49 research outputs found
Pengaruh Atraktor Cumi Terhadap Hasil Tangkapan Alat Bangan Tancap di Perairan Jepara
Alat tangkap Bagan digunakan untuk menangkap ikan phototaxis positif. Lampu sebagai alat bantu pengumpul ikan pada bagan dianggap tidak efektif dan efisien karena membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan ikan. Apabila masalah tersebut dibiarkan maka dapat berdampak terhadap peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sebagai sumber energi lampu. Penambahan atraktor cumi (fish aggregating device) pada bagan merupakan solusi dalam operasi penangkapan. Tujuan penelitian adalah mengetahui dan menganalisis pengaruh penggunaan atraktor cumi terhadap hasil tangkapan Bagan tancap (lift net) diperairan Jepara. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen dengan pengulangan sebanyak 16 kali. Jumlah hasil tangkapan Bagan tancap yang tanpa menggunakan atraktor cumi adalah Cumi (38,55 kg), Ikan Teri (22,55 kg), Kepiting (2,3 kg) dan Udang (2,03 kg). Sedangkan pada Bagan tancap yang menggunakan atraktor cumi hasil tangkapannya adalah Cumi (46,62 kg), Teri (40,82 kg), Kepiting (4,5 kg) dan Udang (1,2 kg)
ALAT PENGUMPUL IKAN MENGGUNAKAN KOMBINASI SUARA MAKAN IKAN DAN LAMPU NYALA OTOMATIS BERTENAGA SURYA
Invensi ini berhubungan dengan alat pengumpul ikan yaitu
atraktor suara makan ikan dan lampu nyala otomatis bertenaga
surya untuk efisiensi penangkapan. Atraktor suara didapatkan
dari rekaman ikan saat sedang makan. Suara tersebut dihidupkan kembali saat operasi penangkapan ikan untuk
menarik perhatian ikan dan dikombinasikan dengan lampu yang
menyala secara otomatis dengan bantuan energi matahari yang
terkumpul di dalam panel surya lalu akan menghasilkan energi
listrik
Analisis Hasil Tangkapan Kepiting Bakau (Scylla serrate) dengan Perbedaan Sudut Kemiringan Sayap Fyke Net di Perairan Rembang, Jawa Tengah
Fyke Net (Hari Ami) adalah alat tangkap bubu bersayap yang dioperasikan terentang di perairan
berdasarkan pengaruh arus air dan pasang surut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hasil
tangkapan kepiting (Scylla serrata) pada konstruksi fyke net dengan perbedaan sudut kemiringan
sayap 45 derajat dan sudut kemiringan sayap 75 derajat. Metode penelitian adalah metode
eksperimental fishing, yang dilakukan pada bulan April-September 2015 di perairan Rembang
(Jawa Tengah). Hasil tangkapan kepiting pada Fyke net sudut kemiringan 75 derajat lebih banyak
jumlahnya 110 ekor dibandingkan dengan Fyke net dengan sudut kemiringan 45 derajat sejumlah
100 ekor. Uji T test menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hasil tangkapan kepiting antara
fyke net dengan sudut kemiringan sayap 45 derajat dan 75 derajat (sign. 0,47). Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pengaruh tertangkapannya kepiting disebabkan karena arus dan pasang
surut diperairan bukan disebabkan adanya perbedaan sudut kemiringan sayap fyke net
Different Eye Physiology of Mud Crab (Scylla Serrata) in Different Life Stage Found in Semarang Territorial Waters
Mud crabs use their eyes function to guide their movement
activities i.e., to avoid predator and to support their environment orientation. In tropical environment such as Indonesia, mud crabs live in mangrove area as their habitat. To support their visual acuity, mud crabs depend on the number of con sell as photoreceptor and carapace width. The
purpose of this study is to prove whether mud crab eye physiology is different between life stages (juvenile, sub-adult and adult stadia) especially in Semarang territorial water. Histology methods were used to determine the density of cone cell on three life stages. The highest number of eye cell in juvenile, sub-adult and adult are 25, 15 and 13 units, respectively and found in frontal inner side. The visual acuity in juvenile is 6.005×10−3-7.46×10−3; sub-adult is 9.17×10−3-15.4×10−3; and the adult is 16.03×10−3-19.6×10−3. The results indicate that the increase of visual acuity follows the growth of carapace width in mud crabs
TINGKAH LAKU MAKAN IKAN KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) TERHADAP PERBEDAAN UMPAN (SKALA LABORATORIUM)
