8 research outputs found
Mempribumikan Islam Lewat Haji Bawa Karaeng
Tulisan ini menggunakan psikoanalisa Lacanian untuk menggeledah simptom atas peristiwa perjalanan haji ke Puncak Bawa Karaeng. Dari analisa simptom inilah ditemukan bahwa hasrat yang mendorong subjek berhaji ke Puncak Bawa Karaeng berasal dari kisah pengalaman spiritual yang dialami oleh Syekh Yusuf saat melangsungkan perjalanan pengetahuan (alliungi panggisengang) ke Puncak Bawa Karaeng, lalu ke Mekah. Kisah inilah yang tersublimasi, lalu diterjemahkan ulang oleh pengikut Yusuf, sebagai penanda dalam mengidentifikasi diri, yang sedang menjalani (tingkatan) perjalanan haji menuju maqam Tuhan. Oleh karena itu, dalam tulisan ini disimpulkan bahwa perjalanan haji ke Puncak Bawa Karaeng adalah bentuk artikulasi jemaat Haji Bawa Karaeng, yang sedang menjalankan suluk tarekat Syekh Yusuf, sebagai jalan pulang menuju (haji sesungguhnya) kehadirat Ilahi
Nilai Budaya Lamaholot dalam Penentuan Harga Jual Kain Tenun Ikat: Studi pada Kelompok Perempuan Penenun “Tene Tuen” di Nusa Tenggara Timur
This study aims to reveal the practice of determining the selling price of woven cloth in a women's weaver group called "Tene Tuen". This research was conducted from July to August 2021 through interviews with leaders of the women weaver group. This study used the qualitative method with a descriptive approach as a research method and collected data by using interviews, direct observation, and documentation. This study found that the concept of formulating the selling price set by the (sellers) informants was not only formed by material values but also contained cultural and justice values with a holistic philosophy. In the end, the selling price determined by the tene tuen group seeks to create prosperity and justice for all parties
Bergerak di Ruang Antara
Advanced training (Nasional)/ LK III BEM UNM bisa disebut sebagai strategi pelatihan yang unik. Ia seperti suatu proses di mana irisan penamaan dan peristiwa tidak bekerja dalam satu ruang dan waktu. Kita barangkali akan menduga bahwa peristiwa pelatihan ini merupakan proses panjang, kemudian level puncak ditandai pada proses sedang berlangsung ini. Yang menganggap telah ada peristiwa panjang terjadi sebelum saat ini; telah ada pelatihan nan “rumit” , proses belajar dengan sekelumit rujukan, sehingga hanya orang terpercayalah secara “pengalaman” yang disodorkan dari organisasi mereka mengisi posisi duduk di ruangan ini. Sebuah proses di mana segala kematangan administrasi, verifikasi partisipan menjadi riwayat paling menentukan. Sebutlah ia detik-detik terakhir di mana cita-cita perjuangan serta topik dan wacana bombastik memang menjadi suatu yang sangat layak dibincang. Akan tetapi, sejauh pengalaman dan pengamatan saya pribadi, irisan itu justru berjalan sendiri-sendiri. Nama dan peristiwanya justru tidak terikat sebagaimana “cakar ayam” pada gedung besar yang disiapkan untuk mengantisipasi kelak retak atau robohnya bangunan tersebut. Di sinilah paradoksnya kegiatan pelatihan ini yang sekaligus membuatnya menarik. Ia menarik karena dapat menawarkan kemungkinan lain dari suatu model ajek yang justru selama ini mengurung penglihatan mata kita. Bahkan bisa melahirkan bentuk kebebasan baru, jika saja modus training ini mampu melampaui bentuk-bentuk ajek itu sendiri. Di sanalah “ ruang antara” akan kita bahas lebih jauh nanti
Bergerak di Ruang Antara
Advanced training (Nasional)/ LK III BEM UNM bisa disebut sebagai strategi pelatihan yang unik. Ia seperti suatu proses di mana irisan penamaan dan peristiwa tidak bekerja dalam satu ruang dan waktu. Kita barangkali akan menduga bahwa peristiwa pelatihan ini merupakan proses panjang, kemudian level puncak ditandai pada proses sedang berlangsung ini. Yang menganggap telah ada peristiwa panjang terjadi sebelum saat ini; telah ada pelatihan nan “rumit” , proses belajar dengan sekelumit rujukan, sehingga hanya orang terpercayalah secara “pengalaman” yang disodorkan dari organisasi mereka mengisi posisi duduk di ruangan ini. Sebuah proses di mana segala kematangan administrasi, verifikasi partisipan menjadi riwayat paling menentukan. Sebutlah ia detik-detik terakhir di mana cita-cita perjuangan serta topik dan wacana bombastik memang menjadi suatu yang sangat layak dibincang. Akan tetapi, sejauh pengalaman dan pengamatan saya pribadi, irisan itu justru berjalan sendiri-sendiri. Nama dan peristiwanya justru tidak terikat sebagaimana “cakar ayam” pada gedung besar yang disiapkan untuk mengantisipasi kelak retak atau robohnya bangunan tersebut. Di sinilah paradoksnya kegiatan pelatihan ini yang sekaligus membuatnya menarik. Ia menarik karena dapat menawarkan kemungkinan lain dari suatu model ajek yang justru selama ini mengurung penglihatan mata kita. Bahkan bisa melahirkan bentuk kebebasan baru, jika saja modus training ini mampu melampaui bentuk-bentuk ajek itu sendiri. Di sanalah “ ruang antara” akan kita bahas lebih jauh nanti
Yang tersisa dari “kemustahilan”
Tulisan ini akan meminjam gagasasan Lacan dan Zizek melihat bagaimana Papua dan Jogja berinteraksi dalam tatanan bahasa yang disebut Yogyakarta itu. Konsekuensi dari tulisan ini sangat bergantung pada data-data yang bersumber dari observasi dan wawancara singkat penulis berada di sekitaran wacana Papua dan Jogja; Skripsi Sawilda yang melampirkan data tentang ancaman dan alasan orang merasa terancam; dan tulisan artikel, berita, dan percakapan dari intenet (baik di FB dan Portal News) tentang Papua dan Jogja. Data-data inilah yang diolah lewat program Nvivo. Semua data tentang Papua dan Jogja dikelompokkan lalu dikoding menjadi nodes dan diperkecil lagi ke dalam cases. Pengelompokan lewat Nodes dan cases secara otomatis melahirkan bagan dan hubungan-hubungan satu sama lain, termasuk sumber rujukannya