9 research outputs found
Media Ular Tangga Jejak Petualang Sebagai Media Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini
Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan untuk melaksanakan kurikulum dalam lembaga pendidikan, agar dapat mempengaruhi para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Salah satu unsur yang sangat penting dalam proses belajar mengajar adalah media pembelajaran. Media pembelajaran adalah suatu perantara yang digunakan oleh pendidik/guru untuk menyalurkan pesan atau informasi kepada siswanya sehingga siswa tersebut dapat terangsang ketika mengikuti kegiatan pembelajaran. Dapat dikatakan pula media pembelajaran dapat memudahkan siswa untuk menerima pembelajaran yang disampaikan pendidik/guru. Media pembelajaran terlebih dahulu telah dikenal sebagai alat bantu dalam pembelajaran yang seharusnya dimanfaatkan para guru, namun seringkali terabaikan. Salah satu contoh media yang interaktif, kreatif dan edukatif untuk usia anak dini yaitu media permainan Ular Tangga “Jejak Petualang”. Permainan ular tangga adalah salah satu jenis permainan tradisional yang mendunia. Permainan ini merupakan jenis permainan kelompok, melibatkan beberapa orang dan tidak dapat digunakan secara individu. Media pembelajaran dengan menggunakan permainan ular tangga ini terdiri dari 4 bagian yaitu; kertas petak permainan, kartu pertanyaan, dadu dan maskot. Untuk membuat media ular tangga “Jejak Petualang” sangatlah sederhana sama seperti jenis permainan ular tangga lainnya. Hanya saja kita sebagai guru harus memodifikasi sedemikian rupa seperti apa yang kita inginkan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Permainan ular tangga “Jejak Petualang” digunakan untuk penciptaan suasana belajar dari pasif ke aktif, dari kaku menjadi gerak (akrab), dan dari jenuh menjadi riang (segar). Media ini diarahkan agar tujuan belajar dapat dicapai secara efisien dan efektif dalam suasana gembira meskipun membahas hal-hal yang sulit atau berat
Sosialisasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Siswa/i Tingkat Sekolah Dasar
Awareness of the importance of cleanliness and health must be instilled from an early age. We can start getting used to living a clean and healthy life from small things such as getting used to washing hands before doing activities, especially before eating, brushing teeth after eating, and getting used to always maintaining cleanliness in the home and school environment such as throwing trash in its place. From these small things we can start to create a clean and healthy environment, and a good level of health to avoid various diseases. The purpose of this activity is to increase knowledge and awareness of the importance of a clean and healthy lifestyle for elementary school students at SDN Negeri 003 Teritip. The methods used in this activity are counseling and interactive actions involving students. The results of this work program activity increase students' understanding of living a clean and healthy life through the role of parents and teachers who guide them at home and at school. Students can also develop this clean and healthy lifestyle in various situations and wherever they are which will later have a major impact on the environment around us.Kesadaran akan pentingnya kebersihan dan kesehatan harus kita tanamkan sejak dini. Membiasakan hidup bersih dan sehat dapat kita mulai dari hal-hal kecil seperti membiasakan untuk cuci tangan sebelum melakukan kegiatan terutama sebelum makan, menggosok gigi setelah makan, dan membiasakan untuk selalu menjaga kebersihan di lingkungan rumah maupun sekolah seperti membuang sampah pada tempatnya. Dari hal-hal kecil tersebut kita dapat memulai untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat, serta derajat kesehatan yang baik agar terhindar dari berbagai macam penyakit. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya budaya hidup bersih dan sehat bagi siswa/i di SDN Negeri 003 Teritip. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah penyuluhan dan tindakan interaktif yang melibatkan siswa/i. Hasil dari kegiatan program kerja ini menambah peningkatan pemahaman siswa/i untuk berperilaku hidup bersih dan sehat melalui peran orang tua dan guru yang membimbing di rumah maupun di sekolah. Siswa juga dapat mengembangkan budaya hidup bersih dan sehat ini dalam berbagai situasi dan dimana pun berada yang nantinya akan menimbulkan pengaruh besar terhadap lingkungan sekitar kita
SISTEM REPLANTING KELAPA SAWIT, OPPORTUNITY PENDAPATAN KELAPA SAWIT DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI PADA MASA REPLANTING DI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT RAKYAT KABUPATEN LAMPUNG TENGAH
