7 research outputs found
Strategi Komunikasi Branding Kuliner Bebek Songkem Khas Madura Di Kabupaten Bangkalan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi branding usaha Bebek Songkem di Kabupaten Bangkalan. Kajian ini fokus di Kabupaten Bangkalan, sebuah wilayah di Madura yang terkenal dengan wisata kuliner aneka olahan bebek. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan di dunia saat ini semakin maju menyebabkan persaingan menjadi semakin ketat, hal itu membuat pengusaha lokal seperti usaha bebek di Madura turut bersaing dengan banyaknya kompetitor. Olahan bebek yang melimpah membuat Bebek Songkem memiliki ciri khas (iconic) Madura kalah dengan olahan bebek lainnya. Tidak seperti kebanyakan olahan bebek pada umumnya, Bebek Songkem ini berbeda dari bebek olahan lainnya, karena Bebek Songkem dimasak dengan cara dilumuri bumbu-bumbu alami selanjutnya dikukus dengan daun pisang sekitar 3-4 jam.  Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.  Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi komunikasi branding yang dilakukan kuliner Bebek Songkem menggunakan word of mounth sehingga pemasaran digital kurang berjalan dikarenakan sumber daya manusia yang masih kurang up to date mengenai penggunaan media sosial itu sendiri.Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi komunikasi branding usaha Bebek Songkem di Kabupaten Bangkalan. Kajian ini fokus di Kabupaten Bangkalan, sebuah wilayah di Madura yang terkenal dengan wisata kuliner aneka olahan bebek. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan di dunia saat ini semakin maju menyebabkan persaingan menjadi semakin ketat, hal itu membuat pengusaha lokal seperti usaha bebek di Madura turut bersaing dengan banyaknya kompetitor. Melimpahnya olahan bebek membuat Bebek Songkem yang memiliki ciri khas (iconic) Madura kalah dengan olahan bebek lainnya. Tidak seperti kebanyakan olahan bebek pada umumnya, Bebek Songkem ini beda dari bebek olahan lainnya, karena Bebek Songkem dimasak dengan cara dilumuri bumbu-bumbu alami selanjutnya dikukus dengan daun pisang sekitar 3-4 jam. Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan analisis data kualitatif dan Teknik keabsahan data triangulasi sumber. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terpecahnya 2 area kuliner yaitu Ketengan dan Tangkel membuat kuliner Bebek Songkem tidak begitu diketahui oleh masyarakat, selain itu penjualan Bebek Songkem masih menggunakan word of mouth belum menggunakan pemasaran digital.
Kata kunci: Bangkalan; Bebek Songkem; Branding; Kuliner
Karakteristik Mutu Garam Fungsional Tanaman Alur (Suaeda maritima) Berdasarkan Perbandingan Rasio Pelarut dan Tepung Alur
Seablite (Suaeda maritimea) is a plant that grows in salt marshes and furrow soil which is rich in vitamin A content. Seablite is one of the plants that can be used as functional raw materials. Functional salts are salts that have a low NaCl content (less than 50%). The purpose of this study was to determine the effect of the ratio of air and seablite flour on the quality of the functional salt of the seablite. The characteristics of the salt used were moisture content test, ash content, salinity test, NaCl test, and vitamin A test. Salt was prepared by air treatment and seablite t flour, namely 1:5, 1:10, 1:15 and 1: 20. The technique of making seablitefunctional salt is to start by dissolving the seablite flour with water as a solvent. Heating the solution for 10 minutes, filtering using a filter cloth, the resulting filtrate is then deposited for 3 days, the precipitate from the seablite flour solution is then dried for 3 days at a temperature of 65oC, finally weighing the material in the form of seablite plant salt. Based on the results of the quality characteristic research, the difference in the ratio of the solvent ratio to the seablite flour gives a significant difference to the quality characteristics of the functional salt of the seablite plant, the analysis of theyield, water content, ash content, salinity, NaCl content and vitamin A content
Literature review: analisis perbedaan kadar trigliserida perokok dan bukan perokok pada penderita diabetes melitus tipe 2
Kebiasaan buruk masyarakat yang sulit dihentikan dari kehidupan sehari-hari
salah satunya adalah merokok. Pada rokok terdapat nikotin yang dapat
meningkatkan lipolisis dan asam lemak yang tidak memiliki konsentrasi serta
mempengaruhi profil lemak darah seperti trigliserida. Kadar trigliserida dapat juga
dipengaruhi oleh berbagai macam faktor penyakit. Pada penderita diabetes melitus
tipe 2 trigliserida dibentuk dari kelebihan glukosa yang menyebabkan peningkatan
kadar trigliserida dalam darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kadar trigliserida perokok dan bukan perokok pada penderita diabetes
melitus tipe 2. Metode penelitian yang digunakan adalah literature review berupa
penelitian deskriptif kualitatif. Penelusuran dilakukan dengan menggunakan kata