Fish eating behavior is the result of the interaction of several senses in fish depend on the habitat and the effect produced by the food. Bait as food is one form of the stimulus in the form of physical / chemical that can provide a response to fish of certain fish for fishing. This study describes the eating behavior of Tiger Krapu Fish (Epinephelus fuscogutattus) by using natural bait during the day and evening. Parameters that observed are patterns of eating behavior and eating response time of Krapu Fish. The research method used is descriptive and experiment on laboratory scale. The Observation of behavioral responses by using a light condition pond and the dark condition pond. Bait that used was a natural bait, including shrimp, fish, and sea urchins. Stages of eating behavior observations including arousal, searching, and finding phase. The behavior of Krapu fish to bait in bright conditions is not different to arousal phase and finding phase. The behaviour of Krapu fish in dark condition to natural bait (sea urchin gonadal, shrimp, and fish) is nit different to arousal phase, searching phase, and finding phase.Keywords : eating behaviour, epinephelus fuscoguttatus), bai
Analisis Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan Dan Pola Musim Penangkapan Ikan Teri (Stolephorus Spp.) Di Perairan Pemalang
Ikan Teri merupakan salah satu hasil perikanan yang banyak ditangkap oleh nelayan di kabupaten Pemalang. Peningkatan teknologi penangkapan akan berkaitan dengan masalah kelimpahan/kesediaan stok sumberdaya perikanan, untuk itu perlu dikaji tentang jumlah kelimpahan/kesediaan stok dan menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (MSY) agar bisa memanfaatkan sumberdaya dengan optimal namun tetap menjaga kelestarian stok di alam. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kecendrungan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ikan Teri di perairan Pemalang, mengaplikasikan metode Schaefer sehingga didapatkan upaya penangkapan optimum lestari (EMSY) dan hasil tangkapan maksimum lestari (CMSY), upaya penangkapan ekonomi lestari (EMEY) dan hasil tangkapan ekonomi lestari (CMEY), dan menganalisis pola musim penangkapan ikan Teri. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian penelitian terapan. Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah snowball sampling. Hasil Penelitian menunjukan persamaan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan ikan Teri (CPUE) = 0,064648 0,00000076E. EMSY sebesar 42.614 trip/tahun dan nilai CMSY sebesar 1.382 ton/tahun. Sedangkan nilai EMEY sebesar 28.652 trip/tahun dan CMEY sebesar 1.234 ton/tahun. Pola musim penangkapan ikan Teri di perairan Asemdoyong terjadi pada bulan Maret, Juli, Agustus, dan September yang merupakan puncak musim penangkapan ikan Teri, hal ini ditunjukan dengan nilai Indeks musim penangkapan (IMP) dari bulan-bulan tersebut yang di atas 100%
RASIO AREA OTAK DAN ORGAN PENGLIHATAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) HUBUNGANNYADENGAN POLAMAKAN
Otak merupakan cerminan indera-indera yang berfungsi dan berkembang pada ikan. Pemahaman tentang otak ikan akan sangat membantu dalam mempelajari adaptasi tingkah laku ikan. Ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) merupakan jenis ikan yang hidup di wilayah eufotik dengan habitat kompleks, di mana ikan-ikan yang hidup pada habitat yang kompleks memiliki area otak telencephalon yang besar dan organ penglihatan yang lebih baik. Penelitian ini menggambarkan seberapa penting organ penglihatan yang dicerminkan oleh struktur otak Ephinephelus fuscoguttatus dalam hubungan dengan pola aktivitas makan. Penelitian dilakukan dengan metode eksperimen laboratorium. Ephinephelus fuscoguttatus yang digunakan memiliki panjang total rata-rata 225 sampai dengan 280 mm. Data penelitian meliputi rasio bobot otak dan data fisiologi organ penglihatan serta waktu respon makan Ephinephelus fuscoguttatus. Data diuji secara statistik dengan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan persentase rasio area optic tectum lebih tinggi dibandingkan dengan persentase rasio area otak yang lain, yaitu 40,87 sampai dengan 49,13%. Hal tersebut, mengindikasikan bahwa indera yang berkembang adalah penglihatan. Kemampuan jarak pandang maksimum (maximum sighting distance) Ephinephelus fuscoguttatus 3,93 sampai dengan 4,74 m untuk benda berdiameter 20 mm, 4,91 sampai dengan 5,92 m untuk benda berdiameter 25 mm, serta 5,89 sampai dengan 7,11 m untuk