5 research outputs found
Bidang-bidang Kesalahan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia sebagai B-2
Dalam suatu USAha untuk mendapatkan bahasa ke-2, seorang pebelajar bahasa akan senantiasa melakukan kekeliruan (mistake) dan kesalahan (error). Kekeliruan (Mistake) adalah suatu kesalahan yang disebabkan oleh kekhilafan semata. Oleh karenanya, kesalahan yang terjadi dalam hal ini kecil kemungkinannya akan terulang
lagi sebab sebenarnya yang bersangkutan telah mengetahuinya, misalnya salah ucap. Kesalahan (Error) itu muncul dikarenakan kurangnya kemampuan (competence) dari pemakai bahasa. Oleh karenanya, kesalahan ini sering terjadi dan berulang-ulang. Jadi dapat disimpulkan bahwa mistake merupakan kesalahan yang terjadi karena
kekhilafan sehingga bersifat sementara, sedangkan error merupakan kesalahan yang terjadi karena kurangnya competence sehingga bersifat konsisten. Kesalahan, sebagaimana telah disebutkan di atas akan senaniasa terjadi pada setiap pebelajar B2. Menurut teori netral, kesalahan (error) itu dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu (1) development error, (2) interferensi, dan (3) Unique error. Development eror merupakan kesalahan yang terjadi seperti ketika seseorang dalam tahap perkembangan untuk memperoleh B1. Interfernsi merupakan kesalahan yang
terjadi ketika sistim B1 digunakan pada waktu berbicara dalam B2 sementara itu kedua sistim dari kedua bahasa tersebut jelas berbeda. Unique error merupakan kesalahan yang terjadi yang bukan disebabkan oleh adanya perkembangan maupun interferensi.
Ada dua sumber utama penyebab kesalahan berbahasa yaitu interlingual dan intralingual. Kesalahan yang bersumber pada interlingual maksudnya adalah bahwa kesalahan itu disebabkan oleh adanya kontak antara dua bahasa. Kontak antara dua bahasa akan mengakibatkan adanya transfer. Sebagaimana telah dijelaskan dalam
pendahuluan, transfer yang mengakibatkan pebelajar bahasa semakin mudah dalam mempelajari B2 (karena kebetulan kedua isitim bahasa tersebut memiliki sistim yang sama) disebut transfer positif, sedangkan apabila menyebabkan pebelajar B2 mengalami kesulitan disebut transfer negatif (sebab sistim kedua bahasa yang
mengalami kontak tersebut memang tidak sama).
Sumber kesalahan yang kedua adalah intralingual. Kesalahan yang bersumber pada intralingual maksudnya adalah bahwa kesalahan pebelajar B2 itu disebabkan oleh kerumitan sistim B2 itu sendiri. Karena ketidaktahuannya, seorang pebelajar B2 sangat dimungkinkan untuk mengucapkan kalimat ‘Pekerjaan itu adalah merupakan
pekerjaan yang sia-sia.\u27 Kesalahan itu terjadi karena kerumitan yang terjadi pada sistim B2 itu sendiri, bukan karena pengaruh sistim B1. Kesalahan bidang fonologi merupakan kesalahan yang terjadi karena pebelajar B2
salah dalam hal pengucapan. Kesalahan pengucapan tersebut dimungkinkan karena si pebelajar terinterferensi logat B1-nya (bahasa daerah). Kesalahan bidang leksikal merupakan kesalahan yang terjadi karena masuknya unsur-unsur leksikal bahasa satu ke dalam kalimat bahasa lain. Hal ini terjadi biasanya dikarenakan (1) pengaruh
bahasa yang telah dikuasainya, (2) untuk tujuan bergaya, (3) untuk tujuan penghormatan (kesopanan). Kesalahan pada bidang morfologi biasanya terjadi karena morfem-morfem tertentu pada B2 ada yang ditanggalkannya atau diganti dengan morfem B1. Kesalahan seperti ini biasanya terjadi karena kuatnya pengaruh B1 (bahasa yang telah dikuasainya) atau karena over generalisasi. Kesalahan pada bidang sintaksis ini juga dimungkinkan karena pengaruh B1 (Interlangual) atau mungkin juga karena faktor dalam B2 itu sendiri (Intralingual).