kunci berdasarkan PICO (diabetes; smoker; triglycerides) untuk digunakan pada
database PubMed dan Google Scholar menggunakan aplikasi Harzing Pop
dengan hasil 10 jurnal. Hasil penelitian literature review dari semua penelusuran
yang digunakan yaitu perbedaan kadar trigliserida perokok dan bukan perokok
pada penderita diabetes melitus tipe 2 didasarkan pada lama merokok dan
banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi. Hal tersebut mengakibatkan
tingginya kadar trigliserida yang dibuktikan dengan hasil uji Kolmogorov-smirnov
p value 0,004 (p <0,05). Antara perokok elektrik dengan perokok tembakau tidak
terdapat perbedaan signifikan berdasarkan uji Independent T-Test p value 0,146 (p
>0,05). Sedangkan pada penderita diabetes melitus terkontrol dan tidak terkontrol
dengan hasil uji statistik p value 0,793 (p >0,05) juga menunjukkan tidak adanya
perbedaan yang bermakna pada kadar trigliserida. Berdasarkan uji yang telah
dilakukan, terdapat perbedaan kadar trigliserida pada penderita diabetes melitus
tipe 2 yang dipengaruhi oleh faktor risiko seperti usia, jenis kelamin, konsumsi
rokok per hari, lama merokok, status gizi dan beberapa faktor lainnya. Kadar
trigliserida perokok pada penderita diabetes melitus tipe 2 lebih tinggi
dibandingkan yang bukan perokok pada penderita diabetes melitus tipe 2
dikarenakan profil lipid pada tubuh yang berubah akibat nikotin dalam rokok yang
meningkatkan kadar trigliserida
Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu Kabupaten Bojonegoro
Desa Ngringinrejo adalah salah satu desa di Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro yang memiliki wilayah seluas 216.379 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 1958 jiwa. Mayoritas penduduk Desa Ngringinrejo berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Mayoritas penduduk berpendidikan hingga jenjang SD (51%). Desa Ngringinrejo terdiri dari Dusun Mejayan, Dusun Margorejo.
Berdasarkan analisis data, diperoleh tiga masalah utama di Desa Ngringinrejo, yaitu pengelolaan sampah yang kurang optimal, tingginya jumlah anggota keluarga yang merokok, dan tidak meratanya bantuan sosial. Melalui metode USG yang melibatkan perwakilan 4 perangkat desa, 1 bidan, 1 perawat Ponkesdes dan 1 ibu balita di Desa Ngringinrejo diperoleh prioritas masalah yaitu pengelolaan sampah yang kurang optimal.
Setelah prioritas masalah ditentukan, dilakukan FGD bersama perwakilan kader dari setiap dusun untuk menemukan akar penyebab masalah dan alternatif solusi. Melalui FGD didapatkan akar permasalahan berupa tidak ada petugas pengangkut sampah, kader bank sampah tidak berjalan, masyarakat malas mengolah dengan benar, tidak ada tempat pengumpulan sampah, warga tidak mau membayar iuran sampah. Selain itu dihasilkan alternatif solusi berupa advokasi kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan pembuatan kompos. Selanjutnya dilakukan penilaian alternatif solusi menggunakan metode MEER,dan didapatkan pembuatan kompos sebagai alternatif solusi yang dapat dijadikan
intervensi masalah pengelolaan sampah.
Berdasarkan hal tersebut, kemudian disusun program KOMIK yakni “Kompos Organik Kita”. KOMIK ini diterapkan kepada warga RT. 02 dan RT. 03 sebagai RT percontohan, dengan pertimbangan dua RT ini sebagai wilayah yang mejadi “wajah desa” karena berdekatan dengan Agrowisata Kebun Belimbing. Adapun program KOMIK terdiri dari tiga kegiatan yaitu kegiatan sosialisasi, pembuatan kompos, dan pemanfaatan
kompos untuk warga. Kegiatan sosialisasi membahas tentang mengenai bahaya pembakaran sampah dan pengelolaan sampah yang optimal. Dalam kegiatan sosialisasi juga dibentuk kader kompos untuk mengawasi dan membimbing masyarakat dalam pembuatan kompos. Kegiatan pembuatan kompos merupakan kegiatan inti dari KOMIK ini, yaitu membuat kompos bersama para warga. Setelah kegiatan ini selesai, perlu waktu
sekitar 2-3 minggu untuk memanen kompos, sambil memonitoring perkembangan fermentasi kompos. Kegiatan pemanfaatan kompos dilakukan begitu kompos sudah jadi, kompos akan dijemur hingga kering kemudian diayak dan dibagikan kepada warga pemilik kebun. Namun kegiatan ini belum terealisasi karena kompos belum berhasil sempurna hingga waktu yang dijadwalkan, sehingga untuk selanjutnya ini menjadi tugas kader yang akan menjalankan kegiatan ini bersama warga
Perancangan Sistem Kendali pada Periode Waktu untuk Lansia Menggunakan Sepeda Statis
