1 research outputs found
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 91/PUU-XVIII/2020 TERHADAP KEDUDUKAN UU CIPTA KERJA DAN ATURAN TURUNANNYA DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA
Undang-Undang Cipta Kerja telah menuai kontroversi sejak proses pembentukannya. Hal itu disebabkan oleh anggapan publik bahwa UU tersebut tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011. Setelah disahkan, tidak sedikit masyarakat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi terkait undang-undang tersebut. Kemudian terbit Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 dengan hasil inkonstitusional bersyarat. Putusan tersebut kembali memicu pro-kontra karena jenis putusan inkonstitusional bersyarat yang diperoleh, padahal putusan tersebut merupakan hasil pengujian formil undang-undang.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian normatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi kepustakaan (library research) yang dalam pelaksanaannya menggunakan bahan pustaka. Bahan pustaka tersebut terdiri dari sumber data primer dan sumber data sekunder baik berupa buku, jurnal maupun laporan hasil penelitian terdahulu. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengkaji Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 guna menemukan implikasi putusan tersebut terhadap UU Cipta Kerja dan aturan turunannya.
Pertimbangan hukum hakim Mahkamah Konstitusi dalam memutus inkonstitusional bersyarat pada Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 disebabkan oleh adanya cacat secara formil dalam pembentukan UU Cipta Kerja. Namun, Mahkamah Konstitusi dapat memahami tujuan besar pembentukan UU Cipta Kerja yang sangat dibutuhkan bagi Indonesia, sehingga hasil dari putusan tersebut menjadi inkonstitusional bersyarat. Berdasarkan perspektif utilitarianisme, putusan hakim a quo telah ideal karena memberi sanksi atas cacat prosedural tanpa mengesampingkan aspek kemanfaatan UU tersebut yang berupa peningkatan iklim investasi, penciptaan lapangan kerja, serta penanganan obesitas regulasi. Adapun perihal implikasi putusan a quo terhadap UU Cipta Kerja dan aturan turunannya berkaitan dengan “daya laku” dan “daya ikat” UU tersebut. Putusan a quo menyebabkan UU Cipta Kerja kehilangan “daya ikat” untuk sementara karena diputus inkonstitusional bersyarat dan dapat kembali setelah UU diperbaiki selama 2 (dua) tahun sesuai amar putusan. Sedangkan “daya laku” UU Cipta Kerja masih diakui sebagai produk hukum di Indonesia berupa undang-undang.
Kata kunci: Inkonstitusional bersyarat, Implikasi, Pertimbangan hukum, UU Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi