64 research outputs found

    Pendampingan Proses Produk Halal (PPH) dalam Program SEHATI (Sertifikasi Halal Gratis) pada Produk Dapoer Nyo-Nya

    Get PDF
    Umat Islam menginginkan setiap produk wajib memiliki sertifikasi halal, artinya telah memenuhi standar kelayakan dan sesuai dengan syarat halal suatu produk menurut agama Islam. Masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Terdapat 3 (tiga) kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut, produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Pendampingan PPH merupakan kegiatan untuk membantu pelaku usaha mikro dan kecil dalam memenuhi persyaratan pernyataan kehalalan produk. Pelaku usaha yang didampingi adalah Ibu Inawati, dengan jenis produk berupa minuman dengan pengolahan dengan merek dagang Dapoer Nyo-Nya. Dalam pengajuan sertifikasi halal ini, Ibu Inawati mengalami kesulitan dalam menggunakan komputer/laptop dan internet. Metode pendampingan yang dilakukan adalah pengumpulan data pelaku usaha, identifikasi produk, identifikasi bahan-bahan yang digunakan dalam produk, penyusunan alur proses produksi, submit data melalui laman https://ptsp.halal.go.id,  verifikasi dan validasi data oleh Pendamping PPH, dan pemantauan status pengajuan hingga terbit sertifikat halal. Berdasarkan hasil pendampingan yang dilakukan, produk tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sertifikat halal dari Program SEHATI. Proses pengajuan sertifikasi halal ini dimulai pada tanggal 24 Mei 2022 dan terbit sertifikat halal pada tanggal 13 September 2022 dengan nomor sertifikat ID35110000376200522 dengan masa berlaku hingga 15 Juli 2026

    Pendampingan Proses Produk Halal (PPH) dalam Program Sertifikasi Halal Gratis (Sehati) pada Produk Roti Sobek Trizta

    Get PDF
    Umat Islam menginginkan setiap produk wajib memiliki sertifikasi halal, artinya telah memenuhi standar kelayakan dan sesuai dengan syarat halal suatu produk menurut agama Islam. Masa penahapan pertama kewajiban sertifikat halal akan berakhir pada 17 Oktober 2024. Terdapat 3 (tiga) kelompok produk yang harus sudah bersertifikat halal seiring dengan berakhirnya penahapan pertama tersebut, produk makanan dan minuman, bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman, serta produk hasil sembelihan dan jasa penyembelihan. Pendampingan PPH merupakan kegiatan untuk membantu pelaku usaha mikro dan kecil dalam memenuhi persyaratan pernyataan kehalalan produk. Pelaku usaha yang didampingi adalah Bapak Sutrisno, dengan jenis produk berupa produk bakeri dengan merek dagang Trizta. Dalam pengajuan sertifikasi halal ini, Bapak Sutrisno mengalami kesulitan dalam menggunakan komputer/laptop dan internet. Metode pendampingan yang dilakukan adalah pengumpulan data pelaku usaha, identifikasi produk, identifikasi bahan-bahan yang digunakan dalam produk, penyusunan alur proses produksi, submit data melalui laman https://ptsp.halal.go.id, verifikasi dan validasi data oleh Pendamping PPH, dan pemantauan status pengajuan hingga terbit sertifikat halal. Berdasarkan hasil pendampingan yang dilakukan, produk tersebut dinyatakan memenuhi persyaratan untuk mendapatkan sertifikat halal dari Program SEHATI. Proses pengajuan sertifikasi halal ini dimulai pada tanggal 26 Maret 2023 dan terbit sertifikat halal pada tanggal 10 Mei 2023 dengan nomor sertifikat ID35110002170720323 dengan masa berlaku hingga 09 Mei 2027

    CESSIE DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

    Get PDF
    Cessie is the submission of accounts receivable in the name regulated in Article 613 of the Civil Code. Cessie in principle is the sale and purchase of receivables, but in its development the cessie can also be used as collateral for debt. In Islamic law, detailed discussion of cessie has not yet existed, but in general the issue of accounts payable has been discussed in the hawalah contract. In the DSN-MUI fatwas cessies are categorized as active subjective innovations or forms of subrogation accompanied by compensation. On the other hand, conceptually, cessie, subrogation and innovation are different. From this description, this research will discuss about cessie in Islamic law review with hawalah approach. The research method used is qualitative-descriptive-literature. The conclusion obtained from this study. (1) Cessie requirements according to the Civil Code have not fulfilled the entire requirements for the formation of the contract contained in hawalah. (2) Cessie in the sale and purchase of receivables is included in hawalah haqq. (3) Cessie as debt collateral is included in hawalah haqq based on kafalah (guarantee). In the case of retro cessie, Hanafi scholars allow while Shafi'i scholars do not allo

    Government Efforts to Prevent Potential Violence Against Women During the Covid-19 Pandemic in Indonesia

    Get PDF
    The implementation of large-scale social restrictions in Indonesia to prevent the wider spread of the Covid-19 pandemic, ultimately has socio-economic impacts, which then on a household scale also has the potential to cause violence in it. Women are those who are vulnerable to becoming victims of violence, especially during this pandemic. This research aims to describe the efforts taken by the government in Indonesia in preventing potential violence against women during the Covid-19 pandemic. This research uses qualitative-descriptive-textual methods. The results of this research are, to overcome these socio-economic impacts, the government has taken efforts through social safety net programs. Furthermore, to prevent the potential for violence against women during this pandemic, the government took the effort by implementing the Protocol on the Handling of Cases of Violence Against Women in the Covid-19 Pandemic Period. The value of this research are, to explain that the government has special attention to ensure the availability of protection services for victims of violence against women during this pandemic. Furthermore, through this research, the researchers invite together to work together in support of the efforts taken by the government to minimize the socio-economic impact of the Covid-19 pandemic, so that it can be resolved immediately