The average senior spends his time indoors also needs enough exercise, so a static bike is needed that can display heart rate and body temperature data while exercising, so that further action can be taken after knowing the measurement results. On static bikes there are Heart Rate sensors, DS18B20 temperature sensors, and Infrared FC-51 sensors as detectors for the number of laps and wheel speeds. When the elderly start cycling with the selected duration and the photodiode sensor detects the presence of rotation then the Heart Rate sensor and DS18B20 sensor will be able to display heart rate and body temperature data. Data from sensors during cycling is transmitted wirelessly via NodeMCU so that it can be displayed in the android app until the time runs out and the alarm will sound, from the data obtained can result in a normal or abnormal diagnosis of heart rate and body temperature values. In addition, it can also be known the quality of body temperature and heart rate based on the number of rounds and the speed of the wheel. From the results of the study can be concluded that the determination of normal diagnosis in the elderly when the body temperature ranges from 35°C - 38°C and the heart rate can be calculated by a formula that is 220 minus age. During the process of sending data obtained average – troughput average of 9 tests of 6,153 Kb/s with a minimum delay of 28,590 ms and maximal of 88,078 ms.Lansia yang rata – rata menghabiskan waktunya didalam rumah juga membutuhkan olahraga cukup, sehingga dibutuhkan sepeda statis yang dapat menampilkan data detak jantung dan suhu tubuh saat berolahraga, sehingga dapat dilakukan pengambilan tindakan selanjutnya setelah mengetahui hasil pengukuran. Pada sepeda statis sudah terpasang sensor Heart Rate, sensor suhu DS18B20, dan sensor Infrared FC-51 sebagai pendeteksi jumlah putaran dan kecepatan roda. Saat lansia mulai bersepeda dengan durasi yang sudah dipilih dan sensor photodioda mendeteksi adanya putaran maka sensor Heart Rate dan sensor DS18B20 akan dapat menampilkan data detak jantung dan suhu tubuh. Data dari sensor selama bersepeda dikirimkan secara wireless melalui NodeMCU sehingga dapat ditampilkan dalam aplikasi android hingga waktu habis dan alarm akan berbunyi, dari data yang diperoleh dapat dihasilkan diagnosis normal atau tidak normal nilai detak jantung dan suhu tubuh. Selain itu juga dapat diketahui kualitas suhu tubuh dan detak jantung berdasarkan jumlah putaran dan kecepatan roda. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penentuan diagnosis normal pada lansia saat suhu tubuh berkisar pada 35°C - 38°C dan detak jantung dapat dihitung dengan rumus yaitu 220 dikurangi usia. Selama proses pengiriman data diperoleh rata – rata troughput dari 9 kali pengujian sebesar 6,153 Kb/s dengan dengan delay minimal sebesar 28,590 ms dan maximal 88,078 ms
IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN FIQH PADA PRODUK HALAL DI INDUSTRY KECIL MENENGAH (IKM)
The purpose of this study was to find out how fiqh learning may be applied to halal goods from small and medium sized bussines (IKM). This is side story sinve a lot of student enterpreneurs are developing due of the influence of their own education. Because of this a more thorough examination of how fiqh learning applies to halal items is necessart to determine whatever or not thet may be considered halal. This stdy employs a qualitative, phenomenologic al approach as its methodology. The findigs of study indicate that small and medium industrial entrepreneurs (IKM) have started to use fiqh knowledge to halal products
A Laboratory Perspective on an Epidemiological Pattern of Infectious Gastroenteritis: A Five-year Surveillance between 2016 to 2020 from Established Private Healthcare Centers within Klang Valley in Malaysia
Infectious gastroenteritis is endemic globally and caused by bacteria, viruses and parasites. The study determined the epidemiological pattern of infectious gastroenteritis within selected urban areas in Malaysia. Analysis of 745 laboratory requests was conducted based on FilmArray gastrointestinal assay and socio-demographic details from suspected cases in KPJ hospitals in Klang Valley, Malaysia, between 2016 to 2020. Descriptive analysis and Fisher-Freeman-Halton Exact testing were performed to ascertain the relationship between socio-demographics with the type of infections. Of 745 requests, 288 (38.7%) were caused by one etiological agent (mono-infection), while the remaining 334 (44.8%) were due to more than one agent (co-infection). Mono-infection was significantly higher among adolescents (n=9; 47.4%) and young adults (n=37; 40.2%) in comparison to adults (n=18; 35.3%). Whereas co-infection was significantly higher in infants (n=216; 49.2%). Mono-infection was mainly caused by bacteria (n=194/288; 67.4%) with Salmonella spp. was prevalent (16.6%), followed by EPEC (12.5%), Campylobacter spp. (11.9%) and Norovirus (10.5%). The co-infections (n=334) were identified with a combination of EPEC and the following bacteria or viruses (Norovirus=38, Campylobacter spp.=30, Salmonella spp.=26, EAEC=22, Rotavirus=19, Adenovirus=10). The month of August to October was recognised as the peak season for infectious gastroenteritis. The present findings may indicate contamination of infectious agents to the food supply and food processing chain as well as reduced hygiene in food sanitation leading to foodborne health issues, particularly among the children in Klang Valley, Malaysia