This study aims were to determine the replanting model used by oil palm farmers, to calculate the replanting cost, to know the opportunity lost income, and to analyze the level of welfare of farmers during replanting in Central Lampung Regency. The sampling technique was a survey. The study was conducted in three districts, Anak Tuha District, Bangun Rejo District, and Sendang Agung District. The respondents were 31 oil palm farmers consisting of 6 respondents from Anak Tuha District, 21 respondents from Bangun Rejo District, and 4 respondents from Sendang Agung District. The data collection was carried out in March-May 2019. The results showed tha the replanting model used by oil palm farmers in Central Lampung Regency was the intercropping model with food crops and the underplanting model. The costs of replanting during the first 3 years when the palm trees are not productive yet were IDR45,481,990 per hectare on the intercropping model and IDR 48,146,117 per hectare on the underplanting model. The average value of oil palm opportunity lost income the intercropping model with food crops was IDR7,672,043 per hectare. The average household income of oil palm farmers was IDR19,489,145 per year. The level of welfare of farmers during replanting in Central Lampung Regency in general is in a fairly decent condition. Key words: cost, income, oil palm, opportunity, replanting, welfar
Usulan Perencanaan Jadwal Induk Produksi (JIP) Serta Rough Cut Capacity Planning (RCCP) Untuk Produk Alat Suntik Sekali Pakai Auto Distruck Pada PT. Mitra Rajawali Banjaran
Penelitian studi kasus ini dilakukan pada PT. Mitra Rajawali Banjaran
yang memproduksi alat suntik sekali pakai auto distruck atau istilah lainnya yaitu
otomatis patah pada saat setelah digunakan, ASSP ADS yang diproduksi
berukuran 0,5 ml, 3ml,. Dan 5ml. Dari kendala yang dialami PT. MRB ini,
demand yang berfluktuasi, sehingga dapat menimbulkan masalah persediaan
produk, jika terlalu banyak persediaan akan mengakibatkan biaya yang keluar
terlalu besar, namun jika kekurangan persediaan untuk memenuhi kebutuhan
konsumen perusahaan akan mengalami kerugian karena tidak dapat memenuhi
kebutuhan konsumen. Selama ini perusahaan hanya melakukan penambahan atau
pengurangan hari atau jam kerja saat adanya lonjakan permintaan atau demand
yang berfluktuasi tanpa mempertimbangakan terlebih dahulu fasilitas atau
sumber daya yang dimiliki secara efisien, maka sangat dibutuhkan perencanaan
penjadwalan produksi dan kapasitas produksi yang dimiliki agar proses produksi
dapat berjalan dengan lancar. Perencanaan penjadwalan produksi (Master
Production schedule / MPS) sangat penting bagi keberlangsungan proses
produksi sebuah perusahaan, peranan yang dilakukan dalam perencanaan
produksi terlihat dalam perencanaan atau peramalan jumlah permintaan produk
dimasa yang akan datang. Jumlah permintaan produk ini pun yang
mempengaruhi penjadwalan produksi, hingga perencaaan pengadaan kapasitas
produksi (Rough Cut Capacity Planning). Jumlah produksi selama satu tahun
kedepan unutk produk ASSP ADS yaitu 811774 unit dan itu merupakan ukuran dalam lot,
sedangkan dalam satu lot yaitu berjumlah 36 pcs, maka dari itu total jumlah produksi
sebanyak 29.223.864 pcs. Pada perencanaan apasitas RCCP, work center 1
(pembntukan) dan work center 2 (printing) mengalami kekurangan kapasitas,
karena perusahaan sudah bekerja 24 jam (3 shift), maka dari itu penambahan
kapasitas produksi (jam kerja) dilakukan lembur pada tanggal merah hari libur
nasional, dan melakukan lembur untuk produksi ASSP ADS 5ml, karena ASSP
ADS 5ml memiliki waktu proses terlama.
Kata Kunci : Peramalan, Rencana Produksi, Master Production Schedule (MPS),
Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
Strategi Penilaian Autentik dalam Konteks Kurikulum 2013
This study aims to determine the authentic assessment strategy in the context of the 2013 curriculum. The method used is the literature study method, namely by collecting material, data and information from books, journals and articles related to authentic assessment strategies in the 2013 curriculum. Authentic Assessment strategies in the context of the 2013 Curriculum are expected to facilitate assessment planning, implementation of assessments, and reporting of student assessment results. Through the 2013 curriculum, authentic assessment becomes a serious emphasis, especially for teachers. In conclusion, authentic assessment tends to focus on complex or situational tasks, enabling students to demonstrate their abilities in more authentic settings. Therefore, authentic assessment is very relevant to the integrated topic approach in learning.