    Metode Penyelesaian Sengketa dalam Produk Keuangan Syariah

    Get PDF
    Pola hubungan yang didasarkan pada akad-akad syariah, diyakini sebagai pola hubungan yang kokoh antara lembaga keuangan syariah dan nasabahnya. Jika terjadi persengketaan, idealnya kedua belah pihak dapat menyelesaikannya dengan musyawarah. Namun, tetap saja dimungkinkan terdapat persengketaan yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metode penyelesaian sengketa dalam produk keuangan syariah. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif kepustakaan. Terdapat beberapa hasil yang didapat. Pertama, pada umumnya produk keuangan syariah meliputi pengumpulan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa. Kedua, potensi sengketa yang muncul pada umumnya meliputi kesalahan penafsiran kontrak, wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum. Ketiga, jika  persengketaan tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat melalui Basyarnas maupun Pengadilan Agama.  Pola hubungan yang didasarkan pada akad-akad syariah, diyakini sebagai pola hubungan yang kokoh antara lembaga keuangan syariah dan nasabahnya. Jika terjadi persengketaan, idealnya kedua belah pihak dapat menyelesaikannya dengan musyawarah. Namun, tetap saja dimungkinkan terdapat persengketaan yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metode penyelesaian sengketa dalam produk keuangan syariah. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif kepustakaan. Terdapat beberapa hasil yang didapat. Pertama, pada umumnya produk keuangan syariah meliputi pengumpulan dana, penyaluran dana, dan pelayanan jasa. Kedua, potensi sengketa yang muncul pada umumnya meliputi kesalahan penafsiran kontrak, wanprestasi, maupun perbuatan melawan hukum. Ketiga, jika persengketaan tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah, maka penyelesaian sengketa tersebut dapat melalui Basyarnas maupun Pengadilan Agama

    Konsep Hybrid Contract di Indonesia dalam Perspektif Fatwa DSN-MUI

    Get PDF
    AbstractThe application of a hybrid contract is a necessity that cannot be avoided and its application is supported by the principle of muamalah which applies the principle of permissibility as long as there are no prohibitions from the nash. This research aims to describe the concept of a hybrid contract and its implementation in Islamic financial products in Indonesia. The methodology used is descriptive qualitative literature. The results obtained, a hybrid contract is an agreement between two parties to carry out a muamalah which includes two or more contracts. The permissibility of a hybrid contract is based on the legal principle that the origin of muamalah is permissible. In general, the limits agreed upon by the scholars regarding several criteria for hybrid contracts to be allowed by sharia, namely not what is prohibited from the nash, not being a means to something that is forbidden, not being used as a hilah (strategy) to take usury in other ways, and is not included in the contract to the contrary. Fatwa DSN-MUI according to hybrid contracts on Islamic financial products in Indonesia, namely mudharabah musytarakah, musyarakah mutanaqisah, musyarakah muntahiyah bi al-tamlik, and al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik. AbstrakPenerapan hybrid contract merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat dihindari dan penerapannya didukung oleh prinsip muamalah yang memberlakukan asas kebolehan sejauh tidak ada larangan nash. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan hybrid contract dalam konsep dan Fatwa DSN-MUI pada produk keuangan syariah di Indonesia. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif kepustakaan. Hasil yang didapat, hybrid contract merupakan kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu muamalah yang meliputi dua akad atau lebih. Kebolehan hybrid contract didasarkan atas prinsip hukum asal dari muamalah adalah boleh. Secara umum batasan yang disepakati oleh para ulama mengenai beberapa kriteria bagi hybrid contract agar diperbolehkan secara syar’i, yaitu bukan yang dilarang dalam nash, tidak menjadi sarana ke suatu yang diharamkan, tidak dijadikan sebagai hilah (siasat) untuk mengambil riba dengan jalan lain, dan tidak termasuk ke dalam akad-akad yang berlawanan. Fatwa DSN-MUI mengenai hybrid contract pada produk keuangan syariah di Indonesia, yaitu mudharabah musytarakah, musyarakah mutanaqisah, musyarakah muntahiyah bi al-tamlik, dan al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik

    Praktik Kerjasama Usaha dalam Perspektif Musyarakah

    Get PDF
    Abstract, Musyarakah is the concept of cooperation in an economic business based on sharia principles, which in this case uses a profit-sharing system, where profits and losses are share. There is a practice of collaboration with the name Pawon Emak As_Na with a business in the form of intestinal chips. This cooperation is carried out by two people. The two people agreed to collect capital to set up a business and the implementation of the business was carried out jointly, from the production process to marketing. This research aims to find out the mechanism of cooperative practice in the intestinal chips business at Pawon Emak As_Na and how this cooperation is practiced from a musyarakah perspective. This research is a qualitative research, descriptive, field research. The results of this research are that the mechanism of business cooperation practices at Pawon Emak As_Na is carried out by two people with the same portion of capital. Both of them are running their business, be it the search for raw materials, the production process, to marketing. The cooperation agreement is made verbally. Their principle is mutual trust because they already understand the character of each party. Then the practice of cooperating with intestinal chips at Pawon Emak As_Na in the musyarakah perspective is included in the uqud musyarakah, namely syirkah mufawadhah. The pillars and conditions of the musyarakah contract have been fulfilled, but ijab and qabul of their business cooperation are not strong, because the agreement has not been written so that if a conflict arises it can be denied by one of the parties.   Keywords: Cooperation; Business; Musyaraka
    • …
    corecore