18 research outputs found
People's Reception of the Stigma Given to Jessica Kumala Wongso in the Murder of Mirna Salihin in the Television
Jessica impressions on television fairly phenomenal since early 2016. Cyanide coffee case on television is attracting the attention of the public because the examination of the case is quite long. Along with the process of delivering messages from the television media to the viewers, the content of the message will be interpreted differently by each viewer who watches it because of the influence of cultural background, education, socioeconomic status and the condition and condition of viewers while watching. This study intends to describe the public receptions about the stigma given to Jessica Kumala Wongso in the murder of Mirna Salihin in the media. The type of research is descriptive qualitative with the method of reception analysis, in addition to consumer media audiences are also active as a producer of meaning. This research uses the theory of meaning (reception theory) from Stuart Hall which focuses on the process of encoding decoding. The subjects of this research are 10 informants and 6 participants of Focus Group Discussion (FGD) located in Semarang City. The result of the research shows that the difference of informant background with the media and the level of informant education that differ from each other causes the difference in meaning. Informants 1, 4, 5, 10 and FGDs on participants 1, 2, 3, 4, 5 and 6 who have the same cultural framework as media and lower secondary education tend to do meaning in accordance with the text offered by the media (dominant reading) they give negative stigma to Jessica by looking at Jessica as the killer of Mirna, while the 2, 3, 6 and 7 informants with upper secondary education who are in social position and cultural experience are different from the media tend to do the reading which is negotiative negotiated reading), the stigma given tends to negotiate and neutral as well. The rest of the informants 8 and 9 who have high school level upwards do a radical reading (oppositional reading), stigma given tend to be positive to see Jessica not guilty in the case of the Mirna murder. In addition to consuming media text audiences as well as producer of meaning that the audience is active in building meaning in accordance with the frame of mind each other. The existence of psychological factors is the openness and bravery of informants and FGD participants in revealing their receptions so as to strengthen their position as an active audience compared to the informants and the closed participants
Ultra Violence Dalam Film Django Unchained
Kekerasan merupakan aspek yang tidak pernah lepas ditampilkan dalam media. Film merupakan media massa yang menampilkan kekerasan dengan vulgar. Kekerasan yang berlebihan ini disebut dengan ultra violence dimana kekerasan divisualisasikan dengan sekeji mungkin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan bagaimana teks, dalam hal ini film mendesain kekerasan menjadi suatu hiburan yang kemudian layak dipertontonkan. Penelitian ini menggunakan analisis semiotika The Codes of Television John Fiske, yang meneliti film dengan tiga tahap penelitian. Secara teknis film dilihat melalui level realitas dan representasi, kemudian pada level terakhir dilihat ideologi yang terdapat dalam film.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa kekerasan yang ditampilkan dalam film merupakan bentuk hiperrealitas. Kekerasan yang ditampilkan bukan murni hasil representasi realitas namun merupakan buatan pembuat film yang sama sekali tidak dapat dihubungkan dengan kekerasan pada realitas. Selain itu, pada film ini menunjukkan naturalisasi atas tindakan kekerasan. Kekerasan dianggap sebagai bentuk balas dendam terhadap kaum yang menindas. Pihak yang tertindas berhak “menghukum” pihak yang menindas dengan kekerasan. Secara keseluruhan, kekerasan yang terdapat dalam film ini dibentuk menjadi industri budaya yang sengaja dibuat menjadi objek hiburan
Audience Interpretation of Humor Style on Redaksiana Crime News
