan kata kedalam suatu daerah yang telah disesuaikan untuk
menjadikan jelas dari pernyataan grafis.
Desainer Grafis bertugas memecahkan masalah komunikasi dalam
sebuah iklan dan dapat melahirkan rancangan yang menggugat, menyentak,
membujuk, menggangu atau memaksa khalayak menangkap gagasan tertentu
yang bisa membangkitkan emosi, logika atau keinginan tertentu, sehingga
konsumen akan terpengaruh dan melakukan kegiatan sesuai dengan pesan
yang disampaikan.
Seorang desainer grafis harus mampu menciptakan cara paling efektif
untuk menggugah sekaligus mempengaruhi konsumen melalui iklan yang unik
dan kreatif. Namun akan lebih baik ketika desainer menyusun pesan
penjualan harus sudah berpikir secara visual atau dengan membayangkan
penampakan iklan jadi dalam pikirannya dan juga mengarahkan bentuk-
bentuk kreativitas yang kemudian dapat dimusyawarahkan dengan anggota
i
kreatif yang lain. Oleh karena itu, seorang desainer grafis merupakan salah
satu profesi bidang periklanan yang turut menentukan suksesnya sebuah iklan.
Setiap hari kita membaca surat kabar, mendengarkan radio dan
menonton televisi, di sana banyak kita jumpai yang namanya iklan. Tak dapat
dipungkiri kita tertarik pada apa yang diiklankan setelah kita mendengar,
membaca informasi dan melihat pesan-pesan tersebut tersebut. Jika demikian,
berarti kerja desain grafis dan seorang desainer grafis dan seluruh tim kreatif
telah berhasil mempengaruhi atau membujuk sasaran untuk membeli produk
yang diiklankan, karena mereka menjadi sadar bahwa produk yang diiklankan
itu memang cocok dan sedang mereka perlukan. Jadi mereka menbeli produk
tanpa merasa dipaksa oleh informasi yang terdapat pada iklan yang dilihat,
dibaca, atau didengar.
Berdasarkan hal tersebut maka sangat jelas bahwa peranan desainer
grafis dan desain grafis dalam proses desain pembuatan sebuah iklan sangat
penting bagi perusahaan periklanan. Sebuah iklan tidak dapat terlepas dari
proses desain grafis, dan sebuah karya desain grafis dapat memiliki nilai lebih
jika seorang desainer dapat mewujudkan apa yang menjadi keinginan kliennya
dan karya tersebut dapat diterima khalayak
- …