benda berdiameter 30 mm. Pola makan Ephinephelus fuscoguttatus yang diasumsikan sebagai waktu respon makan antara kondisi siang dan malam hari tidak berbeda nyata (nilai t-hitung 1,37). Dapat diklarifikasi bahwa Ephinephelus fuscoguttatus dikelompokkan sebagai ikan karang dengan pola aktivitas makan crescupular yang menggunakan organ penglihatan untuk mencari makan. Brain is reflection of senses which is functioning and growing in fish. Understanding about fish brain would hardly assist in studying adaptation of fish behaviour. Ephinephelus fuscoguttatus is a type of fish living in euphotic zone with complex habitat. The fish that lives at complex habitat have a big brain area of telencephalon which indicate better vision organ. This research describes how the important of vision organ that expressed by brain structure of Ephinephelus fuscoguttatus related to its feeding activity pattern. Research was done using laboratory experiment method. Ephinephelus fuscoguttatus used has average total length of 225 to 280 mm. Research data covered brain weight ratio and data of visual organ and response time for feeding of Ephinephelus fuscoguttatus. Data were statistically tested using t student test. The result showed ratio area of optic tectum was higher (40.87 to 49.13%) compared to other brain area. This condition indicates that visual sense of Ephinephelus fuscoguttatus is well developed compared to other senses. The maximum sighting distance of Ephinephelus fuscoguttatus was 3.93 to 4.74 m for visual object of 20 mm diameter, 4.91 to 5.92 m for object of 25 mm and 5.89 to 7.11 m for object of 30 mm. The feeding pattern of Ephinephelus fuscoguttatus assumed as response time for feeding between noon and night time condition was not significantly (t-test was 1.37). It can be clarified that Ephinephelus fuscoguttatus grouped as reef fish with crescupular activity pattern that use their visual organ for feeding activity
Analisis Pendapatan, Biaya Dan Keuntungan Bottom Gill Net Dengan Atraktor Umpan Dan Atraktor Umpan Di Perairan Jepara Jawa Tengah
Alat tangkap yang umumnya digunakan nelayan di Jepara merupakan jaring insang dasar (bottom gill net) yang terbuat dari nilon monofilament dan tanpa menggunakan umpan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis tingkat produksi serta menganalisis pendapatan, biaya dan keuntungan gill net dengan atraktor umpan (ikan asin, ikan petek dan pelet) dan tanpa umpan di Perairan Jepara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif bersifat experimental fishing. Metode pengambilan sampel yang digunakan metode purposive sampling dengan sampel yang telah ditentukan yaitu 1 kapal nelayan gill net dengan 3 ABK. Metode analisis yang digunakan adalah uji F (Anova) SPSS 16. Hasil penelitian diperoleh bahwa USAha penangkapan gill net dengan atraktor umpan ikan asin memberikan hasil penerimaan terbesar dibandingkan perlakuan lainnya. Penerimaan jaring umpan ikan asin terbesar pada ulangan ke 6 sebesar Rp. 1.045.000, keuntungan Rp. 961.200. Analisis Uji F menunjukkan perbedaan perlakuan jaring gill net dengan pemasangan umpan dan tanpa umpan tidak berpengaruh nyata terhadap berat hasil tangkapan, pendapatan dan keuntungan.
PENDUGAAN STOK SUMBERDAYA RAJUNGAN DI PERAIRAN TEGAL JAWA TENGAH
Dalam rangka pengelolaan sumberdaya rajungan yang berkelanjutan diperlukan adanya suatu informasi mengenai pendugaan stok rajungan di Perairan Tegal. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan lebar-berat, pola pertumbuhan, laju mortalitas, pola rekrutmen dan laju eksploitasi dari sumberdaya rajungan di Perairan Tegal. Metode yang digunakan dalam menduga stok adalah model analitik. Sampel rajungan berjumlah 300 ekor yang berasal dari hasil tangkapan rajungan nelayan bubu lipat dan rajungan yang sudah dijual di pengepul. Hasil yang didapatkan adalah lebar karapas pertama kali tertangkap rajungan di Perairan Tegal adalah sebesar 98 mm. Pola pertumbuhan pada rajungan jantan bersifat allometrik positif, sedangkan pada rajungan betina bersifat allometrik negatif. Perbandingan nisbah kelamin jantan dan betina sebesar 1,24:1. Laju pertumbuhan dan lebar karapas asimptot rajungan jantan lebih besar dibandingkan rajungan betina. Laju mortalitas total sebesar 4,57 dan status eksploitasi masih berada di bawah optimum