Until now, television in Indonesia is still become primary mass media for audience. They make television as an information resources, entertainment, education, and reflection of our society for social control. Humor has became main part of entertainment on our television since a long time ago. Almost all of the television stations has made humor program, and Redaksiana is one of them. A program that broadcasted by Trans 7 is a news crime which is interspersed with humor. But, humor element that used by Redaksiana exploits a group in our society. So, this research aims to know about audience interpretation of humor style on Redaksiana. This research was a descirptive type of research with qualitative. The subjects are five informant with different social and culture.This study used preferred reading theory by Stuart Hall. In reception analysis, the findings research that derived from interview would raised three main types of interpretation. That findings research is there are two informants who performs dominant hegemonic reading that interpreted Redaksiana as an entertainment and informative program. The oppositional reading consist of one person has made critical interpretation that Redaksiana is not entertaining, informative and has exploited the lower classes. Meanwhile, negotiated reading group has two informants has made two side of interpretation, that is lower classes exploitation is awful action. But, they assume that is fair because media institutions is profit oriented. So, they tend to do hegemonic and negotiated reading. The study of humor style interpretation on Redaksiana news can be made as a foundation for the next researches and study in active audience field adds study about preferred rading theory
Representasi Whiteness Dalam Film 12 Years a Slave
12 Years A Slave adalah film drama sejarah yang bercerita tentang perjalananSalomon Northup, seorang kulit hitam merdeka untuk terbebas dari perbudakan danmemperoleh kemerdekaannya kembali. Berbeda dengan film-film Hollywoodsebelumnya yang mengangkat tema sejarah konflik sosial antarras di Amerika, filmini menyajikan secara gamblang kekejaman sistem perbudakan yang dilakukan kulitputih dalam bentuk kekerasan fisik dan psikologis. Meski membuka kembali sejarahkelam bangsa Amerika, film ini sukses meraih penghargaan sebagai Film TerbaikOscar 2014.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui representasi sosok kulit putih dalamfilm 12 Years A Slave. Tipe penelitian ini adalah kualitatif, menggunakan pendekatanteori representasi dari Stuart Hall dan analisis semiotika dengan teknik analisis datadari konsep Kode-Kode Televisi John Fiske. Analisis dilakukan dengan tiga level,yakni level realitas, level representasi, dan level ideologi. Level realitas dan levelrepresentasi dianalisis secara sintagmatik, sedangkan analisis secara paradigmatikuntuk level ideologi.Hasil penelitian menemukan bahwa sosok kulit putih digambarkan sebagai rasyang lebih unggul sedangkan ras kulit hitam sebagai ras yang lemah dan tidakberdaya tanpa bantuan kulit putih. Melalui analisis sintagmatik pada level realitas danrepresentasi peneliti menemukan stereotip materialis dan kejam pada sosok kulitputih. Stereotip tersebut merupakan representasi dari kekuasaan kulit putih dalamperbudakan. Sedangkan melalui analisis paradigmatik pada level ideologi penelitimenemukan konstruksi ideologi Whiteness dan American Dream. Konstruksi ideologiwhiteness menampilkan identitas heroik pada kulit putih yang menyelamatkan kulithitam yang lemah. Film ini menempatkan ras kulit putih sebagai penanda istilahhukum dan pengatur kehidupan sosial. Konstruksi American Dream yang ditampilkanlewat semangat dan kegigihan Northup untuk keluar dari perbudakan danmendapatkan kemerdekaannya menyiratkan pesan Amerika sebagai negara yangideal, pahlawan, dan penyelamat dunia
Penaatan Kode Etik di Kalangan Jurnalis Peliput Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Setelah Penghapusan Amplop Jurnalis
Seorang jurnalis dituntut tetap netral dan independen dari pihak mana pun. Ganjar Pranowo setelah terpilih sebagai Gubernur Jawa Tengah, pada Oktober 2013 memberlakukan kebijakan penghapusan amplop untuk jurnalis. Banyak pro dan kontra atas kebijakan ini. Biasanya, Humas Pemprov Jateng membagikan amplop berisi Rp 150.00,00 kepada jurnalis yang meliput kegiatan Pemprov.Penelitian ini bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai penaatan Kode Etik di kalangan jurnalis Pemprov Jawa Tengah setelah penghapusan amplop untuk jurnalis. Teori-teori yang digunakan untuk mendukung penelitian ini diantaranya adalah Teori Pemberian Hadiah (Mauss: 2002), Sembilan Elemen Jurnalistik (Kovach: 2001), dan Teori-Teori Etika. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Peneliti akan menggambarkan hasil penelitian di lapangan secara utuh. Peneliti memilih Kepala Biro Humas Pemprov Jateng, Pemimpin Redaksi Suara Merdeka, pengurus organisasi kewartawanan (PWI, AJI, dan IJTI), dan Jurnalis yang bertugas di Pemprov Jateng sebagai narasumber.Hasilnya, jurnalis di Jawa Tengah sebagian besar jurnalis menaati Kode Etik Jurnalistik, tidak ada Perubahan dalam mekanisme kerja mereka. Beberapa kesalahan sempat dilakukan oleh jurnalis pemula seperti kesalahan verifikasi data dan cover both sides, karena jam terbang yang masih rendah. Kebijakan ini justru berdampak membuat hubungan antarjurnalis memburuk, muncul pengotak-kotakan di kalangan jurnalis. Terbukti dari munculnya sebutan jurnalis ring satu, ring dua, dan seterusnya. Kode Etik Jurnalistik wajib ditaati, namun semua pengurus organisasi kewartawanan tidak bisa menjamin anggotanya sudah memahami dan menaati isi dari kode etik. Konsistensi dari Ganjar Pranowo masih banyak dipertanyakan, pasalnya masih ada praktik amplop setelah kebijakan penghapusan amplop ini diberlakukan
Representasi Aturan Adat Pemilihan Pasangan (Romantic Relationship) Masyarakat Batak dalam Film Mursala
Masyarakat Batak memiliki aturan pemilihan pasangan (romantic relationship).Aturan yang mengatur siapa saja yang boleh dinikahi dan siapa yang tidak boleh untukdinikahi berdasarkan janji yang ditetapkan, tidak boleh saling menikah bagi sepasangkekasih yang memliki marga yang sama. Di sisi lain ideal bagi masyarakat Batakmenikahi anak perempuan dari tulang (paman). Mursala adalah film drama cintaberbalut kebudayaan Batak yang bercerita tentang Anggiat Simbolon, seorangpengacara yang mencoba mempertahankan hubungan cintanya dengan Clarissa Saragihdi tengah larangan adat. Film ini menekankan aturan pernikahan adat Batak yang harusdijalankan dan dipertahankan sampai sekarang dan perasaan cinta yang berbenturandengan nilai adat sehingga menimbulkan konflik dalam keluarga dan masyarakat adat.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui representasi aturan pemilihan pasangan(romantic relationship) masyarakat Batak dalam film Mursala. Tipe penelitian iniadalah deskriptif kualitatif, menggunakan pendekatan signifikasi dua tahap dari teorisemiotika Roland Barthes dan analisis semiotika dengan teknik analisis data dari konsepkode-kode televisi John Fiske. Analisis dilakukan dengan tiga level, yakni level realitas,level representasi, dan level ideologi. Level realitas dan level representasi dianalisissecara sintagmatik, sedangkan analisis secara paradigmatik untuk level ideologi.Hasil penelitian menemukan bahwa adat sebagai nilai yang memiliki kekuatanuntuk mengatur perilaku harus tetap dijalankan dan dipertahankan. Melalui analisissintagmatik pada level realitas dan representasi peneliti menemukan makna peneguhanadat sebagai proses penerapan dan penjagaan nilai-nilai adat dari tindakan pelanggaran.Selain itu peneliti juga menemukan konflik yang terjadi dalam penerapan nilai adatyang ditampilkan sebagai dampak benturan kepentingan individu dengan nilai adat.Sedangkan melalui analisis paradigmatik pada level ideologi peneliti menemukanpenegasan kolektivisme keluarga sebagai agen kebudayaan serta kekakuan dan superiornilai adat. Konstruksi ideologi kolektivisme keluarga sebagai agen kebudayaanmenampilkan fungsi dan pembagian peran anggota keluarga dalam penanaman nilaiserta sistem pengawasan terlaksananya nilai adat. Konstruksi kekakuan dan sifatsuperior adat direpresentasikan lewat ketidakberdayaan Anggiat sebagai pengacarauntuk mempertahankan hubungan cintanya di hadapan hukum adat. Selain itu didapatibahwa keyakinan terhadap keabsolutan nilai adat sebagai faktor dipertahankan adatsebagai pedoman perilaku
Memahami Pengalaman Komunikasi Instruksional Guru dalam Mengembangkan Minat dan Bakat Siswa Tunagrahita
Siswa tunagrahita merupakan siswa dengan keterbatasan intelegensi. Keterbatasanintelegensi menyebabkan lemahnya kemampuan komunikasi siswa tunagrahita.Siswa tungarhita kerap dianggap “tidak berguna” dan memliki masa depan yangkelam. Namun, dengan pendidikan dan penanganan dari sekolah dan guru yangsesuai dengan kemampuan dapat melatih ketrampilan siswa tunagrahita sehinggamenjadi pribadi yang mandiri di tengah masyarakat. Keterbatasan komunikasiyang dimiliki siswa tunagrahita menjadi salah satu kendala guru dalam USAhanyauntuk memberikan pengajaran kepada siswa tunagrahita.Penelitian yang bertujuan menjelaskan pengalaman komunikasiinstruksional guru dengan siswa tunagrahita ini menggunakan pendekatankualitatif yang merujuk pada paradigma interpretif dan tradisi fenomenologi.Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Coordinated Management OfMeaning dariW. Barnett Pearce dan Vernon Cronen (1980), konsep mengenaikomunikasi instruksional, dan Teori Belajar Aperpesi menurut Johan F. Herbartdari abad 20. Teknik analisis yang digunakan adalah mengacu pada metodefenomenologi dari Von Eckartsberg, dan subjek penelitian adalah guru kelasketrampilan SLB Negeri Semarang yang mengampu siswa tunagrahita.Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam memberikanpembelajaran kepada siswa tunagrahita, guru berusaha menjalin “ikatan” agardapat memahami karakter dan latar belakang siswa. Hal ini berguna untukmenentukan pola pembelajaran yang sesuai bagi masing-masing siswa. “Ikatan”tersebut dihasilkan melalui interaksi dan sharing yang dilakukan sehari-hari olehguru di sekolah kepada siswa tunagrahita. Melalui interaksi dan sharing, gurumendapat pemahaman tentang latar belakang dan karakteristik masing-masingsiswa. Pemahaman karakter siswa berpengaruh pada pola pembelajaran yangdigunakan guru untuk mengembangakan potensi siswa. Pola pembelajaran yangdigunakan oleh guru dengan memberikan demontrasi dan mengikuti imajinasisiswa. Hal ini juga untuk melatih kemampuan komunikasinya. Guru dituntut lebihaktif dalam berinteraksi dengan siswa di kelas. Hal ini bertujuan agar siswamerasa nyaman dan semangat belajar di kelas. Kendala yang dihadapi guru dalammengembangkan minat dan bakat siswa tunagrahita adalah keadaan siswa tersebutyang memiliki disabilitas intelektual serta orang tua siswa yang kurang memberidukungan. Guru aktif berdiskusi dengan keluarga dan orang tua siswa berkaitankelas ketrampilan yang sesuai dengan minat dan bakat siswa tunagrahita
Memahami Kompetensi Komunikasi Antarbudaya antara Pemilik Homestay dengan Wisatawan Asing di Karimunjawa
Karimunjawa merupakan daerah wisata yang banyak dikunjungi wisatawan, termasuk wisatawan asing. Banyak masyarakat Karimunjawa memanfaatkan peluang tersebut untuk membuka bisnis homestay. Pemilik homestay dan wisatawan asing, memiliki perbedaan kebudayaan, kebiasaan, dan bahasa, sedangkan mereka harus dapat hidup berdampingan dan saling berkomunikasi setiap harinya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kompetensi komunikasi antarbudaya antara pemilik homestay dengan wisatawan asing di Karimunjawa. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan fenomenologi yang menjelaskan pengalaman unik pemilik homestay dan wisatawan asing dalam berinteraksi dan berkomunikasi secara efektif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview) dengan enam subjek penelitian, yaitu tiga orang pemilik homestay dan tiga orang wisatawan asing di Karimunjawa. Penelitian ini menggunakan Teori Kompetensi Komunikasi Antarbudaya oleh Lustig dan Koester (1996), Teori Interaksi Simbolik oleh George Herber Mead (1934), serta Teori Pengelolaan Ketidakpastian dan Kecemasan oleh William Gudykunst (2005) sebagai landasan teori.Berdasarkan hasil penelitian, tidak semua wisatawan asing mengalami ketidakpastian dan kecemasan ketika pertamakali datang ke Karimunjawa, hal ini dikarenakan singkatnya kunjungan mereka yaitu hanya beberapa hari dan tujuan mereka ke Karimunjawa adalah untuk berlibur. Meskipun tidak semua wisatawan asing mengalami kecemasan dan ketidakpastian, namun mereka melakukan strategi aktif, pasif, dan interaktif untuk menghindari dan mengurangi kecemasan dan ketidakpastian mereka. Strategi tersebut mereka gunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai Karimunjawa dan pemilik homestay. Untuk dapat berkomunikasi secara lancar, pemilik homestay dan wisatawan asing menggunakan aktivitas non verbal kinesis, yaitu menggunakan gerakan tangan dan anggota tubuh bersamaan dengan komunikasi verbal dan tergolong dalam perilaku non verbal illustrator yang bersifat komunikatif, informatif, daninteraktif. Penelitian menunjukkan bahwa pemilik homestay dan wisatawan asing memiliki motivasi yang kuat untuk saling berkomunikasi dan berinteraksi, memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kebudayaan, kebiasaan dan bahasa masing-masing, dan bertindak untuk membaur dan berkomunikasi. Selain itu, mereka juga memahami konteks komunikasi antarbudaya dan memiliki kepantasan dan efektivitas dalam interaksi antarbudaya. Hal-hal tersebut merupakan komponen yang dibutuhkan untuk mencapai kecakapan dalam kompetensi komunikasi antarbudaya