Kata kunci: bidang-bidang kesalahan, pembelajaran bahasa Indonesia, b-
Penggunaan Geolistrik Dengan Variasi Metode Deteksi Lapisan Tanah Dan Kedalaman Tiang Dalam Skala Laboratorium
Terdapat beberapa metode penyelidikan tanah di lapangan. Salah satunya adalah metode geolistrik. Dengan menggunakan metode ini akandiperlukan waktu yang lebih singkat dan biaya yang lebih murah. Penelitian ini menggunakan tanah pasir dan tanah residual sebagai bahan penelitian. Tanah model dimasukkan dalam box fiberglass berukuran panjang 50 cm, lebar dan tinggi 15 cm. Namun model hanya dibuat dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 15 cm, dan tinggi 12 cm. Model test yang dibuat antara lain 1 model horisontal, 1 model vertikal, dan 1 model tanah residual tanpa tiang kemudian dipasang 1 tiang di tengah. Masing masing model diuji dengan berbagai macam konfigurasi geolistrik antara lain konfigurasidipole – dipole, schlumberger, danwenner. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui berbagai konfigurasi geolistrik dalam mendeteksi lapisan tanah dan kedalaman tiang. Dalam penelitian ini digunakan Rc = 90 % sehingga diperoleh kadar air model 10,546 % untuk tanah pasir dan 26,56 % untuk tanah residual. Dari penelitian ini diperoleh hasil dengan berbagai macam konfigurasi geolistrik diperoleh nilai resistivitas yang berbeda pada lapisan tanah. Konfigurasi yang paling tepat digunakan pada lapisan tanah adalah konfigurasi dipole – dipole untuk lapisan horisontal dan konfigurasi schlumberger untuk lapisan vertikal. Pada penelitikan deteksi kedalaman tiang, dengan konfigurasi yang digunakan menujukkan bahwa geolistrik tidah dapat digunakan untuk mendeteksi kedalaman tiang. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai resitivitas terjadi secara keseluruhan, tidak hanya pada daerah pengaruh pemancangan tiang. Sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut tentang hal ini
Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis Pada Model Fisik Dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)
Banyak sekali metode penyelidikan tanah yang sering dilakukan di lapangan. Salah satu alternatif yang bisa dilakukan adalah geolistrik (ERT). Keunggulannya, yaitu waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya relatif lebih singkat serta biaya yang yang dibutuhkan untuk peralatan dan mobilisasi lebih murah. Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah lempung ekspansif serta tanah pasir. Tanah tersebut dimasukkan ke dalam kotak dari bahan yang bersifat isolator dengan ukuran 0,5 m x 0,15 m x 0,15 m. Jumlah model test yang digunakan adalah 9 model percobaan. Tujuannya untuk mengetahui nilai resistivitas tanah lempung dengan tiga variasi kadar air, sebesar 22%, 27%, dan 32% untuk kepadatan yang sama. Sedangkan untuk tanah pasir digunakan kadar air sebesar 7%. Selain itu, model dibuat dalam tiga jenis lapisan yang berbeda untuk setiap nilai kadar air, yaitu jenis lapisan horisontal, vertikal, dan diagonal. Metode yang digunakan adalah metode schlumberger dan dibantu dengan alat resistivitymeter. Alat tersebut terhubung dengan elektrode yang diinjeksikan ke dalam tanah yang diteliti sehingga akan menghasilkan nilai beda potensial dan arus yang selanjutnnya dapat menampilkan resistivitas bawah permukaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan penambahan kadar air dapat menurunkan nilai resistivitas, misal untuk nilai minimum diperoleh hasil 40,52 Ωm menjadi 25,63 Ωm dan 11,89 Ωm. Selain itu, hasil inversi 2 dimensi menunjukkan perbedaan gradasi warna untuk setiap lapisan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kadar air dan jenis lapisan tanah berpengaruh terhadap nilai resistivitas hasil dari geolistrik
Caring Environment Model in Emergency Services of Hospitals by Banyumas Public Perception
Caring environment for providing service in the emergency departmentof the hospital becomes the need of the society. Caring environment has impact on the satisfaction, safety, and potential success of the services for the patients. The research aims at identifying the perception of society on caring environment as well as confirming the model of caring environment for providing emergency service in the hospital. This research employs descriptive exploration, involving 300 patients of emergency department from three hospitals in Banyumas. The analysis of decriptive data is conducted to categorize the perception of society on caring environment. The construct validity of caring environment is tested using confirmatory factor analysis. The result shows that the perceptions of society on caring environment in emergency department are good (86.3%) and fair (13,7 %). As the construct used to shape the model of caring environment has met the criteria of goodness of fit, involving: GFI; 0.96, RMSEA; 0.031, AGFI; 0,94; NFI;0,98; CFI;1, so it is revealed that the measurement model of caring environment for providing emergency service is fit. Moreover, all indicators are able to explain and support the model of caring environment for providing emergency services, involves; clean and comfortable room, complete facilities and equipments, and room safety. This finding could be the foundation for formulating the policy of caring quality improvement related to the aspect of caring environment for providing emergency services
Pengujian Aplikasi Sistem Informasi Akademik Berbasis Website Menggunakan Teknik Equivalence Partitioning dan Metode Black Box
This academic information system still has shortcomings in the data validation process, which will cause the data stored in the database not to match the desired data. Then it is proposed to test using the Black Box method with Equivalence Partitioning Techniques as a whole regarding the use, benefits, and results obtained from using the software. Black-box testing is a very important testing technique because it can identify errors in functions, interfaces, sample data, and access to external data sources. in implementation there are sometimes problems with testers who are not sure whether the software actually passes the test. in this implementation, the software that will be tested using black box testing is a website-based academic information system. Equivalence Partitioning Techniques discusses testing in the validation aspect of input data in terms of valid classes. From this research, it can be concluded that testing the level of accuracy of academic issues system software can provide the right solution for the school