Keywords: 2013 Curriculum, Authentic Assessment Strateg
Analisa Tata Kelola Sistem Informasi Pelayanan Nasabah Menggunakan Framewok Cobit 4.0 Domain DS3 (Studi Kasus: BMT PETA Cabang Blora)
The use of information technology in BMT PETA Cabang Blora is needed for service, financial management, customer data, as well as for transactions with customers. The application of information technology is still less than optimal, hence the need for assessment has been the extent to which the performance management process maturity level and capacity using standard COBIT 4.0 DS3. Data were obtained from questionnaires and interviews. The data is then processed and produces maturity level (Level Maturty) current state (As Is) and the expected conditions (To Be). The results of calculation of maturity levels in this study are significant at 2 level repetitive but intuitive. This shows that management is aware of the impact of not managing the performance and capacity. Given that assessment is expected to be a guideline for decision-making in order to improve the performance of the organization in the future
IMPLEMENTASI PEMROGRAMANA DINAMIS UNTUK MENENTUKAN UMUR EKONOMIS MESIN GARMEN DI CV.WIRAUTAMA
CV.Wirautama merupakan salah satu perusahaan Garmen yang kini sudah semakin berkembang tentunya permintaan produksi setiap poeriode akan terus meningkat untuk itu salah satu hal yang perlu perhatian khusus dari sebuah perusahaan yaitu kondisi mesin yang digunakan dalam proses produksi. Kemampuan mesin dalam berproduksi menjadi salah satu hal yang selalu diperhatikan, karena kondisi mesin akan menjadi acuan dalam output yang dihasilkan oleh perusahaan. Dengan permintaan yang semakin meningkat tentunya membuat mesin produksi digunakan secara terus-menerus secara maksimal, akan tetapi kondisi tersebut akan mengakibatkan terjadinya kegagalan mesin. Untuk mengatasi hal tersebut kini muncul persoalan peremajaan mesin, dimana peremajaan mesin merupakan perencanaan dalam memutuskan untuk mengganti atau mempertahankan suatu mesin. Penelitian ini mengangkat perumusan masalah yaitu mengenai kapan dilakukan peremajaan mesin untuk masing-masing mesin di CV.Wirautama agar pendapatan yang didapat oleh perusahaan tersebut tetap maksimum.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Dynamic Programming, dengan konsep optimalitas maka bagian solusi sampai tahap ke-K hasilnya akan tetap optimal. Cara penyelesaian masalah menggunakan pendekatan Dynamic Programming persolan dibagi kedalam beberapa tahap yang menyatakan jumlah periode perencanaan, dan menetapkan status persoalan yaitu umur mesin pada awal dari suatu periode. Jumlah mesin yang dilakukan perencanaan yaitu sebanyak 14 jenis mesin, sedangkan untuk tahun perencanaan pada masing-masing mesin yaitu 5 tahun perencanaan.
Kata kunci : Maintenance, Peremajaan Mesin, Dynamic Programming,Umur ekonomi
Telepharmacy in Indonesia: Navigating Knowledge, Perception, and Readiness Among 6,000 Pharmacists and Related Sociodemographic Determinants
Introduction: Telepharmacy can improve the delivery of pharmaceutical care services to patients. However, there are limited data regarding the knowledge, perceptions, and readiness (KPR) for telepharmacy in Indonesia. In this cross-sectional survey study, we assessed KPR and associated factors among Indonesian pharmacists, aiming to implement telepharmacy services in the future. Methods: Eligible participants were recruited from all provinces of Indonesia through a 24-item instrument. KPR scores were classified as low, moderate, and high. Sociodemographic characteristics and KPR of participants were summarized using descriptive statistics. Bivariate/multivariate ordinal logistic regression analyses were conducted to identify independent determinants of KPR. An adjusted odds ratio (AOR) with a 95% confidence interval (CI) was calculated for each determinant. Results: A total of 6,059 pharmacists provided responses. Overall, 58.28% had a high knowledge score, and 63.51% expressed moderate perceptions toward telepharmacy services. Moreover, 70.21% showed a moderate level of readiness. Gender (male; AOR: 1.21 [95% CI: 1.06-1.39]), stable internet access (AOR: 0.75 [95% CI: 0.64-0.86]), and central region (AOR: 1.13 [95% CI: 0.99-1.29]) were significantly associated with perception toward telepharmacy. Readiness was significantly associated with age (17-25 years; AOR: 0.73 [95% CI: (0.60-0.89]), gender (male; AOR: 0.83 [95% CI: 0.72-0.95]), stable internet access (AOR: 0.75 [95% CI: 0.64-0.89]), education level (master/doctoral; AOR: 1.33 [95% CI: 1.06-1.67]), and central region (AOR: 1.29 [95% CI: 1.12-1.49]). Interestingly, knowledge levels were not significantly correlated with specific factors. Conclusions: Participants demonstrated high knowledge, without significant influencing factors. However, they showed moderate perceptions and readiness levels, influenced by sociodemographic factors, including gender, age, education level, internet access, and regional disparities. Therefore, targeted interventions (e.g., telepharmacy training and regional outreach) are imperative to enhancing perceptions and readiness, fostering the effective integration of telepharmacy services, and advancing pharmaceutical care in Indonesia