103 research outputs found
Strategi Baru Pengentasan Kemiskinan Melalui Hukum Sebagai Sarana Pemberdayaan Corporate Social Responsibility
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis dampak sosial ekonomi bagi masyarakat dengan adanya hukum sebagai sarana pemberdayaan Corporate Social Responsibility (CSR) serta implementasi dan strategi yang ideal dalam pengentasan kemiskinan berdasarkan hukum melalui sarana pemberdayaan CSR. Penelitian ini merupakan penelitian socio-legal research. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan CSR Perusahaan melibatkan masyarakat sekitar, baik sebagai subyek maupun objek program. Dalam rangka program pengentasan kemiskinan, Perusahaan turut mengambil peran sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Perusahaan harus memiliki strategi jangka pendek, menengah dan panjang dengan menerapkan pendekatan strategic CSR dalam pengelolaan pertambangan agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya terhadap masyarakat setempat dan menangani isu-isu sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dari segi pemerintah, proses regulasi terkait kewajiban CSR perlu memenuhi pembuatan peraturan yang terbuka dan akuntabel
ANALISIS DOKTRINAL TARAF SINKRONISASI VERTIKAL PENERAPAN NILAI KEADILAN SOSIAL DI BIDANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
The researches about Water Resources Management were often have been done by previous researchers, but haven’t reach the basic idea of water resources management related the social justice. The doctrinal analysis was chosen to examine synchronization in vertical perspective. There are two problems in this research, those are (1) How vertical synchronization grade in Water Resources Management? (2) Why vertical synchronization grade in Water Resources Management was very difficult to be realized? These problems will be solved by doctrinalresearch approach. The results show that there is inconsistency in implementing of social justice value in regulation of water resources management. There is no vertical synchronization in regulation between UUD 1945, UUSDA, PP 16 Tahun 2005, Permendagri No. 23 Tahun 2006 serta Perpres No. 77 Tahun 2007. Based on analysis of document about RUU SDA meeting and Decision of Constitutional Court (MK) about Judicial Review of UUSDA, there was evident that DPR and Constitutional Court were trapped into legal-positivism thinking. They did not conduct ‘moral reading’ of Indonesian constitution. Through Perpres No. 77 Tahun 2007 that permits the foreign investors are able to occupy the share of water corporation until 95% more shows that disharmony in vertical perspective has occurred in regulation of water resources management
HEGEMONI OLIGARKI DAN AMBRUKNYA SUPREMASI HUKUM
Hukum, demokrasi dan hak asasi manusia mempunyai hubungan yang bersifat piramidal. Baik buruknya citra negara hukum akan memengaruhi perwujudan demokrasi. Sementara itu, supremasi hukum merupakan suatu prinsip yang harus diutamakan dalam penyelenggaraan negara hukum. Supremasi hukum dapat ambruk oleh dominasi atau hegemoni kekuasaan baik dari aspek penguasa pemerintahan, pengusaha hingga partai politik. Studi dalam perspektif hukum dan masyarakat ini penting untuk memahami bagaimana hubungan implikatif antara hegemoni oligarki terhadap supremasi hukum di negara demokrasi Indonesia tersebut. Hasil studi menunjukkan bahwa ketika parpol seakan menganut sistem oligarki maka terjadilah pembungkaman suara rakyat hingga timbul rasa apatis di sebagian besar kalangan masyarakat terhadap politik itu sendiri. Pada akhirnya, oligarki kekuasaan dapat menyebabkan collaps-nya negara hukum dan dengan sendirinya prinsip-prinsip demokrasi akan mati. Ketika oligarki kekuasaan muncul, mesin demokrasi pun sebenarnya telah mengalami senjakala. Pertanyaan tentang “How Democracies Die” dengan demikian sudah terjawab. Jalan keluar mengurangi hegemoni oligarki hingga supremasi hukum terwujud ialah menerapkan sistem hukum berkeadilan ala Islam dengan prinsip: tidak boleh dipengaruhi oleh rasa suka atau tak suka, kawan atau lawan, dekat atau jauh. Selain itu, tidak boleh dipengaruhi oleh rasa kasihan sehingga berakibat tidak menjalankan hukum terhadap pelaku kriminal, serta hukum berlaku untuk semua
Pendidikan Karakter dengan Mengimplementasi Nilai Pancasila dalam Kehidupan Sosial Masyarakat Ditinjau melalui Ibadah Sehari-Hari Mahasiswa STAI Samora Kota Pematangsiantar
This research investigates the implementation of character education based on Pancasila values in society, in the context of STAI Samora Pematangsiantar students. Using qualitative methods through STAI Samora students' worship practices, especially the five daily prayers, to see how Pancasila values are reflected in students' daily lives. As a result, students emphasize principles such as unity, democracy, and social justice in worship, creating a sense of togetherness and mutual respect. The findings of this research also illustrate that character education rooted in Pancasila values can be a strong basis for building an ethical, moral and mutually respectful society. The implication is that character education rooted in Pancasila can build an ethical and mutually respectful society
Dissolution of Islamic Community Organizations (Ormas) in the Context of a State of Law and a Democratic State
Community organizations (Ormas) in a country are evidence of the existence of democracy in a country. Indonesia is a constitutional state as well as a democratic state according to Article 1 Paragraphs 2 and 3 of the 1945 Constitution. The existence of mass organizations is recognized and protected in Indonesia as part of the state's recognition of the rights of every citizen to freedom of association and assembly. The dissolution of CSOs carried out without court procedures, according to the author, is a violation of the concept of the rule of law adopted by Indonesia as well as the castration of the rights of association, assembly, and expression of opinion in a democratic country. This study uses a socio-legal approach, with analytical descriptive research methods. Sources of data used are primary data in the form of interviews. The primary legal materials used in this research are the Law on Ormas; and SKB concerning the Prohibition of Activities Using Symbols and Attributes and Termination of FPI Activities. The results of the study stated that the disbandment of mass organizations was politically and ideologically motivated, namely differences in political attitudes and aspirations between Islamic organizations and the government. The dissolution of mass organizations is the impact of the applied procedural democracy. Democracy is not practiced substantially, in a democratic climate, differences in aspirations are a necessity. The disbandment of mass organizations has an impact on disharmony relations between religion and the state, between religious adherents and the government, and has the potential to cause polarization in society. The direct impact of the disbandment of Islamic organizations is the difficulty of building a synergistic relationship between religion and the state, between religious adherents and the government.[]Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara. Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Keberadaan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia sebagai bagian bentuk pengakuan negara atas hak setiap warga negara atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pembubaran Ormas yang dilakukan tanpa prosedur pengadilan menurut penulis adalah menyalahi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sekaligus pengkebirian hak-hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di negara demokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, dengan metode penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang berupa hasil wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas; dan SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarbelakangi politis dan ideologis, yakni perbedaan pandangan sikap politik dan aspirasi antara ormas Islam dengan pemerintah. Pembubaran ormas merupakan imbas dari demokrasi prosedural yang diterapkan. Demokrasi tidak dipraktikkan secara substansial, dalam iklim demokrasi perbedaan aspirasi adalah keniscayaan. Pembubaran ormas berdampak pada hubungan yang disharmoni antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah, dan berpotensi menimbulkan polarisasi di tengah masyarakat. Dampak langsung dari pembubaran ormas Islam adalah kesulitan membangun relasi sinergi antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan pemerintah.
Membangun Budaya Hukum Persidangan Virtual (Studi Perkembangan Sidang Tindak Pidana via Telekonferensi)
Premis dasar yang diusulkan dalam penelitian ini didasarkan pada fakta-fakta perkembangan beberapa peraturan dalam pelaksanaan pengadilan selama pandemi Covid-19. Berdasarkan premis ini, penelitian ini berupaya mengeksplorasi aspek budaya hukum dalam melakukan uji coba virtual. Penelitian ini mempertanyakan bagaimana perkembangan sidang telekonferensi di Kantor Kejaksaan Kota Semarang dan bagaimana membangun budaya uji coba virtual di masa depan. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan pendekatan penelitian sosial-hukum. Penelitian ini menyimpulkan pertama, Pengembangan uji coba virtual di Kantor Kejaksaan pada umumnya dan Kantor Kejaksaan Kota Semarang khususnya selain menjadi kebutuhan selama periode Pandemi Covid-19 juga dapat dilihat sebagai akumulasi dari perkembangan teknologi di Bidang informasi. Ada tiga faktor yang saat ini penting untuk dipertimbangkan dalam konteks budaya hukum antara lainmasalah teknis-empiris, komponen faktor non-hukum dalam bentuk sumber daya manusia, ketersediaan fasilitas dan infrastruktur, sampai kebiasaan pengambilan keputusan terbukti mempengaruhi pengoperasian hukum pada tingkat yang konkret. Jadi apa yang harus dibenahi untuk menyambut persidangan virtual di masa depan adalah mempersiapkan budaya hukum selain mempersiapkan struktur dan substansi hukum
Urgensi Transformasi Pemerintahan Demokrasi Menuju Pemerintahan Islam
Transformasi sering dipakai dalam arti suatu upaya perubahan agar terjadi penyesuaian hukum dengan kebutuhan masyarakatnya. Mentransformasikan hukum baik dalam bentuk sistem maupun Peraturan Perundang-undangan yang baik dibutuhkan sekurang-kurangnya empat landasan yakni: landasan filosofis, sosiologis, yuridis. Di Indonesia, pergolakan pemikiran tentang hukum sebenarnya sudah dimulai pada saat berdirinya kerajaan-kerajaan primitif di nusantara. Namun demikian, hal ini sulit dilacak keberadaannya, kecuali dengan pendekatan arkeologi yang ketat dan memakan waktu tak sedikit itu. Penelitian deskriptif ini akan memaparkan bagaimana implementasi hukum positif di indonesia pada pra dan pasca kemerdekaan untuk dikomparasikan dengan hukum Islam. Meskipun hukum adat yang mencirikan khas keindonesiaan pernah menjadi salah satu tawaran terbaik, pada kenyataannya juga masih mudah terjebak pada paradigma yang lama, yakni positivisme hukum. Hukum tersebut tidak semestinya terjebak pada paradigma positivistik-legalistik-formalistik, yang menempatkan hukum sebagai benda mati. Secara teoretis memang sangat dimungkinkan hukum Islam sebagai sumber hukum utama dalam pembangunan dan pengembangan hukum di Indonesia, namun secara praktis hukum Islam hanya dijadikan landasan untuk mengatur hukum keluarga saja. Hukum Islam akan menjadi sumber utama hukum bila negara itu memiliki sistem pemerintahan Islam, tidak lain sistem khilafah
- …
